Menjelajah Hutan Mangrove di Surabaya


Pasti kamu kamu para pecinta fotografi, sudah pernah datang ke hutan mangrove yang ada di Wonorejo Rungkut, Surabaya. Bagaimana menurut kalian? Seru kah? Cantikkah tempatnya?

Tapi taukah kamu kalau hutan mangrove tersebut bukan kriteria yang baik untuk disebut hutan mangrove?
Kriteria sederhana hutan mangrove adalah tidak penuh dengan suara/bunyi-bunyian, tidak berbau dan tidak berwarna. Maksudnya, hutan mangrove yang baik seharusnya tidak ada suara/bunyi-bunyian yang akan mengganggu hewan asli penghuni hutan. Tidak berbau maksudnya ada beberapa hewan dan tumbuhan yang peka terhadap berbagai macam bau yang dibawa manusia. Dari kepekaan itu akan menimbulkan reaksi positif maupun negatif dari hewan dan tumbuhan tersebut. Tidak berwarna maksudnya manusia yang datang tidak boleh memakai pakaian dengan corak warna-warni yang mencolok agar tidak mengganggu penghuni hutan.

Aku ingat, hampir semua penggiat dan pecinta mangrove (dalam acara The Regional Symposium on Mangrove Ecosystem Management in Southeast Asia tahun 2013 di Hotel Bumi Surabaya) menjabarkan bahwa hutan mangrove di Surabaya belum bisa dikatakan hutan mangrove yang telah memenuhi syarat. Bahkan salah satu penggiat mangrove bernama pak Nyoman terheran-heran, beliau bertanya sambil mengernyitkan dahi, "Kenapa itu disekitar hutan mangrove disini terdapat bangunan-bangunan? Mengapa orang-orang bebas berjalan dengan warna baju yang mencolok dan bau parfum yang bertebaran?". Kemudian ada seorang pembicara (aku lupa namanya...maafkan pak) ikut nimbrung dan menambahkan cerita tentang hutan mangrove yang berada di sebuah negara yang maju, beliau menyebutkan negara Jepang. Beliau mengatakan bahwa tidak sembarangan orang bisa masuk ke dalam hutan mangrove. Sebelum memasuki hutan mangrove, pengunjung harus membaca peraturan dan mematuhinya agar diperbolehkan masuk hutan. Setelah melalui seleksi, pengunjung diwajibkan menitipkan barang kemudian memakai pakaian yang telah disediakan. Lalu pegunjung diperbolehkan masuk dengan durasi waktu yang telah ditentukan.
Sebegitu ketatnya negara maju melestarikan hutan mangrove nya, beda sekali dengan Indonesia yang notabennya negara dengan garis pantai tertinggi dan memiliki hutan mangrove yang luas namun tidak sanggup merawat aset kehidupan.


Menurut Global Ecol. Biogeogr Journal (2011), Indonesia menempati posisi pertama dari 15 negara yang kaya akan hutan mangrove. Pada kenyataannya, Indonesia pula menempati posisi teratas tingkat kerusakan hutan mangrove terparah. Kebanyakan perusakan hutan dilakukan sengaja (oleh manusia) maupun tidak sengaja (faktor alam) dan mengakibatkan dampak terutama pada hewan yang menempati hutan. Tapi tulisan ini tidak bermaksud mengarah pada bidang konservasi. Untuk permulaan, yuk mari mengenali terlebih dahulu hutan mangrove di kota kita tercinta, Surabaya.

Seperti yang ditunjukkan pada gambar pertama, Surabaya memiliki garis pantai yang panjang dengan potensi hidup mangrove yang besar. Jadi, hutan mangrove "yang sebenarnya" tidak hanya di Wonorejo Rungkut. Bahkan jika dilihat dari segi kualitas dan keasliannya, hutan mangrove Wonorejo Rungkut tidak sebanding dengan hutan mangrove yang ada di garis pantai lain.

Ada tiga tempat hutan mangrove di Surabaya yang pernah aku kunjungi dan rasa takjub luar biasa mendatangiku. Ini benar-benar pantas disebut sebagai hutan mangrove karena lebatnya pepohonan, beragam jenis tanaman mangrove yang tumbuh dan ditemukan beberapa hewan asli hutan mangrove yang hidup bersama kelompoknya. Subhanallah, aku tidak berhenti mengucapkannya. Bagiku, aku merasa hidup dan senang sekali dengan pemandangan itu.

Hutan Mangrove Gunung Anyar, Surabaya | Zona IV


Terletak di ujung timur wilayah Gunung Anyar Surabaya. Kita harus melewati perumahan dan perkampungan warga terlebih dulu sebelum mencapai hutan ini. Jarak antara perumahan dengan lokasi sekitar 300 meter. Tempat ini masih belum ramai dikunjungi tetapi tetap menjadi ikon foto pre wedding oleh para pemburu momen.

Aku pernah ada disini





Hutan Mangrove Romokalisari, Surabaya | Zona I

Jika kita bepergian dari Surabaya menuju Gresik melewati pantai utara (bukan tol), di kanan kiri jalan ada banyak sekali tanaman mangrove. Hutan mangrove Romokalisari terletak antara jalan utama dan TPI Romokalisari. Akses jalan yang dilalui menuju hutan berliku dan tidak mulus, wajib berhati-hati kalau pergi kesana pada musim hujan.

Pernah kesini dengan crew SCTV
Buah yang aku pegang itu bernama lokal buah bogem (berbentuk bundar) dari tanaman jenis Sonneratia caseolaris dan tanjang putut dari tanaman Bruguiera gymnorhiza



Suhu udara sekitar hutan Mangrove Romokalisari lebih panas dan lebih kering dibanding dengan hutan Mangrove di Surabaya. Hal ini dikarenakan letaknya berdekatan dengan area industri, pabrik dan galangan kapal.


Diajak mengidentifikasi berbagai jenis tanaman mangrove disini oleh salah satu penggemar mangrove di Jawa memberikan pengalaman tersendiri. Dari situlah aku mengerti bahwa keragaman mahluk hidup di hutan mangrove Romokalisari ini lebih banyak dibanding dengan hutan mangrove lainnya di Surabaya. Keanekaragaman yang melimpah ini membuat aku harus ekstra hati-hati dalam berjalan. Salah satu tanaman yang menghantui aku disini adalah tanaman buta-buta (bernama latin Excoecaria sp.), karena jika kita terkena getahnya ditangan maka tangan kita akan gatal dan melepuh, jika terkena mata akan menyebabkan buta. Ngeri bangettt



Sayang sekali hutan mangrove di Romokalisari kurang terjaga kebersihannya. Menurut cerita warga, tumpukan sampah disana berasal dari sampah warga sekitar yang terbawa arus air sungai. Selain itu, beberapa orang luar Romokalisari menjadikan satu titik di hutan mangrove menjadi TPA sampah.

Hutan Mangrove Romokalisari juga terkenal dengan pulau Galang nya. Sebuah pulau dengan rimbunnya tanaman mangrove dan sebagai tempat persinggahan burung-burung yang bermigrasi. Hingga sekarang, pulau Galang masih menjadi sengketa antara kota Surabaya dan kota Gresik.

Penampakan depan pulau Galang, di lihat dari TPI Romokalisari


Pulau Galang hanya berupa kumpulan sedimen lumpur yang rekat karena akar dari tanaman mangrove. Oleh karena itu pulau ini tidak dapat dihuni oleh manusia. Pulau Galang dihuni oleh komunitas dan ekosistem pantai.

Penghasil Oksigen VS Penghasil Karbondioksida

Sudah mirip burung belum? #apasih


Hutan Mangrove Wonorejo Rungkut, Surabaya (bukan Ekowisata) | Zona III

Ingat! Hutan Mangrove Wonorejo Rungkut yang kumaksud bukan hutan mangrove ekowisata yang banyak dikunjungi orang-orang. Hutan mangrove ini adalah hutan mangrove asli yang terletak di utara Wonorejo. Tanaman mangrove Rhizophora sp. mendominasi hutan ini.



Dari pintu masuk Perumahan Green Semanggi menuju ke hutan mangrove dapat dilalui dengan berjalan kaki atau motor.


Cantik ya pemandangannya

Akar lutut dari Rhizophora sp.



See, hijau banget kan, asri banget kan. That is some wonderful place with peaceful meaning. Dan mangrove adalah sabuk pantai yang memiliki main fungtion bagi kita semua. Tanpa mangrove, daratan akan semakin menyusut karena abrasi air laut. Tanpa mangrove, tidak ada lagi pelindung daratan dari ganasnya ombak. Dan tanpa mangrove, tidak ada ekosistem pantai yang hidup dan menguntungkan manusia. Mangrove tidak merugikan manusia. Tidak ada salahnya kita respect, care, dan melestarikan ekosistem mangrove. Ingat! Sepanjang hari, mangrove lah yang menjaga kita siang dan malam dari kehilangan daratan tempat tinggal kita.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Segitu dulu cerita kali ini. Terima kasih temans membaca artikel ini sampai akhir. Semoga bermanfaat.
Saya sangat ingin mendengar komentar temans setelah membaca. Silahkan, temans bebas berkomentar apa saja namun harap tetap menjaga kesopanan.
Sayang sekali komentar dengan subjek Anonymous akan terhapus otomatis, jadi mohon kesediaannya untuk memberi nama asli ya.
Terima kasih ^^.
Love, Lisa.