Sembilan hari sebelum vaksin...
L : (buka chat bundar ijo, ketik teks) Ayy, suda daftarkan Kia vaksin?
N : Mana bu? (baru balas sejam kemudian--bikin bete', why? karena do'i online sosmednya sepanjang hari) Oiya, done ya! (kirim skrinsut sukses daftar, jam dan tempat vaksin).
L : (cuman intip notif dari status bar, masih bete' wkwk) Kakak, Jum'at depan vaksin ya..
K : (diam mencerna--ingat ingat kata vaksin dengar darimana dan kapan)
L : Nanti sakit nylekit dikit, gapapa, bentaran juga hilang sakitnya, ya?
K : (mendadak ngangguk dengan wajah cerah sumringah--nampaknya suda ingat kapan dengar kata vaksin dan apa yang bikin dia hepi saat pergi vaksin) Iyaa, Kia mau vaksin..!
Serius dia seneng? Dia ngerti apa engga ya kalau suntik itu sakit wkwk.
Sepuluh hari sebelum vaksin...
Tahun keempat berada di Taiwan, saya merasakan lebih banyak membaur dengan teman-teman Indonesia dan lebih banyak waktu untuk dicurahkan pada anak-anak. Waktu saya sehari-harinya digunakan untuk bermain (haha) dan mentelengin grup playdate yang isinya masya allah ya (sezuzurnya) berat lagi manfaat. Mengapa berat? Anggotanya berilmu semuah, sering share informasi apapun tentang Taiwan. Termasuk tentang vaksin untuk toodler ini.
Terima kasih untuk mbak Aisyah, salah seorang Ibu hebat yang disela waktu sibuknya mengajar sang buah hati juga menyempatkan sharing informasi (apapun) yang sangat-sangat bermanfaat untuk para anggota grup playdate.
Hari H #SingkekKriwul vaksin covid...
Engga seperti teman-teman lainnya sebelum vaksin yang takut dengar akan disuntik, Kia malah kegirangan and remind me all the time dengan suara khasnya, "Ibuu, hari Jum'at nanti naik kereta terus Kia mau vaksin...". Malah justru anaknya lho yang ngingetin saya.
Dari pagi, dia sudah bangun sendiri (dan bangunin Ayahnya) buat siap-siap berangkat.
L : Mau kemana kak... Tumben uda bangun?
K : Mau vaksin dong~
Kami berangkat vaksin naik kereta sementara mas husband naik motor. Pikir saya, takut Kia tepar atau bagaimana bagaimana setelah vaksin, baiknya dia pulang naik motor biar cepat sampai rumah. Saya minta mas husband berangkat dulu untuk sholat Jum'at kemudian menyusul kami di klinik tempat Kia vaksin.
Cuaca begitu terik masya allah tak ada awan dan angin sama sekali. Sampai di klinik kami sama-sama nggobyosss (terutama si embul Meilin yang bersantai rebahan di strollernya--berjemurr ya bu gemooyyy). Kami dipersilahkan untuk menunggu (dan duduk) di kursi-kursi yang telah disediakan tepat didepan klinik. Tiba-tiba suasana pecah karena tangisan anak yang mau disuntik (yang melarikan diri--lalu ditangkap dan digendong Mamanya). Suara tangisannya melebihi suara motor sama bus yang lalu lalang didepan klinik. Saya geleng-geleng sambil nyengir, lalu melirik #SingkekKriwul dan memperhatikan mimik wajah plus gerak gerik tubuhnya.
Anaknya mulai panik pemirsaaahhh. Wajah Kia mulai bingung dan dari gerakan duduknya dia mulai resah. Saya diminta salah seorang petugas laki-laki berkulit putih dengan kemampuan English yang yaa lumayanlah (ngga sombong ya saya, saya juga masih lumayan koq wakakak) untuk mengisi data Kartu Kuning. Karena Kartu Kuning vaksin covidnya sama seperti punya saya, saya pede untuk ambil dari tangan dia dan mau isi. Ehtapi petugasnya ngga ngebolein, katanya biar dia yang isi. Baiquelah..
Dia tanya saya jawab. Selang beberapa kolom sudah diisi, lalu terkendala dia bingung karena melihat shenfenzheng (ARC) dan cienpoka (NHI) Kia berbeda nomor ID. Saya jelaskan bahwa memang ini dari government, saat perbaruan ARC tahun lalu nomor ID kami diubah namun dibilang kalau kartu NHI masih dapat digunakan walau berbeda nomor ID. Solusinya, pengisi data juga harus mencantumkan nomor paspor di Kartu Kuning. Tapi nampaknya si petugas tidak mengerti, tidak mengerti ada aturan itu atau tidak mengerti yang saya katakan (please don't laugh too hard). Si petugas meminta saya tunggu sebentar, dia masuk ke klinik.
Balik-balik, si petugas tadi tidak membawa Kartu Kuning (yang kelak akan dibawa Kia kalau ke luar negeri itu #etdaaahh dasar cita-cita si Ayah yang always sounding-sounding nyuruh anaknya kuliah di Eropa--dan diaminin Ibunya aamiin ya Allah, mohon di aamiin kan juga ya temans pembaca tersayang). Dan melanjutkan bertanya untuk mengisi identitas, kali ini di kertas putih yang full of huruf tak-kotak. Ngga banyak komentar deh saya, karena sudah jelas ngga bisa baca hurufnya wakakakak.
Usai isi identitas, si petugas meminta untuk Kia bersiap masuk ke dalam klinik. Mas husband langsung ambil Meilin dari stroller sambil bilang, "Ayah takut Ibu aja~". Belum ditanya lho ya padahal, ya ngga mau tanya juga sih, karena pasti jawabannya begitu kalau giliran anak-anaknya vaksin. Okay strong mommy nganterin anaknya dicubles #ehh.
Dengan percaya diri Kia masuk ke dalam klinik. Tapi ngga sampai sedetik dia tolah toleh, bukan karena melihat Ibunya tapi bingung mao kemana ini tempat baru. Iya yuuu, sini Ibu pandu. Kami masuk ke salah satu ruangan dimana seorang dokter perempuan (mungkin berusia 40-50an) masih cantik dan segar sedang duduk dan menyambut kami. Dua orang perawat bertugas mengarahkan Kia dan saya. Satu diantaranya mempersilahkan Kia duduk didepan dokter dan perawat yang lain mempersiapkan vaksinnya. Bu dokter menjelaskan dengan bahasa Zhongwen, untung saya mengerti konteks perkataannya ya Allah, alhamdulillah. Lalu beliau bilang, "ni ting tong ma? ting pu tong?". Saya meringis mengangguk, " wo ce tao itian a..", lalu mengeluarkan jurus kalimat andalan, "ni keyi ingwen ma?".
Bu dokter tertawa sinis dan nampak berat menjelaskan dengan English, 'entah tidak bisa' (masa dokter ngga bisa, literatur buku yang dia baca saat sekolah dulu apa engga ada yang berbahasa Inggris #ehh) atau 'enggan berbahasa Inggris' (beberapa paramedis termasuk dokter di Taipei melakukan tindakan diskriminasi karena yang dihadapannya adalah orang Indonesia dan berjilbab, tidak banyak memang tapi saya mengalaminya beberapa kali dan saya tandai orang seperti itu untuk tidak kembali berkonsultasi lagi--saya menghormati tindakan tersebut karena kami memang minoritas tapi dokter banyak kok pilihannya ngga hanya kamu).
Satu perawat memperlihatkan sebuah tabung kecil yang bertuliskan vaksin yang akan disuntikkan ke Kia, perawat yang lain menggulung lengan baju Kia, sementara dokter masih berceramah yang entah apa artinya karena saya tak lagi tertarik mengartikannya--perhatian saya lebih mengawasi tindakan perawatnya yang tiba-tiba sudah menyiapkan suntik dan siap menyuntik Kia. Kia masih melihat dokter yang memberinya stiker untuk mengalihkan perhatiannya. Dan JRUSSS, Kia langsung menoleh dan menarik tangannya karena merasa kaget (mungkin juga sakit). Beruntung saya pegang tangan dan bahu Kia sesuai instruksi perawat. Dari semua tindakan ini yang paling saya sesalkan adalah, saya tidak sempat melihat bagaimana perawat mendistribusikan cairan vaksin dari tabung ke alat suntik, karena mereka melakukannya jauh dari pandangan. Biasanya kalau anak-anak vaksin, diperlihatkan ke orang tua cara pendistribusiannya. Dengan begitu orang tua akan yakin kalau alat suntik yang akan dicubles ke anaknya benar terisi cairan yang sebelumnya sudah diberi tau. Laa khaula walaa kuwwata illah billah...
Keluar dari klinik, #SingkekKriwul masih aman, ngga nangis. Lalu dia duduk disebelah mas husband. Mas husband terheran-heran, "Lho kok sudah? Kok sepi?". Saya mengernyitkan dahi, "Lha maksud bapak harus gaduh gitu?". Engga tau apa suasana hati istrinya ini masih janggal sama suntikan tadi. #SingkekKriwul nyeruput naichaa favoritnya, ngga brenti-brenti. Berhentinya pas ada titi (adik laki-laki), cece (kakak perempuan), dan meme (adik perempuan) yang duduk disekitar dia menunggu untuk di vaksin. Dengan ramahnya dia menyapa setiap orang, seolah-olah lupa sama suntikan yang tadi mengagetkannya. Ibunya tepok jidat aja deh.
Bagaimana keadaan #SingkekKriwul setelah vaksin?
Alhamdulillah berangkat pulang no drama. Malahan yang paling semangat menerjang matahari si yang mau vaksin. Kebetulan jam vaksin Kia agak nanggung, nanggung mau kemana-mana. Jam dua-jam tiga siang kalau di Taipei pas summer begini seperti jam 12 siang kalau di Indonesia, matahari yang gagah dengan sinarnya yang bikin mata makin segaris tepat ada diatas kepala kita. Ditambah tak ada angin segar lewat, lihat forecast di smartphone suhu real feels nya 47 derajat celcius. Uda mirip di Arab ya pemirsah...
Saya masih ingat, satu bulan yang lalu saat Kia vaksin bebarengan dengan heat waves yang melewati Taiwan. Suasana super duper panas ini bikin kami cepat haus dan ingin nyamil. Mas husband enggan langsung pulang naik motor, diputuskanlah untuk jalan-jalan dan jajan disekitar klinik (area Taipei--Technology Building MRT Station--Brown Line).
Tertangkap sepenglihatan saya, sepanjang waktu jalan-jalan, dia riang gumbira seolah-olah lupa kalau abis vaksin. Dan yang paling bikin saya senyum-senyum sendiri ketika Kia menyapa titi, meme, cece yang sedang menunggu untuk di vaksin. Paling tidak keramahannya ini tidak membuat mereka panik sebelum vaksin dan membantu meringankan kerepotan orang tua mereka kalau-kalau anaknya menangis karena akan disuntik. Bagaimana bapak walikota Taipei, apakah mempertimbangkan Kia sebagai duta vaksin anak? xixixi.
Satu hingga tiga minggu setelah vaksin, #SingkekKriwul juga tidak menunjukkan adanya KIPI atau rewel atau bigimana bigimana, alhamdulillah... Saya tanya beberapa teman dari grup playdate yang putra putrinya vaksin di waktu yang sama dengan Kia pun juga menjawab hal yang sama : tidak ada masalah kesehatan setelah vaksin. Bismillah, makin mantab untuk mengajukan vaksin covid dosis kedua untuk Kia dan dosis pertama untuk Meilin saat bukaan registrasi lagi. Dokter tadi mengatakan selang dua puluh delapan hari bisa daftar lagi untuk dosis kedua, siappp, alhamdulillah beliau memakai English akhirnya...