Kartu NHI Tidak Sampai Rumah? Jangan Panik, Baca Pengalaman Saya

Well, sepenuhnya ini memang kesalah (paham) an saya, tapi mereka tidak menyalahkan, bahkan mereka tersenyum ramah dan sepenuhnya sibuk mengurus NHI kami.



~oOo~


Berbeda dengan 'birokrasi lama' di Indonesia ya, yang mudah sekali menyalahkan dan memperumit hal yang sebenarnya tidak rumit.

Ah, tidak tidak, saya dilarang sama mas husband membanding-bandingkan negara sendiri dengan negara Taiwan. Maka, yuk mari kita berbicara hal positif saja.


~oOo~


Menurut informasi dari petugas perempuan (bisa berbahasa Inggris) yang menangani kami saat pembuatan NHI kemarin, bahwa kartu NHI akan diantar ke apartemen kami akhir bulan Juni. Namun rupanya kartu NHI datang hanya berselang sembilan hari setelah kami membuat NHI.

Pada hari kedatangan petugas pengantar kartu NHI, yang sama sekali tidak saya duga, smartphone saya berdering tanda ada panggilan masuk. Saya lihat di layar, tertera nomor lokal (Taiwan) berawalan 02. Karena saya orangnya terlalu berhati-hati, telepon tersebut tidak saya angkat. Toh juga nanti kalau si penelepon speak up pakai bahasa Zhongwen, saya tidak tau harus menjawab apa. Saya biarkan smartphone terus berdering.

Setelah tidak berdering lagi, saya langsung chit chat sama mas husband yang kala itu sedang berada di kampus. Mas husband menyuruh saya untuk mengangkat, khawatir si penelepon adalah petugas NHI, karena awalan 02 itu dari kantor. Lah, beliau tidak menelepon lagi jadi saya tak bisa berbuat apa-apa dong, saya kekeuh sama alasan (di paragraf atas).

Setengah jam kemudian smartphone saya berdering lagi. Bukan telepon melainkan pesan masuk. Berikut pesan masuknya.

Hmmm

Screenshoot lalu terjemahkan pakai google translate. Kurang paham. Copy pesan lalu terjemahkan lagi di google translate. Baiq. Fix, kalau kami harus kembali ke kantor NHI. Dugaan saya ada dua : langsung bisa ambil kartu NHI dan mengurus administrasi NHI dari awal.




Kemarin, setelah mas husband sholat Jum'at di Taipei Cultural Mosque, kami bergegas ke kantor NHI. Mas husband menantang saya untuk mengurusnya sendiri. Hmmm, saya terima tantangannya walau ya hati ini deg-deg an.

Panik dong saya saat ke bagian informasi dan tak ada seorangpun petugas bagian informasi yang mengerti English. Petugas perempuan separuh baya ini seperti terburu-buru (like usual orang-orang Taiwan yang selalu berlaku taktis dan cepat tanggap dikesehariannya--kami aja yang menyebutnya terburu-buru karena masih terbiasa dengan lingkungan Indonesia yang slow motion) bertanya pakai bahasa Zhongwen kemudian menyodorkan secarik kertas berlaminating yang berisi tulisan berbahasa Inggris. Namun maksud kedatangan saya tak ada di satupun pilihan yang ada di kertas tersebut. Buka google translate dan bersiap menerjemahkan maksud saya ke bahasa mereka. Namun tiba-tiba fokus mata tertuju ke belakang petugas informasi, ada sederet loket dengan tulisan 'NHI Card Pick-Up'. Sontak saya langsung menunjuk kebelakang petugas dan berkata, "NHI Card Pick-Up" ?

Beliau menekan mesin yang ada didepannya dan menarik kertas kecil dari mesin tersebut lalu diberikan ke saya sambil berkata dengan bahasa Zhongwen (yang sudah jelas saya tak mengerti) dan menunjuk belakang saya. Oh I see. Saya berterima kasih pada beliau kemudian menuju ke loket 'NHI Card Services'.

Loket NHI Card Services

Sembari menunggu antrian, mas husband cengar-cengir lalu berkata, "Ayah suka lihat Ibu panik kayak tadi". Hmmm #jitak. "Ayo siap-siap bu, tu bentar lagi nomormu. Ini servis macam apa sih, baru aja duduk uda mau dipanggil aja". Lha mbok kiro ini antrian rujak cingur viral, ayy? Ngantriii sak dawan-dawan wkwkwk. Oke, jowo-ku metu.

Nomor antrian saya dipanggil mesin pakai bahasa Zhongwen. Langsung dong saya ke loket.

"Ni kei ingwen ma?"

Petugas loket laki-laki yang juga sudah berusia senja ini mengernyitkan dahi. "ARC ARC", pungkasnya kemudian.

Oke, kayaknya Ni kei ingwen ma tak berlaku hari ini. Saya langsung mengeluarkan ARC saya dan ARC Kia dari dalam tas lalu memberikan pada beliau.

"Liang ke?" (dua?).

"Shi" (iya, digunakan jika berbicara pada orang yang lebih tua).

Bahagianya saya bisa mengerti dan menjawab beliau dengan bahasa Zhongwen.

Beliau menatap layar komputernya bergantian dengan kartu ARC kami. Lalu berbincang dengan teman sebelahnya (yang tidak bisa saya lihat karena ketutupan sama layar komputernya) sambil mengibas-ngibaskan kartu ARC Kia, lalu sesekali tertawa.

Saya mengerti, mereka mengetawakan nama Chinese Kia : Ke'ai.

"Ke'ai means Kawaii", kata beliau sambil tersenyum.

Di kertas nomor antrian saya tadi, beliau menulis kode nomor yang nampaknya keluar dari layar komputernya. Kemudian mengatakan sesuatu sambil menunjuk sebuah gambar loket NHI Card Pick-Up. Baru sedetik saya lihat dan akan mengangguk, beliau langsung dengan sigap beranjak dari tempat duduknya. Beliau berdiri sontak saya pun ikut berdiri. Lalu beliau berjalan memutar, keluar dari loket, berjalan menuju tempat saya, sambil mulutnya komat-kamit (saking cepatnya beliau berbicara namun tak terdengar jelas ditelinga juga bahasanya pun tak saya mengerti).

Saya paham bahwa beliau akan mengantar saya ke loket NHI Card Pick-Up. Batin saya, pak, mpun mboten usah repot-repot, kulo ngerti maksud njenengan. Namun tetap beliau berjalan menuju loket NHI Card Pick-Up sambil memasang gestur tubuh agar saya mengikutinya.

Loket NHI Card Pick-Up

Sampai di loket, beliau memberikan kertas yang berisi kode dan ARC kami ke petugas loket dan menyuruh saya untuk mendekat. Saya pun berjalan didepan tatapan-tatapan mata yang sedang mengantri untuk dipanggil. Gusti Allah, paringi kulo kuwat...

Setelah saya mendekat beliau pergi begitu saja. Dan bodohnya, saya lupa berterima kasih. Huft.

Ada dua petugas yang menjaga loket NHI Card Pick-Up, keduanya perempuan hanya berbeda usia. Kali ini saya mengikuti saja perintah mereka, belajar mengamati bahasa Zhongwen, dan sedikit melupakan Ni kei ingwen ma. Lha kok petugas yang memakai rompi berwarna kuning dan nampaknya beliau sudah berusia senja sekali, bisa berbahasa Inggris. Beliaulah yang membantu saya menerjemahkan perintah petugas satunya, tanpa saya minta. Masya Allah...

Alhamdulillah

Hanya tanda tangan serah terima, kartu NHI sudah bisa diambil.

Masya Allah, begitu mudahnya prosedur hari ini. Saya yang lalai karena tak menjawab telepon orang kantor NHI, tapi malah mereka semua yang repot mengurusi proses pengembalian kartu NHI kami. Semua prosedur hari ini, dari yang mbulet di bagian informasi sampai pengambilan kartu NHI tidak sampai memakan waktu setengah jam. Terima kasih banyak untuk semua petugas NHI.


~oOo~


Kembali lagi, kelalaian saya ini tidak boleh dicontoh dan dalam pembuatan NHI pun tidak boleh dientengkan ya.

Terima kasih sudah membaca artikel saya, semoga bermanfaat. Salam.

Urus NHI Taiwan Sendiri? Ngga Ribet Kok !

NHI (National Health Insurance) di Taiwan atau yang biasanya dikenal dengan nama Zhongwen 險保卡 (Xiǎn bǎo kǎ, baca Cenbokka), adalah kartu asuransi kesehatan yang wajib dimiliki baik penduduk lokal maupun pendatang yang tinggal di Taiwan selama lebih dari enam bulan. Fungsi asuransi ini sama seperti fungsi BPJS kalau di Indonesia.


FYI, sebenarnya saya kurang paham apakah NHI ini wajib ato tidak wajib bagi penduduk. Mungkin bisa dibilang seperti ini ya, WAJIB bagi yang keuangannya pas-pasan, dan TIDAK WAJIB bagi yang keuangannya melimpah-ruah. Tapi seperti yang kita ketahui bahwa warga Taiwan ini hampir seluruhnya taat terhadap aturan pemerintah, jadi yaa jika aturannya diwajibkan maka hampir semuanya terdaftar NHI. Tapi kembali lagi, Taiwan juga termasuk negara demokrasi, warganya punya hak untuk mengiyakan dan menolak. Sayangnya saya tak punya pengetahuan lebih tentang itu.


~oOo~


Pada awalnya, sejak kedatangan di Taiwan hampir dua semester yang lalu, kami selalu menunda untuk bikin NHI, alasannya belum butuh (ini nih jeleknya). Kalau mas husband, NHI nya sudah di cover sama pihak kampus, mas husband cukup membayar tiap semesternya. Lalu tiba-tiba selama bulan puasa kemarin berturut-turut deh mas husband lalu saya lalu Kia sakit.


Baca juga : Ikut suami lanjut sekolah di Taiwan? Siapa takut !


Sepertinya bisa ditandai ya, tiap musim dingin dan musim panas selalu sakit flu. Flu mas husband dan saya masih bisa ditreatment dengan minum obat, sementara Kia hmmm, saya tidak berani kasih dia obat orang dewasa. Untungnya saya minum obat flu karena saya sakit, jadi Kia pun juga ikut minum obat yang sama melalui ASI, yaa walaupun dapat cuma 1-10% nya tapi kan lumayan yak.

Sayangnya Kia tak kunjung sembuh, suhu tubuhnya di beberapa hari panas tinggi sampai 39,5 derajat celcius. Khawatir dong, sanmol penurun panas yang saya bawa dari Indonesia hanya sedikit meringankan suhu tubuhnya. Hingga akhirnya sampai di hari raya Idul Fitri kemarin, Kia kelihatan lesu dan pucat. Flu yang dia derita membuat badannya lemas dan jadi agak panas. Diputuskanlah setelah sholat Ied, Kia dibawa ke rumah sakit tempat dia biasa imunisasi. Kia diperiksa dokter dan diberi resep obat. Karena ngga pakai NHI, kaget dong kami sama biaya dokternya, huft. Belum ditambah sama biaya obat yang akan dibeli dan transportasinya. Bagi kami, ini adalah sebuah pelajaran.

Mengambil pelajaran dari pengalaman Kia ke dokter, kami tak ingin terulang kedua kalinya, minggu depannya sebelum saya ke dokter kulit untuk periksa alergi di dua jari tangan--kami mengurus dan bikin NHI dulu. Satu-satunya alasan adalah, agar tidak kaget sama biayanya.


 ~oOo~


Kami datang ke kantor Taipei Division NHI yang beralamat : No.15-1, Gongyuan Rd, Zhongzheng District, Taipei, 10041. Karena kami pecinta MRT, gampang saja mencari alamatnya dari ancer-ancer MRT. Yap, kantor tersebut hanya berjarak kurang lebih 300 meter dari MRT NTU Hospital (Red Line / Jalur Merah) exit 3.

Masuk ke kantor, diarahkan oleh bapak satpam untuk ke pusat informasi di lantai satu. Buat yang belum lancar bahasa Zhongwen, bisa kok pakai bahasa Inggris. Bilang saja ke petugasnya : Ni ke yi yingwen ma? (baca : ni ke i ingwen ma?, artinya : apakah kamu bisa bahasa Inggris?). Kalau dijawab : Keyi (bisa) atau Dui (baca : tuwe, arti : iya), maka kita bisa langsung bertanya menggunakan bahasa Inggris. Kalau yang ditanya bingung, biasanya kita akan diarahkan ke petugas yang bisa berbahasa Inggris.

Pusat informasi. Salut dong, usia tidak membatasi beliau untuk mengerti English.

Dari pusat informasi, oleh petugas yang bisa berbahasa Inggris kami diambilkan nomor antrian kemudian diarahkan ke bagian pembuatan NHI. Ngga pakai nunggu lama, nomor kami langsung dipanggil oleh mesin pemanggil, tentunya pakai bahasa Zhongwen yes.

Nunggu sebentar.

Kebetulan petugas yang ada dihadapan kami tidak bisa bahasa Inggris (petugas laki-laki berkaca mata), jadi kami dibantu oleh petugas lain yang bisa berbahasa Inggris (petugas perempuan berkaca mata juga). Kami disodorkan selembar kertas berisi informasi separuh huruf Zhongwen dan separuh huruf English. Poin yang dapat saya ambil setelah membaca adalah membuat kartu NHI harus minimal tinggal enam bulan di kawasan Taiwan. Ditimpalilah sama mas husband, do'i berkata dengan mimik wajah setengah ketawa setengah sedih : berarti kita bayar NHI dari bulan Maret...

What !?, saya mencoba calm down dan tak panik, yaudah tinggal hitung aja, per bulan dikenakan biaya 749NT.

Setelah hitung menghitung, mas husband disodori dua lembar form (sedihnya dari atas sampai bawah form berisi tak-kotak huruf Zhongwen semua) dan diminta untuk menyiapkan beberapa dokumen si pembuat NHI. Dua lembar form ini wajib diisi data pembuat NHI, in case saya dan Kia. Dokumen yang diminta adalah ARC dan pasfoto (untuk masing-masing saya dan Kia), akta kelahiran bayi (untuk Kia) dan dokumen pendukung adalah NHI mas husband.

Ada yang bisa bantu isi?

Namanya juga kami bonek dan hanya memiliki persiapan apa adanya (ditambah mas husband yang menggampangi persyaratan ngurus NHI ha ha). Jadi, dalam dokumen yang dibawa mas husband tak ada akta kelahiran Kia dan pasfoto kami berdua (yang banyak malah sertifikat ijasah dkk punya mas husband--gimana coba--yang mau didaftarin istri dan anaknya--eh yang banyak dibawa malah dokumennya sendiri--hadeh). Bingung dong kami, petugasnya pun ikut bingung. Mas husband menyodorkan Kartu Keluarga kami dan meyakinkan dari KK ini sudah jelas bahwa Kia adalah anak kami berdua.

Lamaaa sekali mereka berunding dibelakang meja, sesekali petugasnya bergantian ke belakang ruangan, entah apa yang mereka diskusikan.

Dan.. YAK, selang beberapa menit, alhamdulillah mereka meloloskan kami dan dokumen Kia segera di approve. Petugas perempuan kembali menyodorkan form yang berisi bahasa Zhongwen tadi kemudian menunjuk tempat pas foto. Mas husband menjawab tidak membawa pasfoto. Petugas perempuan bilang, ya sudah ngga papa kami punya data foto ARC kalian. WOW.

Petugas laki-laki membantu mengisi form karena sudah tentu mereka tau bahwa kami tidak bisa menulis huruf Zhongwen. Duh baiknya... Agak lama juga beliau mengisi formnya.

Diisikan dong... Baik bats.

Sambil menunggu petugas laki-laki menyelesaikan isian form, petugas perempuan menjelaskan beberapa hal detail mengenai pengambilan kartu NHI. Kartu NHI akan dikirim ke tempat tinggal sekitar akhir bulan Juni. Bill pembayaran akan dikirim juga ke alamat tempat tinggal akhir Juli. Maka pembayaran NHI akan dirapel selama empat bulan (dari bulan April sampai bulan Juli) dan harus dibayar maksimal awal bulan Agustus. Pembayaran bisa dilakukan di bank maupun franchise 7-11. Detail ini mungkin berbeda dengan pendaftar NHI lainnya.

Jadi, fix, kami membayar NHI setelah bill pembayaran datang ke apartemen. Terus ngga bisa ke dokter malam ini dong... Hellow, ini Taiwan shaaayyy. Peraturannya beda dong.

Sudah siap pakai dong.

Selesai semua penjabaran, kami diberikan dua lembar kertas kecil dan satu lembar kertas berwarna merah muda, semuanya dijepret jadi satu. Kertas-kertas ini adalah bukti sudah mendaftar NHI dan SUDAH SIAP PAKAI. WOW (2).

Hao le ma? (sudah ya?). Hao le hao le (sudah sudah). Xie xie (terima kasih).

Kami bergegas meninggalkan tempat setelah berterima kasih pada kedua petugas yang membantu kami.


~oOo~


Masih kurang percaya ya, setengah shock juga saya. Pembayaran NHI dimulai setelah selang enam bulan dari kedatangan di Taiwan BUKAN dimulai saat mendaftar NHI. Kami datang bulan September, dan enam bulan kemudian (bulan Maret) wajib bayar NHI jika mendaftar. Biaya bulanan NHI dikali empat bulan dikali dua (saya dan Kia). Langsung duwarr jederrr. Gapapa lah ya, demi kesehatan dan demi biaya kesehatan yang tak besar dilain hari juga.

Lebih kurang percaya lagi, hanya dengan bukti kertas pink diatas sudah bisa langsung digunakan jika mau ke rumah sakit atau klinik. Terbukti, malam harinya saat saya ke dokter kulit dekat rumah, lalu ditanyai mana cenbokka nya, saya sodorkan bendelan kecil kertas pink tadi ke resepsionisnya, sudah deh bayar "ngga pakai mahal" untuk konsultasi dokter plus dapat obat lagi. Alhamdulillah.

Lagi juga ngga percayanya, walau dokumen yang kami bawa kurang, tapi tidak jadi masalah bagi mereka, semua diurus hanya di satu meja, ngga di-ping-pong harus kesana-kesini. Namun kami ini juga ngga boleh dicontoh ya, sebelum mendaftar NHI, temans kudu mempersiapkan dokumennya secara lengkap dan ngga boleh ngentengin.

Ada seorang kawan bercerita bahwa dia harus segera masuk ICU rumah sakit. Tentunya beliau memakai fasilitas NHI di rumah sakit tersebut. Oleh pihak rumah sakit Kawan tadi dilayani dan ditreatment dengan sangat baik. Tidak dibedakan pelayanan rumah sakit yang menggunakan NHI dan yang tidak. Semua sama, diberi pelayanan bagus.

Sudah terbukti kan, bikin NHI Taiwan secara personal tidak akan ribet. Tidak perlu takut juga kalau ke rumah sakit pakai NHI akan diberi pelayanan yang berbeda. So, jangan ragu untuk bikin NHI ya. Demi kesehatan juga.



Salam, terima kasih sudah mau membaca artikel ini sampai akhir ya, sampai jumpa diartikel berikutnya ^^.

Buka Puasa di Kunming Islamic Restaurant, Cita Rasa Mediterania di Tengah Kota Taipei

Rencana saya, di tiga hari bulan Ramadhan kemarin berbuka puasa di luar rumah. Alasan utamanya, saya sedang ingin menyembuhkan dua jari tangan kiri saya yang abnormal karena alergi, kan perih tuh kalau dipakai memasak terus-terusan. Nah, berturut-turut rencana saya ingin berbuka di resto pilihan mas husband (yang sebentar lagi akan saya ulas), lalu di masjid kecil (Taipei Cultural Mosque) dan hari terakhir puasa di masjid besar (Taipei Grand Mosque). Sayangnya, flu di tubuh saya dan Kia yang sedang kuat-kuatnya di hari-hari terakhir puasa membuat saya membatalkan rencana itu. Kami bertiga hanya keluar makan di Kunming Halal Restaurant H-3 sebelum hari raya.


Namanya Kunming Islamic Restaurant atau biasa dikenal dengan Kunming Halal Restaurant dan nama chinesenya 昆明園 / 清真昆明園餐廳 adalah termasuk salah satu restoran halal pertama di Taipei. Didirikan sekitar 19 tahun yang lalu (menurut websitenya) oleh ownernya yang seorang Muslim dan in sya allah bisa dipastikan bahwa makanan yang disajikan berasal dari bahan-bahan yang halal. 


Baca juga : Berani Coba Beef Noodle Taiwan?


Dari apartemen kami, Yonghe New Taipei City, seperti biasa naik bus 672 (bisa juga naik bus 207) menuju stasiun MRT Gongguan (Green Line/Jalur Hijau), kemudian turun di stasiun MRT Nanjing Fuxing exit 5 (tetap di Jalur Hijau ya).

MRT Nanjing Fuxing Exit 5.

Masuk gang yang ada disebelah kanan exit 5, kemudian jalan sekitar 100 meter, melewati pemandangan yang indah (apartemen mewah hehehe), ngga lama sampai deh di tujuan.

Do'i : Selfie dulu dooong..

Saya agak khawatir mau masuk. Bukan karena suasana didalamnya, melainkan karena restoran ini sedang tak ada orang, padahal sebentar lagi masuk waktu untuk berbuka puasa. Hmmm, barangkali sebentar lagi akan ada rombongan yang datang. Juga beruntung sih sepi begini, saya dengan leluasa mengabadikan nuansa islami restoran. Ijin dulu ya laopan.. (Laopan, bahasa Zhongwen yang berarti = bos).

Nuansa islam modern, dilihat dari pintu masuk.

Perhatikan jam kerja nya ya kalau mau makan disini ^^.

Masuk ke dalam restoran, disambut oleh seorang laki-laki paruh baya (namun masih kelihatan sangat bugar). Dengan menggunakan intonasi bahasa English bercampur Zhongwen, beliau memberikan dua buah buku menu tebal kemudian meninggalkan kami untuk memilih menu. Cuaca Taipei di bulan Juni ini sedang hot hot nya, tidak ada angin, walau banyak pepohonan dimana-mana namun sama sekali tidak memberikan kesejukan, saya pun terheran-heran. Sang pria paruh baya tadi mengerti kalau mas husband sedang kepanasan, oleh karenanya beliau langsung menyalakan pendingin ruangan. Alhamdulillah akhirnya...

Kami masih melihat-lihat menu, memilah-milih menu apa yang akan dimakan kami bertiga (dan yang sesuai kantong tentunya). Hmmm, FYI, kalau mau makan disini harus menyiapkan budget minimal 500NT ya (iseng : silahkan di rupiahkan, tapi ingat jangan sakit hati). Kemudian sang pria tadi memberikan beberapa menu takjil, GRATIS. Alhamdulillah...

Menu takjil.

Berikut menu-menunya sudah saya abadikan disini. Silahkan dilihat. Boleh dijiplak asal ijin dulu, terima kasih.

Pengantar buku menu. Silahkan dibaca, ini penting.

Aneka bumbu dasar.










Sudah lihat-lihat, kami memilih tiga menu makanan dan dua minuman :  1 Briyani rice with chicken, 1 Chapati, 1 Fried beef with sour vegetable, 1 Orange juice dan 1 Mango juice.

Oiya, saat saya ke dalam menemui pria tadi untuk memesan menu, ada segelitik hal yang menarik dari restoran ini. Coba lihat beberapa mejanya, meja makan yang dipenuhi dengan lembaran demi lembaran uang kertas dari berbagai negara. Kami menduga ini uang kertas dari pengunjung yang datang. Didalam uang kertas pun terdapat tulisan berisi pesan untuk yang membaca, kebanyakan berisi testimoni dan pengalaman makan di restoran ini. Tapi jangan mencari tulisan si "ini" LOVE si "anu" ya, ngga ada dan ngga usa aneh-aneh.

Kalau mau memesan disini.

Salah satu meja, penuh dengan lembaran uang kertas dari beberapa negara.

Ada yang lihat uang Indonesia ngga?hehehe.

Alhamdulillah sudah masuk waktu maghrib, kami langsung mencicipi takjil sebagai pembatal puasa hari ini. Ngga pakai lama, pesanan kami datang. Begitu tuh orang Taiwan, kecepatan adalah hal yang utama.

Briyani Rice with Chicken untuk saya dan Kia.

Chapati pesanan Ayah.

Fried Beef with Sour Vegetables pesanan Ayah.

Orange juice untuk Ayah (depan), Mango juice untuk saya, dan ada satu mangkok mangga takjil.

Jangan ditanya soal rasa ya, wah sudah sangat pantas dan sesuai dengan harganya kok. Makanya yang datang dari berbagai negara. Malahan ada salah satu artikel dari blog pribadi yang menyebutkan bahwa dia suka makan di restoran ini, kalau ke Taiwan justru yang dikangenin adalah masakan disini, FYI pemilik blog yang saya ceritakan barusan adalah non muslim.

Usai berbuka puasa, kami menjalankan sholat maghrib disini, sebab disekitar radius kurang lebih empat kilometer tidak ada masjid atau mushola. Kata mas husband, dulu saat do'i makan disini, sholat maghribnya ada ruangan khusus didalam, namun karena tempat tersebut sekarang sedang ada yang reservasi dan penuh dengan sekelompok orang lokal, kami sholat di tempat kami makan. Beruntung hingga kami selesai makan, tidak ada pengunjung yang datang, jadi kami bisa menggunakan tempat makan ini jadi tempat sholat. Mas husband meminjam sajadah pada pria yang tadi.

Kok saya rasa pria yang tadi lebih dari sekedar pelayan ya, jangan-jangan beliau laopan disini..hmm, terlihat bugar, berwibawa dan sembari menunggu pengunjung beliau membaca buku. Mister Yacob Mah? Saya cuma berani tanya dalam hati hahaha.

Jadi Kia, mau makan kesini lagi nanti? || Mmmnnnggg...

Restoran yang unik, makanannya sangat enak dan mengenyangkan, nuansa islami, tempat makan dan kamar mandinya bersih, bisa nih ditandai, kalau ada rejeki lagi bisa makan lagi disini.



Baiq, segitu dulu ya cerita saya makan di salah satu restoran halal di Taipei. Semoga artikel ini bermanfaat dan bisa jadi referensi temans yang ingin makan makanan halal di Taipei. See you on next article ^^.



Kunming Islamic Restaurant
No. 26號, Lane 81, Fuxing North Road, Songshan District, Taipei City, 105.
Open Weekdays (11.30-14.00 and 17.30-21.30),
Weekend & Public Holiday (17.30-21.30).

Merayakan Hari Kemenangan di Taiwan

"Ayy, lebaran besok kita pulang ato gimana?"
"Disini aja lebaran bu, belum setahun juga kita. Ayah mau ngerasain lebaran di Taiwan..."

BAIQLAH.

Jauh-jauh hari saya sudah membayangkan bagaimana hari-hari puasa di Taiwan, bagaimana juga sholat Idul Fitrinya, bagaimana persiapannya, apakah nanti bisa dijalani ato engga, ribet ato engga. Ditambah juga pikiran : wah berarti saya juga harus bisa bangun sendiri 2-3 jam sebelum waktu Subuh Taipei. Harus menyiapkan sendiri makanan dan sebagainya untuk dua bayi (si kecil Kia dan si besar Mas Husband). Bisa engga ya ngatur waktu, bisa engga ya ngurus rumah sendirian?


Baca juga : Ikut Suami Lanjut Sekolah di Taiwan? Siapa Takut!


Foto bersama Wakil Walikota Taipei dan Staf (tapi yang memakai kopiah entah siapa dia tiba-tiba ikut nongol di foto ha ha).

Kenyataannya SAYA BISA.

Walaupun hari-hari diwarnai dengan Kia yang rewel makan karena tumbuh gigi, mas husband yang manjanya jadi berkali-kali lipat saat dibangunkan sahur, dua jari tangan kiri yang tiba-tiba jadi abnormal karena alergi dan sakit sekali kalau sudah bertemu dengan irisan bawang atau perasan air jeruk nipis, lalu di hari-hari terakhir kami bertiga bersamaan kena influenza berat. TAPI saya bisa melewati bulan Ramadhan di negeri orang. Tentunya karena dukungan dari mas husband dan si kecil yang bisa kooperatif kalau dibilangi sesuatu, dan mereka berdua juga bisa jadi "amuser" sehari-hari saya. Semuanya terasa mudah, dan semoga tahun depan dapat menjalani ramadhan lagi disini, in sya allah.

Saya ingin sekali menulis tentang hari-hari ramadhan di Taipei tapi kali ini saya tak bisa berjanji. Biarlah kali ini terserah waktu dan jemari tangan yang menentukan, mohon jangan ditunggu. Tapi di artikel ini saya akan bercerita tentang Merayakan Hari Kemenangan di Taiwan. Boleh disimak sampai habis ya, monggo duduk yang manis dulu.


~oOo~


Kia yang sedang sakit pilek dan batuk, tidak bisa tidur nyenyak di malam hari raya. Sehingga pukul satu dini hari (waktu Taipei - Rabu 5 Juni 2019), saya pun ikut terbangun karenanya, padahal baru jam 11 saya bisa tidur. Jelas sudah, kalau Kia bangun, dia pasti rewel dan manja luar biasa. Kia bangun karena kesulitan bernafas dan sudah jadi tugas saya menenangkan dan meringankan beban lendir di jalur nafasnya.

Kia sudah aman dan bisa tidur nyenyak dua jam kemudian, saya mau tidur juga kok ya takut kebablasan. Lalu saya pun ngutak-atik sesuatu di dapur, satu jam kemudian jadilah Opor Ayam permintaan mas husband untuk dibawa saat sholat nanti. Dibawaaa???

Beberes-beberes-beberes, pukul enam pagi waktu Taipei saat matahari sudah bersinar terang, kemi keluar apartemen. Foto narsis dulu, walau bawa tripod tapi karena males ngeluarin dari dalam tas akhirnya minta bantuan sama stroller Kia. Beginilah hasilnya.

Kami tinggal di paling atas sebelah kiri.

Kami bertetangga dengan sahabat mas husband saat do'i ambil S2 double degree di ITS Surabaya dan NTUST (Taiwan Tech / Guólì Táiwān Kējì Dàxué / 國立臺灣科技大學). Namanya mas Saide. Yaaa, karena mas Saide inilah mas husband terpacu untuk mengejar S3 nya di NTUST lagi. Mas Saide kembali melanjutkan S3 di Taipei setelah menikah dan membawa serta istrinya, mbak Herza. Kalau temans sering pantau IG saya yang ini atau yang ini, maka disitu juga ada foto couple date kami.

Kami ber empat setengah bersama-sama pergi ke tempat dilaksanakannya Sholat Idul Fitri.

Tidak menyangka, ada banyak tempat pelaksanaan Sholat Ied di Taiwan, sekitar 23 tempat tersebar di penjuru kota di Taiwan. Di Taipei sendiri ada tiga tempat pelaksanaan Sholat Ied : Masjid Besar (Taipei Grand Mosque / Táiběi Qīngzhēn Dàsì / 臺北清真大寺), Masjid Kecil (Taipei Cultural Mosque / Táiběi Wénhuà Qīngzhēnsì / 台北文化清真寺) dan Taipei Main Station (Táiběi Chēzhàn / 台北車站).

Mas husband memutuskan untuk sholat di Taipei Main Station karena perkiraan yang mewadahi pelaksanaan Sholat Ied disana adalah dari organisasi PCINU Taiwan, jadi nanti jika ada khutbah pasti memakai Bahasa Indonesia. Sementara di masjid besar dan masjid kecil, menurut pengalaman do'i pas sholat Jum'at disana, khutbah Jum'at memakai Zhongwen atau bahasa penduduk Taiwan. Sementara mas Saide ikut keputusan mas husband, mungkin karena beliau dan istri sudah merasakan 2x sholat Ied disini..hihihi.

Dari apartemen kami naik bus 262 dan turun di seberang Taipei Main Station. Matahari yang bersinar terang membuat muka saya bercahaya dan setengah gosong. Ditambah pula hawa kota Taipei yang pengap tak ada angin segar yang lewat, bikin baju pula setengah basah karena keringat. Berbeda dengan Indonesia ya, walau mataharinya kuat bersinar tapi juga selalu ada angin segar yang menyertai. Ya begitulah.

Diseberang, terlihat jamaah wanita sedang mengantri untuk mendapat tempat sholat

Pelaksanaan Sholat Ied di Taipei Main Station ada tiga gelombang, pukul 06.30, 07.15 dan 08.00. Kami kira akan kebagian sholat di gelombang kedua, rupanya saat kami datang sholat belum dimulai. Kami berpisah untuk mencari shaf sholat, mas husband dan mas Saide menuju shaf sholat paling depan, lalu saya dan mbak Herza bertemu dengan dua orang anggota PCINU Taiwan. Karena saya kenal, beranilah saya bertanya bolehkah sholat di luar batas? Orang pertama yang berpakaian seragam seperti tentara--yang belakangan saya baru ingat kalau itu seragam BANSER NU--beliau berkata dengan sopan dan bahasa yang halus tapi tegas, bahwa tidak boleh sholat di luar batas dan bisa mengikuti sholat gelombang kedua.

Kami berdua langsung putar balik berjalan ke belakang--tetap kekeuh ikut sholat gelombang pertama dan mencari barangkali ada shaf yang kosong untuk kami berdua dan stroller si kecil. Kemudian saya berpapasan dengan seorang anggota PCINU Taiwan yang kebetulan juga kenal, saya kembali bertanya, mohon maaf pak apakah boleh saya sholat disini (luar batas)?. Beliau berfikir sebentar kemudian menjawab dengan cepat, boleh mbak monggo. Baik, saya dan mbak Herza langsung membeber koran dan sajadah, sementara si kecil saya taruh disamping. Alhamdulillah, si kecil anteng selama sholat berlangsung.

Jamaah wanita mayoritas penduduk Indonesia.

Saya tidak sempat mendengarkan khutbah secara khusu` lantaran beberapa jamaah wanita tidak sabar untuk berbicara dan ada yang terburu-buru meninggalkan tempat. Karena sedikit jamaah yang terburu-buru meninggalkan tempat membuat beberapa jama'ah wanita lain membereskan barang-barangnya dan ikut meninggalkan tempat. Terpaksa saya pun juga turut berberes-beres dan harus segera meninggalkan tempat, jika tidak saya bisa kena srudug.

Buru-buru pergi.

Saya pun jadi maklum, karena kebanyakan jama'ah wanita adalah para pekerja yang menjaga nenek jadi mereka tidak bisa meninggalkan neneknya lama-lama. Bahkan disini juga ada nenek yang ikut pembantunya. Sungguh pemandangan yang tak biasa buat saya.

Sungguh luar biasa nenek ini, rela berjemur demi menunggu si mbak Sholat Ied.

Yang memakai kursi roda ini pun juga nenek - nenek yang ikut si mbak Sholat Ied.

Aula Taipei Main Station adalah tujuan kami berikutnya. Hohoho, banyaknya penduduk Indonesia disini seakan-akan menyulap aula TMS menjadi aula terminal Purabaya, kalau kata mas husband : Ini aula mirip pasar Blok M aja. Saking banyaknya orang Indonesia, sampai-sampai penduduk lokal banyak yang mengabadikan dengan kamera mereka dan memberi caption "Welcome to the Southest Asia" dan sebagainya. Tak sedikit pula yang ikut melongo keheranan, mungkin pikir mereka hari ini kan bukan hari Minggu, kenapa ada banyak sekali orang Indonesia disini, hahaha.

Aula TMS dijadikan ajang berkumpul sanak saudara. Hampir semua orang disini memegang handphone untuk berkomunikasi dengan keluarga di Indonesia.

Tak jarang juga ada yang piknik disini.

Tak terkecuali kami ber empat setengah. Aula TMS ini didesain sangat nyaman dan sejuk (dibanding luar aula yang masya allah panasnya) sehingga membuat semua orang betah berlama-lama disini. Kami mendapat spot duduk yang nyaman dan bersih. Langsung lah kami membuka makanan yang dibawa dari rumah, yap, Opor Ayam!

Makan sambil ngobrol, ngobrol sambil makan. Kami berempat layaknya saudara jauh yang dipertemukan dalam mencari ilmu di Taiwan. Walau kami bertetangga, bukan berarti kami banyak ngobrolnya, tidak, kami saling menjaga privasi. Jadi, waktu yang seperti inilah waktu yang pas untuk mengobrol, dan ya, saking banyaknya obrolan sampai lupa ujung dan pangkal obrolannya apa.

Keluarga kecil NTUST di Yonghe.

Selang beberapa menit, ada rombongan orang lokal Taipei datang dengan kamera dan spanduknya yang datang menyapa dan menyalami orang-orang di aula. Beberapa bu-ibu berjilbab pun terlihat genit tak sabar minta foto dengan rombongan tersebut. Siapakah rombongan itu? Artis Taiwan?

Dan jawabannya adalah BUKAN.

Rombongan ini adalah rombongan orang-orang pemerintahan Taipei, yang saya dengar dari salah satu penerjemahnya bahwa bapak laki-laki berkemeja putih ini adalah Wakil Walikota Taipei. WOW.

Saat saya merekam pergerakan mereka dengan kamera #S7EdgeLisa , beliau yang berkemeja putih lantas menghampiri tempat duduk kami, rombongan pun turut serta mengikuti.

Wakil Walikota Taipei menyapa mas husband.

Beliau melihat Kia yang sedang tertidur dan bertanya pada mas husband yang sedang menggendong Kia. Beliau melontarkan beberapa pertanyaan dan diterjemahkan oleh seorang wanita paruh baya namun masih terlihat cantik yang selalu berada disampingnya. Pertanyaannya dimulai dari berapa umur Kia dan kamu sedang bekerja atau belajar. Mas husband yang sedikit banyak mengerti Zhongwen pun kadang ikut menjawab dengan bahasa serupa. Terakhir, para kru menyarankan untuk berfoto bersama sebelum Wakil Walikota Taipei beranjak ke tempat berikutnya.

Sesi wawancara, eh.

Saya salut terhadap pemerintah Taipei dan Taiwan yang sudah memfasilitasi kami penduduk Indonesia pada khususnya (sehingga bisa berkumpul dengan nyaman di aula TMS) dan sebagai umat muslim di Taipei pada umumnya (sehingga bisa menunaikan Sholat Idul Fitri dengan tenang dan tertib).

Waktu hampir berteriak "sudah siang woiy", mengingatkan kami bahwa ini bukanlah Weekend tapi hari Kamis, dan hari ini pun tidak libur seperti di Indonesia. Karena mas husband hari ini minta libur kerja, jadilah kami merencanakan untuk pergi ke dokter untuk memeriksa Kia sepulang dari sholat Ied, sementara mas Saide dan istri ada kesibukan di kampus. Jadilah kami berpisah sekitar pukul 10.

Dengan begitu usai sudah cerita hari kemenangan. Hari Kemenangan Idul Fitri sungguh hari yang menyenangkan. Tradisi sholat Ied pun tidak ketinggalan. Hanya saja berkumpul dengan sanak saudara lah yang berkurang. Namun semakin tambah jaman, semakin pula ke-modern-annya. Jarak tak dapat menghalangi untuk berkomunikasi. Sore harinya kami bergantian menelepon keluarga di Indonesia untuk meminta maaf dan meminta ke-ridhoan untuk menuntut ilmu.


~oOo~


Jadi, jika ditanya lagi, siapkah menghadapi ramadhan tahun depan jauh dari keluarga? Saya dengan lantang menjawab, IN SYA ALLAH SIAP. Entah dua, tiga, empat atau beberapa tahun mendatang hidup merantau di Taiwan, in sya allah saya siap menjalaninya, karena saya punya Allah; mas husband; dan Kia. Semoga Allah pun meridhoi.

Akhir kata saya ingin mengucapkan, Mohon Maaf Lahir dan Batin, banyak salah kata banyak kekhilafan yang saya dan kami perbuat, mohon kiranya dapat dimaafkan.

Sampai jumpa di artikel berikutnya ^^.