Part 4 - Bye Jakarta

Kalau kemarin tiba di bandara Sukarno Hatta (CGK) kami dijemput oleh utusan EO yang bekerja sama dengan KEMENDAG, untuk hari ini kami pulang tidak diantar melainkan diberi uang transport dan harus mencari sendiri kendaraan yang tepat agar bisa sampai bandara tepat waktu. Sempat geger pula ketika aku menyampaikan berita ini pada ibu kemarin malam. Tapi lumayanlah, suara ibu bisa meramaikan suasana kamarku yang sepi hihihi, semoga tidak mengganggu kenyamanan tetangga.
 
Sempatlah kekhawatiran berlebihan sang Ibu keluar disertai dengan nada marah-marah, itu yang membuat malamku semakin meriah (selain ada pesta kembang api juga). Untung saja, saat aku baru mengetahui (jika pulang tidak diantar oleh pak Sule karena lokasi bandara kami ber4 berbeda) ketika berbincang dengan pak Sule di sela kemacetan perjalanan bandara-hotel Grand Alia, aku langsung meminta arah petunjuk ke bandara Halim Perdanakusuma (HLP) jika dari hotel Aryaduta pada mas Yanto melalui pesan whatsapp dan dibalas dengan detail dua jam kemudian. Pak Sule pun yang baik hatinya bersedia memberi ancer-ancer naik apa dan harus kemana, jika berangkat dari hotel Aryaduta menuju bandara Halim Perdanakusuma.
 
Sang Ibu yang saat malam kemarin sedang mempersiapkan keberangkatan ke Jakarta (karena kebetulan ada urusan juga di Jakarta selama kurang lebih 10 hari), mengaku bingung dan tidak bisa berfikir selain kecewa pada pihak penyelenggara lomba. Aku menjelaskan pada beliau,, jika aku masih berumur belasan tahun maka Ibu wajib kecewa pada mereka karena mereka menelantarkanku yang masih kecil itu, namun sekarang aku sudah dewasa dan umur hampir mendekati seperempat abad, aku bisa maklum kalau Jakarta se-padat ini dan pak supir pun tidak mau mengantar ke dua bandara yang berbeda walau dibayar berapa pun, jadi ibuku sayang plisss, marilah kita berfikir maju dan mencari solusi..
 
Nada tinggi sang Ibu mulai merendah dan beliau menyuruhku untuk menghubungi mas Yanto atau mbak Ira. Hmmm, sang Ibu sih marah-marah melulu, tanpa sadar anaknya sudah beberapa langkah lebih maju #halah. Dengan informasi dari pak Sule dan mas Yanto plus saran agar ikut pulang dengan mbak Ira, aku bisa menuju bandara tanpa salah kendaraan dan tanpa salah arah.
 
~
 
Setelah berpamitan dengan pemenang lain dan mbak Riyas, aku berencana ikut pulang dengan mbak Ira. Sempat bimbang juga, karena ternyata sebelum pukul 11 siang acara kami sudah selesai dan diperbolehkan pulang, sementara pesawat yang aku tumpangi baru take off jam 7 malam. Kemudian Nola, Arinta dan Haikal mengajak ke Monas bareng-bareng. Jarak Hotel Aryaduta dan Monas pun cuma 300 meter (kata pak Sule, tapi benar juga dari Aryaduta, Monas terlihat dekat). Tapi,,, ah engga ah,, kembali ke rencana semula saja, pulang dengan mbak Ira. Daripada sang Ibu (dengan bapak dan Bude Han) berangkat ke Jakarta dengan perasaan kalut, lebih baik pulang bersama mbak Ira saja. Pun aku juga bisa berbincang banyak dengan blogger senior seperti beliau ^^.
 
Aku berganti pakaian (yang lebih simpel dan tidak terlihat mencolok) sebelum keluar dari hotel. Mbak Ira yang baik, bersedia menungguku, senangnya ^^. Mbak Ira menawarkanku dua alternatif kendaraan yang akan kita naiki menuju stasiun Cikini : kopaja atau bajaj. Untuk kopaja bayar Rp 4.000,- dan bajaj bayar Rp 15.000,-. Wah kalau ditawari seperti itu, aku cenderung lebih suka membayar yang murah hehehe. Tapi belum sempat mengatakan naik kopaja saja, mbak Ira bilang begini, "Baru pertama ke Jakarta ya, naik bajaj aja ya". Ellho. Baiklah, aku ya manut saja mbak ^^.

Kami keluar dari hotel Aryaduta dan berjalan ke seberang, ke tempat halte dekat Tugu Tani. Kemudian kami menunggu datangnya bajaj yang lewat.

Hotel Aryaduta tampak dari seberang (halte dekat Tugu Tani)
Mbak Ira setia menunggu jemputan bajaj #ehh
Bajaj kosong yang lewat kebanyakan tidak berhenti di halte. Entah karena sudah ada yang pesan atau tidak melihat sedari tadi mbak Ira melambai-lambaikan tangan. Karena menunggu hampir 10 menit, akhirnya mbak Ira memberikan pilihan lagi, mana yang paling cepat menghampiri antara kopaja atau bajaj yang kosong, dia yang akan kita tumpangi. Ternyata beberapa detik kemudian, ada bajaj kosong yang berhenti karena lambaian tangan kami berdua. Kami bergegas masuk kedalamnya.


Wah, ini seperti bajaj yang ada di sinetron jaman dahulu : Bajaj Bajuri. Bedanya kalau di sinetron bunyi mesin bajaj nya kencang sekali, sementara bajaj yang ini bunyi mesinnya halus. Mungkin bajaj di Jakarta sudah pakai pertalite ya hehehe :p. Bapak supirnya baik hati, beliau mengingatkanku untuk meletakkan tas pinggangku kedalam (tidak boleh diletakkan disamping pintu) karena suka ada jambret yang tiba-tiba narik tas penumpang. Baik pak, aku menurut. Sambil menunggu sampai di stasiun Cikini, aku dan mbak Ira iseng bikin video. Sayangnya, video nya terlalu banyak yang gerak, fiuh ga jadi posting sini ah...malu.

Bajaj membutuhkan waktu sekitar 5 menit perjalanan antara Tugu Tani sampai ke stasiun Cikini. Alhamdulillah jalanan Jakarta siang ini ga seperti kemarin malam ya. Lancar semuanya.

Sesampainya di stasiun Cikini, aku harus mengikuti prosedur yang aku belum pernah tahu hihihi. Ke beberapa destinasi di Jakarta ga pernah naik kereta...ini yang bikin aku terlihat katrok ketika mengikuti petunjuk yang diberikan mbak Ira. Pertama aku harus mengantri ke loket tiket, kemudian membayar Rp 12.000,- dan diberi kartu untuk masuk ke gate. Mbak Ira sudah memiliki kartu bertuliskan e-money jadi tidak perlu mengantri di loket karena kartu tersebut bisa menggantikan kartu elektrik kereta. Setelah mendapatkan kartu, kami melewati gate masuk kereta. Kami naik eskalator menuju lantai atas tempat kereta diparkir.


Kami menunggu kereta sekitar 20 menit lamanya. Alhamdulillah kereta yang datang kemudian tidak sepadat yang kami pikirkan. Kami masuk ke KRL segera setelah pintu kereta terbuka lalu duduk diseberang pintu.

Yang penting happy
KRL Commuterline yang kami naiki berada di jalur merah dan memiliki rute Jakarta kota - Depok - Bogor. Menuju ke bandara Halim Perdanakusuma, mas Yanto menyarankan untuk berhenti di stasiun Cawang dan selanjutnya bisa naik taxi. Sementara mbak Ira tetap melanjutkan keretanya menuju Depok.

"Nanti, setelah turun kereta kamu keluar lalu naik ke atas dan bisa menghadang taxi disitu. Taxi nya dari arah kanan ke kiri. Lalu kalau sudah dapat taxi, kamu masuk dulu ke taxi nya lalu bilang kamu mau kemana. Jadi jangan bilang tujuanmu kalau kamu masih diluar taxi, nanti kamu ketahuan kalau bukan orang Jakarta dan bisa jadi ada yang ngincar kamu. Pura-puranya kamu adalah orang Jakarta yang sudah tahu apapun yang di Jakarta. Jangan menunjukkan bahwa kamu orang asing disini.". Begitulah nasehat-nasehat yang diberikan mbak Ira selama di kereta. Matur nuwun bangeettt mbak ^^.

Kereta melalui stasiun Manggarai dan berhenti agak lama. "Ini mungkin karena berbarengan sama kereta dari bawah", kata mbak Ira. Setelah stasiun Manggarai, kami melewati stasiun Tebet, kemudian di pemberhentian terakhirku stasiun Cawang. Aku bersiap dan berpamitan pada mbak Ira, semoga bisa berjumpa lagi dilain kesempatan.

Keluar dari kereta aku sempat kebingungan karena ada dua pintu, belok kiri atau belok kanan. Kuputuskan untuk belok kanan. Aku keluar melalui gate dan menuju loket untuk menukarkan kartu kereta dengan uang sejumlah Rp 10.000,-. Aku celingukan kesana kemari dan tidak melihat adanya tangga naik keatas. Rupanya keputusanku untuk belok kanan adalah salah. Ah, sial, sudah dilihatin orang-orang karena membawa dua tas dan papan pemenang lomba, salah jalan pula. Akhirnya aku kembali ke loket untuk membeli tiket kereta dan kembali ke dalam untuk menyeberang gate sebelah kiri.

Setelah mendapat kartu dan tiket kereta, aku masuk ke gate kemudian menyeberang ke sisi lain dari stasiun. Dan aku menemukan jalan keatas, yeah, finally. Aku segera berlari ke loket untuk menukarkan kartu kereta dengan uang dan langsung cus naik ke atas.

Ini karena tangganya yang terlalu tinggi atau karena barang bawaanku ya, terasa capek sekali pas sudah sampai diatas. Alhamdulillah, ketika aku baru akan sampai di halte nya ada taxi yang baru berhenti dan menungguku. Aku pun mengangguk. Aku mengikuti saran mbak Ira untuk masuk kedalam taxi dan menutup pintunya baru mengatakan tujuan. Pak Sopirnya bertanya setelah aku mengatakan tujuan, "keberangkatan kapan mbak?". Aku menjawab, "sebentar lagi pak". Sontak pak Supir langsung mengebut sejadi-jadinya. Ya ampuuunn hahahahaha.

Waktu tempuh dari halte sampai bandara cuma 20 menit. Kukeluarkan uang agar mempersingkat waktu dalam taxi, kalaupun ada kembalinya, wes buat pak taxi aja. Aku keluar dan mengambil nafas sejenak. Serem juga ya kalau berbohong sama pak supir taxi, ya begini jadinya, deg-degan karena orangnya ngebut. Aku sampai di bandara Halim Perdanakusuma jam 1 lebih 10 menit.

Penerbangan masih harus menunggu lima jam lagi, belum kalau seandainya ada keterlambatan, tapi semoga saja tidak. Aku jalan-jalan mengukur lebar bandara ini, sebenarnya malu juga dilihatin banyak orang karena mereka tertarik melihat papan yang aku bawa, tapi cuek sajalah, yang penting aku jalan-jalan dan ngelurusin kaki. Kemudian aku lanjut jalan ke kantor bank yang ada di bandara untuk memasukkan uang hadiah, agar pulang ga bawa banyak uang sih. Tak lama setelah keluar dari bank, sang Ibu menelepon, mengabarkan beliau masih dalam perjalanan ke bandara bersama bapak dan bude Han. Penerbangan beliau ke Jakarta sekitar jam 3 lebih. Baiklah.. Berarti harus menunggu lama. Aku tak tahan dengan perut lapar, alhasil aku mampir deh makan di A&W.

Singkat cerita aku menunggu sambil terkantuk-kantuk sampai sekitar jam 4 lebih. Dilihatin orang-orang "lagi" karena aku sering jalan-jalan (untuk menghilangkan rasa kantuk) sambil membawa papan, seperti anak ilang deh. Kalau dihitung sudah ada lima orang yang bertanya karena tertarik sama papan besar yang aku bawa, "lho mbak, menang lomba apa?". Padahal ya sudah kupastikan tulisannya aku tutupi dengan kaki.

Tepat saat aku sedang membeli roti untuk makan di pesawat, mas Yanto menelepon, beliau sudah sampai di bandara untuk menjemput Ibu, Bapak dan Bude Han. Akhirnya, aku ada temannya...biar ga ngantuk juga. Mas Yanto nyamperin aku di roti boy dan berbincang sebentar. Ahhahaha, mas Yanto abis nge-foto aku dengan papan pemenang, kemudian ngajakin welfie pakai papan itu. Duh akunya yang malu...


"Lho ga papa icha, kamu harusnya bangga, ini tak kirim ke mbak Iif biar semua pada tau kalau kamu menang lomba karya tulis nasional", kata mas Yanto. Ellho, aku cuma nyengir. Kami pindah ke pintu kedatangan karena pesawat Citylink dari Surabaya sudah tiba sedari mas Yanto datang tadi.

Betul saja, bude Han sudah menunggu di depan pintu kedatangan bersama dengan seorang temannya (aku memanggil beliau pakde), sementara ibu dan bapak masih mengambil barang yang masuk bagasi. Aku menjemput ibu dan bapak yang mengambil barang (jadi aku masuk pintu kedatangan dari arah luar - untung ga ada penjaganya hihihi) dan membantu membawakan satu barang beliau. Bude Han mengajak semuanya ke tempat makan milik pakde.

Nama tempat makannya : Pawon Limbuk, tempat makan dengan masakan khas Solo, chef nya adalah istri dari pakde ini. Kami diberikan daftar menu. Bude Han, Ibu dan Bapak masing-masing pesan lontong cap gomeh, mas Yanto pesan nasi pecel dengan lauk tempe bacem, sementara aku tidak pesan makanan karena masih kenyang. Aku hanya pesan minum es teh tarik, ibu dan bude pesan jeruk hangat, bapak es teh manis, dan mas Yanto es teh tawar. Pegawainya pakde mencatat semua pesanan kami. Sembari menunggu pesanan, kami disuguhi sosis solo dan risoles, lalu pakde mengabadikan kebersamaan lewat foto..hihihi.


Sang Ibu geli kalau melihat aku pulang sambil bawa papan pemenang sebesar ini, jadi beliau minta koran ke pakde untuk menutupi papan. Kemudian ibu dan mas Yanto berdebat tentang papan itu. Mas Yanto menyarankan agar papan nya dipajang ditembok rumah, sementara ibu ga mau, malu-maluin aja kata beliau. Aku setuju dengan ibu, kalau papan nya tidak tertera nominal hadiah, aku masih mau menggantungnya dirumah. Kemudian aku menawarkan, kalau mas Yanto kerso (mau), monggo papan nya buat mas Yanto saja, monggo dibawa pulang saja. Mas Yanto bilang, "Lho? Gapapa? Ya aku langsung pajang buat motivasi si Kahfi sama Taki". Ooh dengan senang hati monggo silahkan dibawa. Sang Ibu pun sangat setuju dengan usulanku.

Sembari makan sembari mengobrol. Masakannya sedap sekali kawan-kawan, sungguh! Ini masakan asli Solo, halal, bersih dan nikmat. Aku incip-incip makanannya bude yang ndak habis hehehe, jadi eman kenapa tadi kok ndak pesan makanan juga ya :p. Jadi, usut punya usut, pakde ini adalah teman dari adiknya bude Han yang bernama bude Min dan masih satu almamater SMA dengan bude Han. Pakde menunggu kedatangan bude Han beserta rombongan karena bude Min mengabarkan jika bude Han akan datang nitih (naik) pesawat dan turun di Halim Perdanakusuma. Setelah pakde pensiun, beliau langsung mendirikan bisnis tempat makan bersama sang istri. Dan Alhamdulillah sampai sekarang Pawon Limbuk ini semakin laris manis. Yang sedang di bandara Halim Perdanakusuma, mampir dan makan di Pawon Limbuk ya.

Waktu mendekati pukul 6 sore dan aku berpamitan masuk untuk check in. Sebelumnya, Pakde menyarankan setelah check in kembali lagi kesini karena masih lama take off nya. Tapi, Ibu dan Bude menyarankan langsungan saja daripada bolak-balik lalu ketinggalan pesawat saking asyik ngobrol disini. Benar juga, aku berpamitan pada semuanya, kemudian langsung masuk untuk check in dan menunggu di ruang tunggu. Tak lama menunggu, terdengar dari pengeras suara kalau pesawat QG 809 yang aku tumpangi sudah sampai dan penumpang dipersilahkan untuk masuk pesawat. Wow, keberangkatannya lebih cepat 20 menit.

Aku mendapat tempat duduk 26 E, namun duduknya di 26 D karena dua kursi sebelah sudah diisi oleh penumpang lain. Karena sudah malam, aku sedikit tidak berminat untuk mengobrol dengan penumpang sebelah. Nampaknya virus lelah sedang menjangkiti semangatku di akhir hari ini. Gapapa lah, yang penting hari ini sudah berakhir dan waktunya kembali ke rutinitas di Surabaya.

Betewe, aku lebih suka penerbangan malam ini dibanding dengan penerbangan kemarin. Saat take off, sang pilot menarik tuas kemudi dengan halus, jadi tidak terasa mual. Selama diudara pun tidak banyak manuver tajam yang dilakukan pilot untuk menghindari turbulensi. Sang co pilot juga sering berbicara langsung melalui pengeras suara tentang cuaca dan jika akan melakukan tindakan (seperti akan take off, bermanuver dan landing). Ketika landing pun sungguh tidak terasa benturan antara roda dan landasan pacu pesawat, sangat halus, tiba-tiba saja sudah sampai daratan kemudian berhenti. Tapi, yang membuatku kurang ngeh adalah pramugari-pramugarinya, duh itu kenapa pakaian adiknya masih dipakai sih, sengaja pamer lekuk tubuh atau bagaimana sih, sampai seorang bapak yang duduk disisi seberang sengaja memfoto salah seorang pramugari dari jarak dekat sekali, entah apa yang difoto bapak itu dari si pramugari. Kemudian parfumnya itu lho masya allah, apakah mereka menghabiskan satu botol dalam sekali pakai, wanginya bikin pusing. Apalagi aku yang duduk ditengah kabin, ketika mereka lewat pusinglah kepalaku kena wanginya. Duh duh...

Pesawat sampai di hanggar sangat tepat waktu, pukul 8 tepat. Kami dipersilahkan turun dari pesawat dan segera menuju bus untuk diantar ke pintu kedatangan.



Alhamdulillah sampai Surabaya dengan selamat dan tidak kurang suatu apapun. Si adik bersedia menjemputku malam ini, jadi ya aku lebih Alhamdulillah lagi karena pulangnya tidak perlu naik kendaraan umum.

~

Perjalananku seorang diri ke Jakarta ini penuh dengan rasa syukur Alhamdulillah. Berkenalan dengan orang asing yang baik, mendapat undangan, mendapat hadiah, bertemu dengan teman-teman yang baik hatinya, dibantu oleh orang asing lagi dan lain sebagainya. Semuanya itu datangnya dari Allah SWT yang senantiasa melindungiku, aku merasa sangat bersyukur. Terima kasih untuk semuanya ^^.

Satu lagi yang membuatku sangat bersyukur, memiliki sang Ibu yang begitu perhatian dan selalu menjaga anak-anaknya. Terima kasih Ibu ku ^^

Part 3 - Menang Kompetisi Nasional Membuatku Harus Lebih Rendah Hati

Aku sudah bangun sebelum alarm Subuh (waktu Surabaya) membangunkanku. Walaupun kamarnya sempurna dan nyaman, tapi namanya ditempat asing dan tidur seorang diri, tetap saja tidur tidak bisa nyenyak. TV yang menyala membuat perutku berbunyi "lagi" karena sedari kemarin channel TV eropa-amerika ini menyiarkan acara kuliner terus-terusan. Hmmm... Kubuka selambu penghalang jendela, kubereskan tempat tidur plus kurapikan seperti sedia kala (walau cover bed nya sedikit lecek dan tak bisa kembali seperti semula hihihi) lalu bersiap untuk bersih diri.

Nola, Arinta dan aku membawa semua barang bawaan bebarengan turun ke lantai dasar karena sudah ditunggu oleh seorang panitia koordinator pemenang (bernama mbak Riyas) di lobby hotel. Kami sepakat untuk langsung check out sebelum berangkat ke acara di hotel Aryaduta. Setelah check out kami ber-enam (ketambahan pak Puji dari Purwokerto - pemenang karya tulis HARKONAS katagori Wartawan, yang datang malam hari dan menginap satu kamar dengan Haikal dan mas Ade) dipersilahkan untuk sarapan terlebih dulu. Rombongan kami bisa disebut dengan rombongan berbatik hahaha, kami diwajibkan memakai pakaian batik saat menghadiri acara nanti.


I don't know about you but I'm feeling twenty two ~_^
(Lisa 91, Nola 93, Haikal 97, Arinta 90)

Sebenarnya aku puas bertanya dan meminta semua keterangan tentang apapun selama di Jakarta kepada panitia koordinator pemenang sebelum berangkat, hal ini pun juga ikut meyakinkan ibu dan mas Yanto untuk mengijinkanku berangkat. Tapi yang masih membuatku bertanya-tanya adalah bagaimana rundown acara nanti, tidak pernah diberi tahu oleh panitia. Hmmm. Ternyata Nola dan Arinta mempertanyakan hal yang sama, mereka pun tidak mendapatkan jawabannya.


Cheese!

Sarapan pagi yang nikmat, berada disuasana yang mewah dan ditemani oleh taman hijau yang asri dan memanjakan mata. Aku makan tak banyak, walau semalaman perutku terus berbunyi hahaha, selain melihat Nola dan Arinta hanya makan kue dan minum susu, aku tak ingin rasa kekenyangan membuatku mengantuk saat acara berlangsung, jadi makan asal perut terisi saja. Setelah sarapan dan pembagian "amplop" yang berisi hadiah masing-masing plus "amplop" transport, kami langsung cus berangkat ke Hotel Aryaduta. Pak Sule sudah menunggu sedari tadi. Maaf dan selamat pagi pak Sule ^^.

Hotel Grand Alia dengan Hotel Aryaduta sebenarnya berdekatan, hanya selisih 16 nomor rumah (Alia nomor 28 dan Aryaduta nomor 44). Tapi, untuk mencapai Hotel Aryaduta, pak Sule harus memutar mobilnya agak jauh karena traffic yang dibuat melingkar sebagai solusi padatnya kendaraan di Jakarta. Dibanding dengan kemarin malam (yang demikian amat dan amit-amit macetnya), saya lebih suka jalanan Jakarta pada jam-jam segini (sekarang pukul 8 lebih).

Kami masuk bebarengan ke dalam hotel setelah diturunkan oleh pak Sule. Kami berjalan mengikuti mbak Riyas menuju aula yang menjadi tempat penyelenggaraan acara oleh Kementrian Perdagangan hari ini. Beberapa orang dengan memakai batik (yang aku duga mereka juga bagian dari panitia penyelenggara) menghampiri mbak Riyas untuk berkoordinasi. Kurang lebih tiga menit kami dibiarkan menunggu didepan pintu aula, hingga akhirnya kami dipersilahkan masuk dan menempati meja buffet depan pojok kanan (bersebelahan dengan meja buffet VIP yang rencananya akan menjadi meja jajaran DJPKTN KEMENDAG).




Dalam undangan tertulis bahwa acara dimulai pukul 08.30, namun nyatanya sekarang hampir pukul sembilan dan hanya segelintir tamu yang datang. Kami diminta untuk mengisi absen lalu pindah ke kursi paling pojok (bukan termasuk meja buffet) yang disediakan untuk pemenang oleh ibu Ganef Judawati, duduknya pun harus urut berdasarkan katagori lomba. Tiga deretan pertama harus diisi oleh pemenang 1,2,3 katagori wartawan. Tiga deretan berikutnya diisi oleh pemenang 1,2,3 katagori blogger. Dan tiga deretan terakhir diisi oleh pemenang 2,2,3 katagori mahasiswa (tidak ada juara pertama katagori mahasiswa).

Aku bertanya pada panitia (yang menghantarkan absen) mengenai acara ini kemudian aku menerima beberapa jawaban yang cukup memuaskan. Acara penerimaan hadiah nanti akan dilaksanakan setelah acara dimulai, dibuka oleh bapak Syahrul Mamma (selaku Direktur Jendral Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga), dan beberapa sambutan oleh pejabat DJPKTN. Tamu yang hadir adalah tamu perwakilan yang berasal dari UPT se-Indonesia yang berada dibawah naungan DJPKTN yang khususnya menerima bantuan dana alokasi khusus bidang kemetrologian tahun 2010-2016 dan beberapa undangan lain. Seminar nasional kemetrologian ini akan dilaksanakan dengan dua sesi dan berakhir nanti sekitar pukul 6 sore. Jadi, jika pemenang mau ikut seminar boleh ikut sampai nanti sore, namun jika tidak maka pemenang boleh meninggalkan tempat setelah coffee break yang pertama (sekitar pukul 11 siang).

"Kemetrologian itu apa ya..", tanya Haikal. "Masa, metro itu kota, logi itu ilmu, jadi ilmu perkotaan", jawab Haikal beberapa detik setelah bertanya. Ellho, yak apa sih, tanya-tanya sendiri eh dijawab sendiri haha. Kemudian aku bertanya pada bapak panitia yang mengantarkan absen tadi, karena aku pun juga penasaran, apa sebenarnya kemetrologian itu, istilah yang baru aku dengar.

"Kemetrologian itu bidang dibawah DJPKTN yang mengulas tentang alat-alat yang biasanya dipergunakan dalam hal perdagangan dan perniagaan. Jadi kalau kita mengulas dengan detail dan menelusuri bagaimana penerapan ilmu di lapangan mengenai timbangan alat perdagangan dan perniagaan, nantinya akan diketahui mengapa dan bagaimana bisa misalnya harga sembako meningkat menjelang hari puasa", begitulah jawaban dari bapak panitia (penghantar absen) yang mana aku selalu lupa menanyakan nama orang yang baru aku ajak kenalan.

Sontak aku teringat moment perbincangan dengan seorang bapak yang bekerja sebagai layar di pesawat ketika aku baru tiba di Jakarta kemarin. Lalu yang kini timbul pertanyaan di otak adalah, dengan adanya seminar ini, apakah harga di pasaran menjelang hari puasa akan kembali turun dan stabil? Kemudian adakah manfaat jangka panjang untuk masyarakat kecil di Indonesia setelah diadakan seminar ini?

Kami pindah tempat duduk ke kursi berjajar (bukan termasuk meja buffet) sembari menunggu para pemenang yang belum datang dan para undangan yang belum hadir.

Waktu berjalan dan satu persatu tamu undangan berdatangan memenuhi meja buffet. Aku sendirian diantara jajaran kursi katagori blogger, mbak Ira dan mbak Mariske belum datang, aku semakin tak sabar bertemu mereka. Yaawwwnn.

Karena waktu menunggu sambil duduk begitu membosankan, sementara ada tempat baru yang memikat untuk dijelajahi. Jelas aku tak ingin kehilangan moment menjelajah tempat baru nan mewah ini. Aku hendak pergi kekamar mandi sekaligus berkeliling sembari menunggu acara dimulai, dan Nola ingin turut serta. Akhirnya, aku dan Nola berfoto-foto ria (setelah dari kamar mandi) dalam hotel untuk menghabiskan waktu. Kami sering bersisipan dengan para pebisnis yang memakai jas formal bermerk, membawa tas tenteng, dan kebanyakan mereka sibuk bertelepon sambil berjalan. Bahasa yang mereka gunakan pun terdengar asing ditelinga, bukan bahasa Inggris British ataupun American. Eumh, entahlah bahasa apa yang mereka gunakan, menerka pun tak ada gunanya, kubiarkan pertanyaan itu berlalu bagai angin #halah.


Tergoda bermain grand piano yang dibelakang aku, tapi untuk kali ini saja enggak deh, sungkan sama waitress penjaga nya hihi
Captured by Nola

Kami masuk ke aula setelah dirasa cukup untuk berkeliling. Waktu di jam tangan menunjukkan pukul 10 kurang dan acara akan dimulai. Kami para pemenang diminta untuk pindah "lagi" oleh panitia ke meja buffet yang sedari awal kami tempati, namun tempat duduknya harus sesuai dengan urutan katagori yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Bedanya, kali ini duduknya melingkar mengitari meja buffet. Mbak Ira dan mbak Mariske pun telah datang. Mbak Ira adalah seorang blogger hebat, cekatan nan baik hatinya, pemilik blog duniabiza.com. Dan mbak Mariske adalah seorang pengacara plus dosen muda (yang cantik, ramah dan baik hati pula) di Universitas Tarumanagara, pemilik blog mariskemyeketampi.wordpress.com. Aku sangat senang sekali bisa berbincang singkat namun sangat jelas dengan mereka berdua. Aku sangat senang bisa berkenalan dengan orang-orang hebat seperti mereka.


Diapit oleh 2 orang hebat, mbak Ira dan mbak Mariske

Seminar nasional kemetrologian 2016 pun dimulai. Acara pertama adalah menyanyikan lagu Indonesia Raya oleh seluruh peserta yang hadir di aula. Yang kedua adalah laporan dari Direktur Kemetrologian, bapak Hari Prawoko, Dipl. Ing. Yang ketiga adalah peresmian acara seminar nasional kemetrologian yang ditandai dengan pemukulan gong oleh bapak Direktur Jendral Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga, bapak Inspektur Jenderal Pol. (Purn) Dr. Drs. Syahrul Mamma, SH., MH.

Sumber : ditjen.kemendag.go.id

Pembacaan laporan oleh Direktur Kemetrologian, Bapak Hari Prawoko, Dipl. Ing.

Pemukulan gong tanda acara seminar dibuka. Sumber : ditjenpktn.kemendag.go.id

Acara berikutnya adalah acara yang paling ditunggu #ehh. Penyerahan hadiah oleh jajaran DJPKTN KEMENDAG kepada para pemenang dari 3 katagori. Kami dipanggil satu persatu (sesuai dengan katagori lomba dan urutan pemenang) untuk maju kedepan.


Baca juga ya : Mencari "Made in Indonesia"


Untuk katagori wartawan, hadiah diserahkan oleh bapak Ditjen sendiri (bapak Syahrul Mamma). Untuk katagori blogger, hadiah diserahkan oleh ibu Ir. Frida Adiati, M.Sc selaku Sekretaris Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen. Untuk katagori mahasiswa, hadiah diserahkan oleh ibu Ir. Ganef Judawati, MM selaku Direktur Pemberdayaan Konsumen. Setelah penerimaan hadiah, kami diminta untuk tetap berdiri didepan untuk berfoto bersama dengan jajaran DJPKTN KEMENDAG. Smile!


Sumber : ditjen.kemendag.go.id

Sumber : ditjen.kemendag.go.id


Acara yang kelima adalah sambutan oleh bapak Direktur Jendral Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga, Inspektur Jenderal Pol. (Purn) Dr. Drs. Syahrul Mamma, SH., MH. Kemudian acara pada sesi pertama ini diakhiri dengan ucapan syukur dan doa yang dipandu oleh Bapak Hidayat.


Sambutan oleh bapak Direktur Jendral Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga, Inspektur Jenderal Pol. (Purn) Dr. Drs. Syahrul Mamma, SH., MH

Moderator menyampaikan bahwa acara sesi pertama telah selesai, para hadirin dan tamu undangan dipersilahkan untuk menikmati coffee break yang telah disediakan di ruangan tepat diseberang aula. Sementara kami para pemenang bersiap untuk meninggalkan tempat karena kami sepakat untuk tidak mengikuti acara hingga akhir. Kami menikmati coffee break sambil bincang-bincang dengan beberapa panitia dan para pemenang lainnya. Kemudian kami sesama pemenang saling berpamitan dan pulang ke masing-masing rumah, tak terkecuali kami yang rumahnya berada diluar Jawa Barat.


Pemenang dan Mbak Riyas ^^

Sampai jumpa dilain kesempatan ^^.

Note :
Daftar pemenang katagori Wartawan, Blogger dan Mahasiswa bisa klik disini.



Baca juga cerita selanjutnya ya : Part 4 - Bye Jakarta

Part 2 - Perjalanan Pertama Dengan Pesawat Seorang Diri

Senin, tanggal 23 Mei siang, menjadi hari bersejarah dalam hidupku. Haha #apasih. Pasalnya ini adalah kali pertama aku pergi ke Jakarta naik pesawat seorang diri.

QG 808 belum check in
Sang ibu dan bapak plus adik ikut mengantarku ke bandara domestik Juanda. Kami menunggu hingga ada tulisan check in di papan pengumuman pesawat nomor penerbangan QG 808 tujuan SBY-CGK. Sekitar hampir satu jam kami menunggu (karena kami datang terlalu awal, ha ha), nasehat-nasehat pun kembali dilontarkan sang ibu. Inggih bu, iya bu, he.em, sambil mantuk-mantuk.

Kini giliran penumpang pesawat QG 808 tujuan Surabaya-Jakarta (Soekarno Hatta) dipersilahkan untuk check in. Aku lantas tidak terburu-buru masuk karena nantinya masih harus menunggu keberangkatan dua setengah jam lagi. Ya walaupun perjalanan dari ruang check in hingga ke ruang tunggu membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit,, aku tetap tidak ingin melakukannya terburu-buru. Aku masih menikmati waktu perbincangan dengan keluarga yang kini sudah mulai jarang dilakukan.

Akhirnya, setelah melihat jarum pendek melewati angka 12, dan sang ibu pun menyuruhku untuk masuk untuk check in. Lagi-lagi kekhawatiran ibu pun muncul agak berlebihan karena beliau merasa ini kali pertama sang anak pergi naik pesawat seorang diri. Dari kalimat yang dilontarkan dan cara bicaranya, beliau takut kalau aku akan hilang di bandara. Beliau lupa kalau aku sudah berumur 24 tahun dan bukan lagi seorang yang pemalu (walau sifat pemalu itu kurasakan masih ada didiri sih..). Aku meyakinkan sang ibu untuk bisa percaya pada anak pertamanya ini, ini adalah pengalaman kali pertama, jika pengalaman pertama tidak didukung; dihambat atau bahkan dihalangi, bagaimana dengan perjalanan pengalaman-pengalaman berikutnya... Aku bersalaman dengan ibu dan bapak, kemudian meminta mereka untuk pulang saja daripada menunggu pesawatku berangkat (karena masih harus menunggu satu jam lagi).

Aku memasuki pemeriksaan pertama. Menunjukkan list tiket pesawat yang telah dipesan oleh panitia HARKONAS dalam bentuk kertas cetak pada penjaga gate. Penjaga gate mempersilakan aku masuk setelah memeriksanya dengan seksama. Terlihat beberapa orang mengantri untuk memasuki pemeriksaan kedua : scanner barang yang dibawa penumpang. Aku pun ikut mengantri sembari meletakkan tas ransel dan tas pinggang diatas wadah yang disediakan serta menanggalkan cincin dan jam tangan kemudian meletakkannya diatas wadah. Wadah tersebut masuk kedalam mesin scanner. Untuk mengambilnya, aku harus melewati security check juga.

Pemeriksaan sudah beres, aku berjalan menuju ke pintu check in nomor 5. Kutunjukkan tiket pemesanan pesawat pada petugas, dua menit kemudian petugas tersebut memberikan dua lembar tiket masuk pesawat. Aku mendapat tempat duduk dekat jendela dan tempat duduknya berada ditengah kabin pesawat, yeaaiiyy. Lalu aku berjalan menuju eskalator untuk naik kelantai atas.

Belum sampai ke gate nomor 9-10, Ibu menelepon. Aku duduk di tempat duduk yang kosong kemudian mengangkat telepon dari Ibu. Nasehat-nasehat kembali aku dengarkan, dan setelah dirasa cukup lega, Ibu berpamitan pulang kemudian menutup teleponnya.

Aku masuk ke gate nomor 9-10 dan harus melalui dua pemeriksaan lagi : pemeriksaan tiket dan pemeriksaan barang melalui mesin scanner. Pemeriksaan tiket dan identitas dengan menunjukkan KTP lolos kemudian lanjut pemeriksaan barang. Waktu pemeriksaan barang, aku kedapatan membawa barang yang tidak diperbolehkan : sebuah gunting, yang sehari-harinya selalu aku bawa kemana-mana. Aku diberi pilihan, guntingnya mau ditinggal atau dibawa (tetapi harus turun dulu kebawah dan mengurus kelengkapan bagasi). Karena tidak ingin repot, ya sudah ditinggal sajalah gunting "kesayangan" ku itu. Kemudian aku masuk ke ruang tunggu dan duduk dekat jendela.

Pesawatnya baru datang
Menunggu adalah memang hal yang paling menjemuhkan dan bikin ngantuk. Ditambah pesawat yang aku tumpangi terlambat datang. Walau hanya 30 menit, tapi terasa lama sekali. Jika bukan karena berkenalan dan berbincang dengan seorang ibu, pasti aku sudah ketiduran, mengingat hari-hari kemarin waktu tidurku benar-benar kurang. Ibu ini sangat cantik dan modis sekali, dari logat beliau bicara beliau asli dari Sunda. Dan benar, beliau dari Sukabumi, ke Surabaya selama beberapa hari untuk berkunjung ke rumah adiknya dan liburan, hari ini beliau kembali ke Jakarta dan menumpangi pesawat yang sama denganku. Sayangnya aku lupa bertanya nama beliau.

Gate 10 pun dibuka dan beberapa penumpang yang sedari tadi menunggu langsung berlarian mengantri, tidak sabar ingin segera naik pesawat dan berangkat, tak terkecuali aku.

Aku dan ibu cantik itu berjalan bersama-sama dari pintu antrian menuju pesawat. Disepanjang jalan kami ngobrol dan membahas tentang kegiatan beliau yang awesome. Jadi minder dan tidak berminat menceritakan kegiatanku sendiri... Beliau mendapat tempat duduk 8C sementara aku 14A. Jam didinding gate menunjukkan pukul 2 siang.


Setelah menemukan nomor kursiku, aku duduk lalu memasang safety belt. Melihat pemandangan diluar yang sangat panas nan terik. Dan berkenalan dengan penumpang yang duduk disebelah, seorang mas-mas dan seorang bapak-bapak. Tapi karena tak ada topik yang ingin diperbincangkan, jadinya aku lebih banyak diam deh.


Tak lama roda pesawat mulai bergulir membawa badan dan penumpang meninggalkan hanggar. Kemudian seorang pramugara ganteng #hmmm^^ yang wajahnya ada blasteran arab berdiri tepat ditengah kabin pesawat lalu memperagakan cara mengenakan safety belt, pelampung pengaman dan standar keselamatan penerbangan, dengan dipandu oleh senior pramugari melalui pengeras suara. Setelah selesai memperagakan standar keselamatan, si pramugara ini meninggalkan tempatnya.

Sebelum terbang melintasi awan, pesawat QG 808 harus membangun kecepatan dulu dengan berjalan-jalan dan berputar-putar di lintasan pesawat selama lebih dari 10 menit. Kecepatan pesawat yang dibangun pada lintasan lurus semakin meninggi, aku rasa tak lama lagi pesawat akan lepas landas (take off). Guncangan saat take off hampir membuatku mual. Tarikan mesin yang dilakukan oleh sang pilot terasa kasar dan mendadak. So far, dalam menaiki pesawat aku paling suka bagian ini karena kecepatan jantung pun juga ikut terpacu. Aku tak sabar menunggu landing, karena bagiku landing tidak berbeda jauh dengan take off yakni dapat memacu adrenalin.

Karena aku duduk dekat dengan jendela, aku bisa melihat kerajaan awan yang sangat menakjubkan dan merasakan hangatnya sinar matahari yang menyoroti jendela pesawat. Sontak aku terus-terusan bertasbih memuji asma Allah yang menciptakan sempurnanya dan indahnya bentuk awan. Beberapa awan pun membentuk benda-benda, membuat imajinasiku bermain, cukup menghibur diri karena keheningan yang membosankan. Dua penumpang disebelahku pada tidur dengan santai. Aku pun mencoba untuk ikut memejamkan mata.

Ternyata hanya sebentar aku bisa tertidur, sekitar 20 menit. Selebihnya aku gunakan untuk memandangi pemandangan diluar jendela. Sesekali merasakan manuver yang dibuat oleh pilot, membuat perasaanku dagdigdug dan berguncang. Sesekali membaca buku yang disediakan dan tergantung pada kantong kursi penumpang tepat didepanku. Namun membaca dalam pesawat sama halnya dengan membaca dalam kereta dan membaca dalam bus, sama-sama membuat pusing kepala, jadi aku mempergunakan waktu untuk membaca hanya 5 menit.

Waktu terbang pun berlalu, akhirnya. Pesawat akan mendarat dalam waktu 10 menit lagi (menurut suara co pilot yang keluar dari mesin pengeras suara). Tapi setelah kuamati, lebih dari 10 menit namun pesawat belum juga mendekati daratan. Yang aku lihat di jendela hanyalah daratan dan sungai yang sama. Kemudian timbul pertanyaan, apakah manuver-manuver barusan yang dilakukan oleh pilot bertujuan untuk menghindari turbulensi udara?

Pesawat akhirnya mendekati daratan. Sangat terasa di jantung dan di dada jika pesawat akan landing, serasa kami semua akan jatuh kebawah. Tak terasa kedua kakiku pun ikut terangkat ketika pesawat bergesekan dengan udara dekat daratan. Cara sang pilot menurunkan pesawat sama seperti menaikkan pesawat : kurang halus. Jadi goncangan yang timbul akibat roda belakang pesawat menyentuh daratan sangatlah dahsyat dan terpantul dua kali. Otomatislah kepala terbentur jendela pesawat dua kali, hihihi miris ya aku T_T.

Ternyata benar, ada beberapa turbulensi di atas kota Jakarta, dan akibatnya turun hujan angin lebat di bandara. Sesampainya pesawat di hanggar, para penumpang tidak bisa langsung keluar dari pesawat. Selain karena garbarata nya tidak bisa tersalur ke pintu pesawat, juga karena faktor cuaca. Kami harus menunggu minimal 10 menit lagi agar bisa keluar dari pesawat.

Aku iseng mengaktifkan smartphone dan ponsel ku (padahal masih belum diperbolehkan). Sedetik kemudian, sang Ibu menelepon. Beliau khawatir, kenapa lama sekali mengaktifkan hape. Alhasillah aku menjelaskan dengan detail agar beliau jadi calm down. Aku tersadar bahwa sedari tadi aku jadi sumber lihat-lihatan penumpang lain, setelah menutup telepon dari Ibu. Sedetik kemudian, hape bergetar kembali. Nampak dari layar, ini dari nomor yang tidak dikenal, aku angkat dan ternyata dari driver panitia yang menjemput para pemenang.

Nama driver nya pak Sule. Beliau menunggu di kedatangan terminal 1B.


Disela menunggu, bapak penumpang yang duduk disebelah mengajakku ngobrol. Beliau bertanya tentang kegiatanku di Jakarta karena beliau tahu (entah darimana) bahwa aku hanya singgah sebentar di Jakarta. Setelah menjawab pertanyaan bapaknya, aku bertanya tentang kegiatan si bapak (tapi seperti biasa, lupa bertanya nama beliau). Si bapak ini bercerita kalau beliau asli Makassar, kerja di pelayaran dan punya kapal di Merak, kemarin selama satu minggu mengunjungi cucu keduanya yang ada di Surabaya (karena sudah 6 bulan tidak bisa mengunjungi) dan sekarang kembali ke Jakarta untuk bekerja. Perbincangan melebar karena si bapak mengusulkan padaku untuk menyalurkan opini orang-orang tentang naiknya harga sembako dan lain-lain menjelang hari puasa kepada pihak Kementrian Perdagangan. Kata beliau, pada saat awal masa pemerintahan, Jokowi pernah menyebutkan bahwa tidak ada kenaikan harga menjelang bulan puasa dan hari raya, tetapi kenyataannya sekarang berbeda. Memang orang-orang layar seperti beliau tidak keberatan atas kenaikan harga, tetapi bagaimana dengan rakyat kecil lainnya? Hmmm, benar juga. Semoga dengan ditulisnya opini beliau disini, pihak terkait bisa membaca dan mengapresiasi plus memberikan solusi.

Pintu pesawat pun telah dibuka namun hanya satu pintu. Para penumpang berjalan mengantri menuju pintu belakang. Karena keasyikan mengobrol dengan si bapak, tak terasa suasana di pesawat mulai sepi dan hujan di luar pun mulai reda. Kami pun segera ikut mengantri dan bergegas menuju pintu keluar. Sambil berjalan, si bapak terus mengajakku mengobrol. Tapi sejenak kuabaikan karena si mas pramugara ganteng tadi menyapa dan tersenyum padaku, hahahihe xD.

Si bapak terlihat sangat tangguh dan tangkas. Beliau berhenti berjalan tepat dibelakang antrian penumpang di tangga turun pesawat. Aku bertanya dalam hati, para penumpang yang berhenti di anak tangga pesawat ini sedang menunggu apa? Aku melihat sekitar dan menengadahkan tangan ke luar area tangga, hujan sudah tak lagi turun. Lalu apa yang mereka tunggu? Si bapak langsung memecah antrian dan melewati antrian dengan tegas beliau berkata pada penumpang yang mengantri, "Permisi, sudah tidak hujan kok, permisi, saya mau lewat". Tak ingin melewatkan kesempatan, aku turut berjalan dibelakang si bapak. Kemudian beberapa penumpang pria yang terlihat masih ABG mengikuti dan berjalan tepat dibelakangku.

Tepat dibeberapa anak tangga terakhir, aku melihat dua orang pegawai yang mengenakan jas hujan sambil membawa banyak sekali payung menghampiri antrian penumpang. Si bapak melewati pegawai tersebut dengan santai, tak terkecuali aku.

Aku pun terus berjalan mengikuti si bapak, selain karena aku ga tau harus keluar lewat mana, juga karena si bapak terus mengajakku mengobrol hehehe. Kami berpisah karena aku harus mengangkat telepon, sementara si bapak berjalan terus. Aku tak berhak membuat beliau menunggu karena mungkin setelah ini beliau ada agenda yang lain. Jadi aku putuskan untuk duduk dan berhenti, kemudian mengangkat telepon dari pak Sule. Pak Sule menjelaskan detail tempat mereka menunggu, terminal kedatangan 1B dekat dengan Solaria, dan sudah ada dua pemenang yang menunggu.

Tanpa banyak pikir, aku langsung bertanya pada satpam dimana lokasi pintu kedatangan 1B. Aku mengikuti arahan dari pak satpam. Dan yak, lumayan membingungkan karena saking jauhnya. Setelah dari toilet, aku bertanya lagi pada petugas. Daaan, masih harus melewati dua pintu lagi kemudian berjalan memutar agak jauh. Baiklah... Ini judulnya jalan-jalan sore di bandara Sukarno Hatta.

Papan restoran Solaria sudah terlihat didepan mata (walau harus mendangakkan kepala terlebih dulu). Lalu bagaimana aku bisa menemukan pak Sule dan dua pemenang lainnya? Sementara orang-orang disini banyak sekali. Faktanya, pak Sule lah yang menemukanku terlebih dulu.

"Mbak Maulida?", sapa beliau. Beliau memanggilku dengan nama Maulida baik di telepon maupun secara langsung, hihihi sedikit aneh terdengar ditelinga. Aku mengangguk sambil tersenyum. Kemudian beliau menunjukkan tempat duduk para pemenang lain. Aku berjumpa dengan Arinta dari Yogyakarta dan Haikal dari Medan, pemenang karya tulis HARKONAS katagori Mahasiswa. Kemudian pak Sule meminta kami untuk menunggu satu lagi pemenang dari Padang yang bernama Nola. Baik, kami tidak keberatan.

Suasana akrab terjadi begitu saja diantara kami bertiga, atau mungkin hanya aku dan Arinta ya, si Haikal nya masih asyik sama gadgetnya.

Aku teringat pesan sang Ibu, harus menghubungi mas Yanto dan bude Tatik jika sudah sampai di bandara. Aku buka data internet smartphone ku untuk mengirimkan pesan whatsapp pada mas Yanto, setelah itu menghubungi bude Tatik dengan ponsel pink kesayangan.

Nola dan kakaknya datang ketika aku masih berteleponan dengan bude Tatik, belum sempat aku menyapa dia (karena masih berbicara dengan bude Tatik), pak Sule sudah mengajak kami semua ke parkir mobil. Kata pak Sule, kita harus bergegas agar tidak terlalu lama kena macet. Selesai berbicara dengan bude, aku menyapa Nola dan masuk mobil bersama. Karena kepala masih terasa pusing, mungkin akibat dari jetlag, aku meminta ijin teman-teman agar aku bisa duduk didepan. Alhamdulillah mereka tidak mempermasalahkan itu.

Pak Sule dengan lihai mengemudikan mobil, menyalip kiri kanan kemudian berbelok dan bermanuver menghindari area kemacetan. Benar juga, Jakarta selalu macet jam-jam pulang kantor macam ini. Kami bercanda dan saling memperkenalkan ke-khas-an daerah asal masing-masing selama perjalanan. Aku sesekali mengajak ngobrol pak Sule agar beliau tidak terlalu tegang selama mengemudi dalam kemacetan. Sayangnya hari sudah gelap, jadi kami tidak bisa welfie-welfie di mobil hihihi.

Bandara Sukarno Hatta berada di Jakarta Barat dan Hotel Grand Alia tempat kami menginap berada di Jakarta Pusat, sementara dari Jakarta Barat tidak bisa langsung ke Jakarta Pusat, harus melewati Jakarta Selatan terlebih dulu. Begitulah penjelasan pak Sule. Dan sepanjang perjalanan itu, tidak ada yang tidak macet, tidak ada jalan yang tidak dipadati mobil. Walhasil, dari jam 4 sore keluar dari bandara hingga hampir jam 7 malam kami belum sampai hotel.

Pak Sule bertanya mau makan malam dimana, karena biasanya dari hotel tidak disediakan makan malam. Jadi, kita harus makan malam diluar. Pak Sule memberikan pilihan mau makan di daerah plasa Indonesia atau daerah Sabang. Aku teringat kalau tadi di bandara, si Haikal mencari-cari tempat makan KFC. Dan hasilnya, pak Sule mengantarkan kami ke mall Sarinah untuk makan malam. Di Sarinah kami makan malam di MCD. Tidak sampai satu jam kami menyelesaikan malam. Aku senang sekali berteman dengan mereka, mereka baik hati, mereka mau menerima ideku untuk membelikan pak Sule makanan karena setelah kami amati, pak Sule hanya merokok sambil menunggu kami dan tidak makan malam, membuatku kepikiran.

Kami melanjutkan perjalanan menuju hotel setelah semua perut terisi. Tidak lama, papan nama hotel Alia Grand Kwitang terlihat didepan mata. Pak Sule menurunkan kami berlima dan mengatakan akan menjemput besok sekitar jam tujuh pagi. Kami berlima langsung memasuki hotel dan berjalan ke bagian resepsionis.

Aku mengeluarkan kertas print berisi reservasi hotel atas nama Muhammad Husein Haikal, Lisa Maulida dan Nola Putri yang telah dikonfirmasi oleh Mr. Zainal. Mas petugas mengecek reservasi melalui komputer dan beberapa detik kemudian meminta kami semua menunjukkan KTP dan membayar uang Rp 50.000 (sebagai jaminan kartu kunci kamar, dimana uang tersebut akan dikembalikan setelah check out). Setelah administrasi semua orang beres, kami masuk ke kamar masing-masing.

Nola dan Arinta, Haikal dan Mas Ade (kakaknya Nola) mendapat kamar twin room, sementara aku sendiri mendapat deluxe room. Sedih ya, ga bisa dibayangkan deh sendirian di kamar yang besar, pikirku saat berjalan dari resepsionis menuju kamar.

Aku menempelkan kartu ke daun pintu untuk membuka kunci otomatis kamar, dan yak, kamar guweh kebesaran, tempat tidurnya pun juga kebesaran. Aku menarik nafas dan menghembuskannya dengan perasaan "ya sudahlah - mau gimana lagi".

Aku menyalakan lampu kamar dan lampu kamar mandi. Kedua tas kuletakkan di atas meja dan kursi disamping televisi gantung, kunyalakan televisi agar tidak sepi lalu mengeluarkan pakaian ganti dan peralatan mandi. Aku mengintip jam yang merangkul pergelangan tangan kiriku, waktunya menunjukkan pukul 9 kurang. Sesekali aku melihat ke jendela kamar untuk melihat pemandangan, walaupun pemandangannya hanya berisi ya gedung lagi ya gedung lagi. Tapi malam ini aku beruntung, aku melihat ada pesta kembang api dari seberang gedung.


Setelah selesai bersih-bersih, aku main ke kamar Nola dan Arinta sebentar kemudian kembali ke kamar untuk istirahat. Kubiarkan televisi dan lampu kamar mandi menyala, sehingga ruangan kamar tidak terlalu sepi dan tidak terlalu panas. Aku cek lagi perlengkapan untuk besok, mengisi semua baterai alat komunikasi, memasukkan peralatan-peralatan yang tidak lagi dipakai kedalam tas ransel, kemudian mengunci pintu kamar. Oya, sebelum tidur, tak lupa aku minum air putih dulu.

Selamat beristirahat...



Baca juga cerita selanjutnya ya : Part 3 - Menang Kompetisi Nasional Membuatku Harus Lebih Rendah Hati

Part 1 - Pergi dan Ambil Hadiah Mu!

Suatu sore, tepatnya pada tanggal 18 Mei 2016 pukul 16.20 WIB, disela menunggu muridku yang sedang membaca buku yang aku pinta, dipikiran mendadak terlintas keinginan untuk membuka smartphone karena seharian aku tidak sempat membuka handphone hitamku ini. Kemudian jari telunjuk menyentuh sebuah aplikasi yang biasanya jarang sekali aku buka : Gmail, karena ada sebuah notifikasi reguler (bukan promosi dan pembaharuan) yang masuk.

Ada email masuk yang dikirim oleh sebuah alamat yang belum aku kenal. Di email yang masuk tertulis subjek "Pengumuman Pemenang Lomba". Email tersebut juga berisi lampiran, setelah selesai membaca isi email, aku membuka file yang berformat pdf dan berkop surat Kementrian Perdagangan itu. Saat membuka file, aku tidak memiliki perasaan dan harapan apa-apa mengenai isinya. Namun ketika ada namaku tercantum disitu, aku berubah jadi bingung campur senang campur ga percaya.


Karena aku masih ga percaya, aku meminta muridku untuk membaca ulang isi pengumuman itu. Kuserahkan hapeku dan dia membaca dengan seksama, semenit kemudian dia berkata, "Oee traktiraaann mbak!" #ngiheeekk. Aku cuma nyengir. Aku meminta dia untuk melanjutkan kembali bacaannya, pun untuk memberikanku waktu menghubungi sang ibu.

Sang ibu mengatakan bahwa aku harus berhati-hati, karena itu bisa saja penipuan. Mmmmnngg, aku menjelaskan sedemikian detail mengenai pengumuman ini, namun sang ibu hanya percaya paling mentok 79% hahaha. Sayangnya saat itu pengumuman pemenang tidak langsung diumumkan di website harkonas.id jadi sang ibu tidak langsung bisa percaya.

~

Dua malam berikutnya, salah satu panitia menghubungi dan mengatakan bahwa para pemenang lomba diundang ke Jakarta untuk menerima hadiah. Semua akomodasi dan hotel tempat menginap ditanggung oleh penyelenggara yang tak lain adalah pihak Kementrian Perdagangan yang bekerjasama dengan EO Navaplus.

 
Pikiranku saat itu adalah iya atau tidaknya mendapat perijinan sang Ibu. Karena sang Ibu ini kalau diminta perijinan pergi (dan atau yang lainnya) oleh anak-anaknya itu agak susah, apalagi kalau anak-anaknya perginya seorang diri. Daaan yak, ternyata benar saudara saudarah. Hampir saja aku ga jadi berangkat karena sang ibu tidak mengijinkan, beliau hanya mengatakan, "Lebih baik ibu ganti uang tujuh juta lima ratus ribu mu itu daripada ibu ngelepasin kamu pergi sendiri ke Jakarta". Lemas lah aku. Tapi dalam hati aku harus menghadapi ibu dengan calm, tegas dan meyakinkan beliau bahwa aku ingin kesana, bukan masalah uangnya tapi karena aku memang ingin kesana dan merasakan seperti apa pengalaman berhadapan dengan orang-orang baru dibidang yang baru aku masuki ini.

Aku pun mulai mencari tahu detail pengumumannya pada panitia yang mengkoordinir para pemenang. Mulai dari kesana naik apa, sesampainya di Jakarta menuju tempat lokasi dengan apa, selama di Jakarta menginap atau berada di tempat mana, dan meminta undangan resmi dari KEMENDAG. Alhamdulillah, semua pertanyaan dan permintaan telah dilayani oleh panitia dengan jawaban dan cara yang memuaskan. Aku hanya tinggal membawa baju batik untuk acara dan mempersiapkan segala sesuatu untuk menginap selama satu malam.

Sang Ibu setelah melihat kegigihan anaknya yang keras kepala ini rupanya mulai mengendor aturannya. Beliau langsung menghubungi beberapa saudara yang ada di Jakarta untuk mencari tahu kebenaran berita ini. Salah satu sepupu aku yang tertua dan tinggal lama di Jakarta bernama mas Yanto, entah bagaimana cara beliau mencari tahu, beliau meyakinkan ibu bahwa berita ini benar.

Apakah ibu langsung percaya begitu saja?

TIDAK.
Entah mengapa sang ibu memberatkan aku pergi mencari pengalaman baru. Yang aku tahu, ibu selalu mengatakan kalimat andalan, "kamu nanti akan merasakan rasanya jadi ibu".

Setidaknya pintu ijin sudah terbuka walau hanya sedikit. Tinggal meminyaki engsel dan mendorong gagang pintu saja.

Ibu memberatkan aku pergi karena aku akan meninggalkan kesibukan dan pastinya deadline pekerjaan selesai akan terulur beberapa hari. Jika aku pergi walau hanya dua hari, aku akan meninggalkan 1 pekerjaan nasional yang mau tidak mau ikut deadline pemerintah, kemudian meninggalkan 2 murid yang minggu-minggu ini sedang ujian kenaikan kelas, dan yang terakhir ada pekerjaan terakhir yang teramat penting yang akan aku tinggalkan sebentar : penelitian di kampus.

Aku bertekad untuk menyelesaikan satu persatu. Dengan menata ulang jadwal dan mengurangi jam istirahat, aku mulai konsisten membuktikan pada ibu agar beliau tidak perlu khawatir akan kegiatan dan pekerjaanku. Aku tidak akan mengulur deadline pekerjaan.

Tiga hari aku telah menyelesaikan pekerjaan nasional, bahkan aku berhasil menyelesaikan sebelum deadline yang ditentukan pemerintah. Waktu mengajar murid-murid pun tidak aku lewatkan, semua materi terisi dengan memuaskan sebelum aku tinggal mereka. Dan yang terakhir, ibu dosen bersedia menungguku sepulang dari Jakarta.

Pembuktian bahwa aku bias, telah meloloskan aku dari ijin birokrasi sang Ibu yang terlalu rumit, hehehe. Tidak ada jawaban iya, namun aku rasa aku bisa berangkat.

Walau sang Ibu sangat susah mengeluarkan ijin namun beliau mengatakan bahwa beliau bangga kepadaku. Somehow, hal itu membuatku tersipu malu dan merasa, ah ini bukan sesuatu yang patut dibanggakan. Dan walaupun masih belum sepenuhnya ikhlas melihat anaknya seorang diri berangkat ke Jakarta, sang ibu membantu bahkan mempersiapkan segala yang aku perlukan disana. Mungkin ini cenderung berlebihan. Persiapan yang aku pikirkan hanya membawa barang-barang tepat hanya untuk satu hari satu malam. Namun ibu, mempersiapkannya seolah-olah aku berada di Jakarta dalam waktu seminggu. Baju, makanan, pulsa dan uang,, itu semua terlalu lebay. Aku tak bisa membantah dan cuma bisa nyengir. Sesekali kalau tidak dilihat ibu, aku diam-diam mengurangi beberapa barang yang tidak dibutuhkan termasuk makanan pulsa dan uang.

Nasehat-nasehat dari Ibu jika aku tata rapi, barangkali sudah lebih dari satu lemari pakaianku yang terbuat dari kayu jati. Hahaha. Aku sedikit keberatan tapi aku tidak bisa membantah. Kan memang sudah seharusnya anak tidak membantah apa yang diberikan sang Ibu. Kecuali jika yang diberikan adalah hal yang tak baik. Dan membantahnya pun harus dengan cara yang baik pula. Bagaimanapun, ibu adalah orang yang wajib kita patuhi dan sayangi ^^

Note to self.
Pertanyaan yang selama ini muter-muter di kepala : Could I? Can I?, atas semua usaha yang aku lakukan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, alhamdulillah kali ini aku bisa mempercayainya. Could I? Can I?, dan aku berhasil menjawabnya dengan berani : Yes, I can.



Baca cerita selanjutnya ya : Part 2 - Perjalanan Pertama Dengan Pesawat Seorang Diri

Sembuh

Terkadang, menjalani hidup yang keras lah yang menyadarkan kita, bahwa inilah hidup sebenarnya.
Termasuk berdebat dengan diri sendiri.
Menjatuhkan pilihan antara yang baik atau justru yang batil, yang mana semakin dituruti perdebatannya maka tidak akan pernah selesai.

Dan kemudian tampak didepan mata, potongan surat At Taubah ayat 41.
"Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat..."

Air mata mengalir merindu orang tua kemudian sesak dihati terhapus karena menangis.
Air mata masih mengalir namun sesak dihati telah hilang.
Al Qur'an dan Rijalun haular Rasul bagai sungai deras yang membersihkan gundahnya hati.

Aku sendiri, namun jangan anggap remeh.
Aku sendiri, baru sadar memiliki kelebihan.
Terluka kemudian sembuh dengan seketika.

Dan jangan pernah mengingatkan tentang luka lama, karena aku tak kan sudi mengenal.
Menolehpun aku tak ingin.
Yang dulu biar jadi angin, yang sekarang jadilah tongkat.
Jika tongkat ini berisi yang baik, kan kubiarkan dia bersamaku selalu.
Dan jika tongkat ini berisi yang buruk, kan kuremas hingga remahannya tertiup angin.

Aku bukanlah sulit, hanya idealisku lah yang mempersulit.
Tapi percayalah, tak ada yang sulit jika selalu dibicarakan.
Akan lebih sulit jika ditinggalkan, dan aku akan lebih meninggalkan.
Karena aku pernah mengalaminya, aku bisa melewatinya.
Dan inilah caraku menyembuhkan luka.
Dengan melupakan dan meninggalkan.

The Battle - Hear It ^^

Hi friends. Have you heard kind of music orchestra?

I have. Actually I have heard when I was kid. My father like oldest song of Indonesia and he has cassete of that song. And my mother, ah, she likes orchestra very much, she prefers heard oldest song from Europe to Indonesia.. But, at that time, I did not understand that kind of music as good as now.

Very long time I did not hear it, and I just heard that kind of music three weeks ago.

Three weeks ago I watched movie "The Chronicles of Narnia part 1 : The Lion, The Witch and The Wardrobe". I flashback watched this. Suddenly I fall in love with that music instrument. I do, even until now. Big applause to Harry Gregson-Williams who made this music can fill full of spirit of the movie.

Harry Gregson. Source scoringsessions.com
And while I heard that music, such a spirit come to me. The Battle is one of tittles soundtrack that I like very much.

Harry Gregson-Williams return to Narnia 2 : Prince Caspian. Source scoringsessions.com
The music is such, ah, so difficult to mention. Complicated and great. While I hear The Battle, I can imagine that Harry Gregson-Williams (and team of course) are so diligent and clever composer. He can give the emotional connection of music in films. The combination of several tools is so epic to hear.

Do you want to hear it? Click here.

I love sound of piano or organ. What about The Battle re-arranged in piano version? I curious what it's like. So I looked for it. I found it, but this music is re-arranged by unknown. After all, this piano version as good as orchestra version. And do you want to hear it too? Just click here.

If you have another orchestra instrumental song, please let me know and share it to me ^^