Gagal Dapat Momen Epic Di Yangmingshan

Tidak semua perjalanan saya menemukan suasana yang indah dan nyaman. Tak ingin basa-basi, saya langsung saja, di artikel ini saya ingin berbagi cerita tentang ketidaknyamanan saat pergi jalan-jalan. Tapi biar imbang, saya sisipkan gambar-gambar bagus di sela-sela cerita. Masih mau baca tidak ya? Saya harap temans masih stay disini sampai cerita berakhir. #MendadakMellow.

~oOo~
 



Di hari libur yang buat saya unpredictable ini, dari awal keberangkatan sudah bikin mood saya ngga stabil. Selain karena hampir satu minggu sakit kepala tak kunjung reda, juga karena -- entah somehow -- saya sudah punya feel ngga enak tentang jalan-jalan kali ini.

Hari Kamis dan Jum'at minggu kemarin adalah hari libur nasional di Taiwan. Saya baru mengetahuinya Rabu malam. Karena libur nasional otomatis mas husband juga libur kuliah dan kerja.

Sampai menjelang hari Kamis, kami belum mendapat ide mau jalan kemana. Sampai kemudian ada kerabat yang sedang bekerja di Taiwan menghubungi mas husband. Beliau mengajak kami bertiga untuk berwisata ke Yangmingshan National Park. Mas husband mengiyakan, kemudian berdiskusi dengan saya. Tak lama berselang, tercetuslah keputusan kalau hari Jum'at jalan-jalan, sementara hari Kamisnya mas husband pergi ke kampus untuk mengerjakan disertasinya.


Baca juga : Ikut suami lanjut sekolah di Taiwan? Siapa takut!


Kamis pun berlalu, hari Jum'at pagi saya sudah menyiapkan semua sebelum berangkat. Sakit kepala masih terasa namun bisa diabaikan. Saya berharap sakit kepala akan hilang setelah jalan-jalan ke tempat baru. Setelah semua siap, kami  bertiga bergegas berangkat karena sudah ditunggu.


Poin 1. Rekreasi keluarga tapi ditunggu orang itu terasa tidak merdeka sama sekali.


Seperti biasa, kami naik bus 672 (bisa juga bus 207) tujuan stasiun MRT Gongguan. Kerabat mas husband ini menunggu di Taipei Main Station (jalur merah dan atau biru). Dari Gongguan (jalur hijau-kereta tujuan Songshan) melewati dua stasiun kemudian turun di MRT C.K.S Memorial Hall. Kami pindah kereta jalur merah-tujuan Tamsui, melewati satu stasiun dan berhenti di MRT Taipei Main Station (TMS).

Sempat kaget ya. Ini hari Jum'at, dan TMS begitu sesak dengan orang-orang. Nampaknya orang luar Taipei berdatangan untuk menikmati liburan di ibukota.

Kerabat mas husband bersama seorang teman (asal Vietnam) sudah menunggu di aula TMS. Sebut saja mbak I dan mbak T (asal Vietnam). Mereka perempuan kuat, rela meninggalkan suami dan anak untuk bekerja dinegeri orang, mereka termasuk sumber devisa negara.

Biasanya kalau bepergian jauh, kami bertiga lebih suka naik kereta. Tapi kali ini berbeda, mengikuti saran mbak I, kami berlima naik bus langsung menuju Yangmingshan. Namanya hari libur nasional, yang antri naik bus ke Yangmingshan masya allah banyaknya. Dan dari antrian ini saya sudah bisa prediksi, Yangmingshan pasti akan penuh juga.


Poin 2. Kalau kalian suka ke-private-an, jangan sekali-kali merencanakan wisata
pada saat hari libur, Sabtu dan Minggu.


Hampir dua jam kami berdiri menunggu giliran naik bus 260 tujuan Yangmingshan. Panas, pusing, bete sumpah! Untung Kia yang juga ikut bosan ini tidak rewel, melainkan langsung tidur di pelukan. Itu sangat meringankan beban Ibu, trims ya nak.

Mengantri berjam-jam sambil berdiri rupanya diberi keadilan saat naik bus. Peraturannya : Yang sudah mengantri sambil berdiri, dapat tempat duduk di bus. Yang ingin naik bus tanpa mengantri dipersilahkan berdiri dalam bus.

Alhamdulillah saya dan mas husband dapat tempat duduk paling depan. Sementara mbak I dan mbak T memilih tempat duduk dibelakang. Kagetnya mbak T ngga duduk disebelah mbak I. Malah mbak I duduk sama pria yang baru dikenal saat mengantri tadi. Mmnnggg...

Lagi-lagi, karena hari libur nasional, ada banyak orang yang naik kendaraan pribadi untuk berwisata ke sejumlah daerah sehingga jalanan jadi macet. Siang, panas, pusing, macet. Masya Allah tambah pusing kepala. Untung lagi Kia masih tertidur pulas. Anak pintar.


Poin 3. Jika akan berwisata saat libur nasional atau hari Sabtu dan Minggu, maka jangan sekali-kali memilih jalur darat. Pilih jalur underground (kereta/MRT).


Berangkat dari rumah jam 10 pagi, sampai di Yangmingshan jam 2 siang. Sampai di TKP pun sudah penuh sesak dengan wisatawan. Jangan bayangkan jadi saya, bawa bayi, sedang sakit kepala, capek di perjalanan, niat refreshing malah jadi gagal dapat momen epic.

Mas husband mengatakan kalau mau naik lagi ke atas bukit bisa naik bus nomor 18, dan do'i yakin kami akan naik bus itu. Sementara mbak I bilang tidak. Beliau mengajak ke tempat lain, kalau ngga salah namanya Yangming Park. Nah dari tempat parkir bus 260 ke Yangming Park atau Yangmingshan Flower Clock kudu berjalan sejauh satu kilometer lebih. Wait wait! Saya tidak mendesain persiapan perjalanan kali ini seperti ini.

Mau ngga mau yang muda mengikuti yang tua. Mas husband menjanjikan di depan saat sudah mendapat tempat duduk, kami pisah dari mereka dan naik ke atas bukit tadi. Apapun opsinya, saya prefer pilih piknik duduk santai menikmati pemandangan. Bukannya apa, saya bawa bayi dan sedang sakit, bayinya pun saya gendong dan ngga pake stroller, mana barang bawaannya banyak khaaan. Huft.

Untung saja di beberapa tempat makan di sepanjang jalan menuju Yangming Park. Kia yang sudah bangun dari tidur panjangnya otomatis kelaparan. Camilan tidak cukup baginya. Kia harus makan siang. Tapi.. Lagi-lagi yang muda mengikuti yang tua. Saat yang tua selesai makan, Kia yang masih belum separuh makanannya habis sudah harus berhenti dan ikut jalan. Nyebelinnya mas husband malah ngikut aja.


Poin 4. Hellooowww. Perut bayi tidak bisa disamakan dengan perut orang dewasa lho.
Orang dewasa punya banyak gigi dan bisa langsung melahap banyak makanan sekaligus.
Lha bayi? Mbok ya toleransi gitu. 


Gara-gara ini saya jadi mblayer bro. Asli. Saya nggerundel ke mas husband, sama do'i cuma dibilang sabar. Setelah nggerundel, saya tau kami tidak akan menemukan jalan sendiri dan masih mbuntut mereka sampai akhir perjalanan. Kan ya sama-sama jadi Ibu, tapi kok tidak memikirkan bayi yang saya bawa sih.huft. Tauk ah! Harapanku semoga Kia bisa sabar tidak rewel jadi Ibunya juga bisa ikut sabar. Lanjut!

Setelah sampai di Yangming Park, saya memutuskan untuk berhenti, membuka gendongan Kia dan menggeletakkan semua barang-barang di atas rerumputan yang dibuat orang-orang untuk bersantai. Dalam hati saya sudah tidak peduli dengan energi mereka yang kepingin lanjut jalan. Saya ingin duduk dan menyuapi Kia yang sudah rewel dari tadi.

Walau hati nggerundel, kudu teteup riang didepan kamera.

Nyobain kamera dan tripod baru. Eh, ini malah ngga sengaja ke capture. Ha ha.

Fokus di Ibu dan Anak saja ya.
 
Ya, saya mendapatkan keinginan saya. Saya duduk menyuapi Kia, mbak I dan mbak T pergi entah kemana, mas-mas yang saya tidak tau namanya (yang sedari sampai di Parkir Bus Yangmingshan, mengikuti rombongan kami) juga pergi mencari tempat untuk merokok, lalu mas husband membeli minuman.

Kia makan dengan lahap sembari nggeremet kesana-kemari. Lega dan senang ngelihatnya. Kia jadi pusat perhatian. Beberapa anak-anak yang duduk disekitar kami bergantian menggoda Kia dengan bahasa mereka.



Setelah Kia makan, saya gantian makan, ngga lama mas husband datang membawa banyak minuman. Gantian ya, dari tadi makanan ditraktir terus sama mbak I. Mau saya ganti bayar, malah dipelototin dan ngga dibolehin, wakakak. Jadinya mas husband membelikan mereka minuman.


Puas bersantai, kami turun kebawah bukit dan menemukan tempat yang diberi nama Yangmingshan Flower Clock. Tidak tau pasti mengapa dinamakan seperti itu. Tapi jika dilihat dari atas memang ada salah satu taman disini yang dibentuk mirip dengan bunga (lupa namanya) dan bunga tersebut dihadapkan searah jarum jam. Dan hari ini ada beberapa bunga Sakura yang mekar. Perfect!

Maps

Yangmingshan Park
 
Walau merasa tidak puas selama perjalanan tadi, setidaknya kami masih bisa merasakan kesempatan bertiga menikmati keindahan bunga Sakura instead berdesakan dengan orang-orang yang juga sibuk berfoto dengan bunga Sakura.

Mmmnnggg...

Gendong boneka hidup.

Hidung dan mulutnya balapan, wkwk.

Sakura !

Karena mbak I dan mbak T bilang sudah puas berfoto disini, mereka menunggu kami dengan mengantri di halte bus terdekat. Hari sudah sore memang, awan dan kabut pun semakin tebal. Kami bertiga segera mengakhiri sesi menikmati bunga Sakura, dan langsung mencari halte yang dimaksud. Setelah bertemu mereka, antri sebentar, eh langsung deh naik bus menuju Parkir Bus Yangmingshan. Alhamdulillah ngga perlu antri lama...

Sesampainya di Parkir Bus Yangmingshan, ternyata sudah buanyaaaaaaaaaakkk yang antri untuk masuk bus 260 (tujuan Taipei Main Station) dan bus R5 (tujuan MRT Jiantan). Walau dibagi jadi empat baris, teteup ya antrinya sampai meluber gitu. Masya Allah. Mau ngga mau kami ikut antri juga. Ada gitu satu jam ngantri, fiuh.

Sudah kadung masuk barisan antrian bus nomor 260, saya minta mas husband agar turun di Jiantan dan naik MRT saja, untung bus 260 melewati MRT Jiantan. Menurut saya, kalau Taipei sudah penuh sesak dengan orang-orang seperti ini, rasanya ngga worth kalau harus naik bus. Naik bus, pasti bakal macet di jalan. Kalau naik MRT walau yang antri banyak tapi ngga bakal kena kemacetan. Iya, mas husband mengiyakan permintaan saya.

Bus sampai di MRT Jiantan dan kami bertiga turun. Rupanya mbak I, mbak T dan mas siapa saya ngga tanya namanya juga ikut turun. Kami berenam naik MRT jalur merah tujuan Xiangshan dan turun di MRT Minquan W.Rd. Dan benar saja, kereta juga jadi alternatif orang-orang yang tidak ingin merasakan kemacetan jalur darat. Berjubelnya masya allah...

Kami berpisah di stasiun Minquan W.Rd. Mereka naik bus ke arah Taoyuan Airport untuk pulang, sementara kami lanjut MRT jalur kuning tujuan Nanshijiao dan turun di MRT Dingxi.

Ah.. ayem sekali perjalanan pulang naik kereta. Ngga lama, ngga pusing dan nyaman. Sampai Dingxi, kami melipir ke resto indo langganan untuk makan bakso sebelum pulang. Alhamdulillah pusing di kepala mendadak hilang karena hangatnya makan bakso. Lho? Jangan tanya kenapa, karena saya pun tak tau...

~oOo~


Terima kasih ya sudah mau baca sampai akhir. Jangan bosan-bosan ya. Sampai jumpa di artikel selanjutnya~

Rileks Setelah Bermain Di Bitan Xindian

Ada dua alasan yang membuat saya mengabaikan deretan draft jalan-jalan di Taipei dan lebih mengutamakan untuk memposting artikel ini. Pertama, mas husband suka sekali tempat indah ini. Kedua, saya pun juga menikmati berwisata di tempat ini. Artikel ini saya beri judul : Rileks Setelah Bermain Di Bitan Xindian.


Setiap minggu di hari libur mas husband kami memiliki agenda jalan-jalan baik ke tempat wisata maupun sekedar makan di luar. Semester ini, jadwal mas husband berubah, yang mana hari liburnya pun ikut berubah. Semester lalu hari Jum'at adalah hari keluarga, untuk semester ini hari keluarganya jatuh pada hari Kamis.

Mas husband mendapat ide untuk berwisata disalah satu spot yang bernama Bitan Swan Boats. Tugas saya untuk mencari tau bagaimana akses kesana dan ada apa aja disana dan apakah ramah untuk membawa bayi. Walau hampir semua tempat wisata di Taiwan ramah bayi (bahkan ada beberapa yang memiliki ruangan breastfeeding, ini sangat luar biasa menurut saya, mengingat warga Taiwan lebih suka memelihara guk guk ketimbang bayi), tapi ini insting Ibu, kalau tempatnya ada bagian yang tidak cocok untuk bayi, ya tidak didatangi.


Siap untuk refreshing? Yes!


Usai mempersiapkan si kecil, agak lama karena yaa tau lah ya bayi itu gimana wkwk, kami langsung bergegas menuju ke halte bus. Seperti biasa, stasiun MRT Gongguan adalah tujuan terfavorit dan terdekat kalau mau kemana-mana naik MRT. Dari apartemen kami naik bus nomor 207 (bisa juga naik bus 672). Sampai di Gongguan kami langsung masuk dan naik kereta arah ke Xindian, dan turun di Xindian atau pemberhentian MRT line hijau yang terakhir.

Kenapa sih harus oper ke kereta? Memang ngga ada bus arah ke Xindian?
Hmmm, sepertinya ada sih bus ke arah Xindian langsung, mungkin juga harus oper dulu. Lah kalau belum jelas begini kan ya paling enak naik kereta. Diantara transportasi jalur darat di Taipei, kami memang lebih suka naik kereta. Cepat, murah, ngga kena macet, aman, nyaman dan langsung sampai tujuan.

Sampai di stasiun MRT Xindian, kami langsung disambut oleh berkompi-kompi siswa pelajar yang memakai kaos olahraga.

Sebelum melakukan pencarian daerah wisata bernama Bitan ini, kami mengisi perut terlebih dulu. Sengaja keluarnya abis sholat dhuhur, jadi bisa sekalian makan di luar. Kami langsung melipir ke restoran yang telah dikenal di dunia : KFC, ha ha ha. Kalau sedang jalan-jalan di Taipei, ngga perlu takut kelaparan atau kehausan, karena di setiap stasiun MRT sekelilingnya selalu ada franchise mendunia yang sudah pasti kita kenal. (FYI again, mengenai makanan kami menerapkan sistem ABUBA atau Asal BUkan BAbi, karena kami hidup di negara yang penduduknya bukan mayoritas islam, alias halal makan babi dan sudah pasti setiap resto di Taiwan selalu menyajikan babi, sementara restoran berlabel halal disini bisa dihitung dengan jari, jadi jika tujuan terdekat tidak ada restoran halal maka yang paling aman adalah makan di resto franchise yang menyajikan bahan utama ayam).

Setelah kami makan, kami langsung buka google maps dan mengikuti instruksi untuk sampai ke Bitan. Jalan kaki doang, ngga jauh kok.

Sampai deh di Bitan.

Welcome to Bitan


Kesan awal melihat Bitan : WOW. Ada sepasang jembatan kembar yang tebalnya masya allah, seperti tidak akan bergoyang walau terkena gempa. Sementara tinggi, panjang dan lebarnya, hmmm subhanallah, incredible!

Please, fokus ke jembatannya. Jangan ke senyuman saya, saya sudah punya suami dan anak.

Beautiful Scenery


Jadi ternyata, Bitan ini memang tempat wisata murah meriah dibagian bawah jembatan yang didesain untuk semua kalangan. Sudah tidak perlu saya sebutkan ya kalangan itu, pokoknya disini semua orang campur membaur menikmati kesan cantik dari sebuah taman. Ada taman, toilet yang bersih bangets, ada space bagi orang tua yang menikmati pemandangan sungai, ada tempat untuk orang memancing, ada spot cantik untuk berfoto, ada tempat untuk burung merpati berkumpul (sayang Kia belum bisa jalan dan sedang mengantuk, jadi ngga bisa bermain dengan merpati), dan ada wisata perahu (ini yang dinamakan Bitan Swan Boats, karena semua perahunya didesain berbentuk angsa).

Saya, MAU BANGET, KEPINGIN BANGET, naik perahu itu. Setelah diberi tau mas husband kalau naik perahu harus bayar 400 NTD, saya jadi maju mundur. 400 NTD itu lumayan lho, hampir seharga sepatunya Kia #eh, kalau di-kurs-kan ke rupiah bisa dibuat nraktir bakso orang sekampung.

Bitan Swan Boats

"Jangan diubah ke rupiah, nanti sakit hati. Ayok kalau mau naik, mumpung Kia tidur. Kalau uda bangun bisa usrek-usrek di perahu dia...", kata mas husband.

Benar juga. Kalau Kia usrek-usrek di perahu, terus perahunya jungkir, waaa, wassalamualaikum sudah. Yok dah, naik perahu!

"Habiskan uang Ayah, buuuuukkk!", kata mas husband ngaco~. Ya iyalah, kita habisin, kan Ayah kerja juga buat apa kalau ngga buat Ibu n Kia wakakakak.

Sampai di tempat sewa, bukan tempat dekat perahu lho ya, tapi agak ke daratan, ada sebuah bangunan non permanen yang mirip dengan loket, nah disitu kami bertransaksi lebih dulu sebelum naik perahu. Aturannya : Kalau naik perahu manual atau perahu sepeda, harga sewanya 300 NTD perjam. Kalau naik perahu mesin atau perahu elektrik, harga sewanya 400 NTD per 30 menit. Dan ada biaya sewa-deposit 100 NTD untuk pelampung, yang nanti setelah selesai uang 100 NTD ini akan ditukar dengan pengembalian pelampung.

Ibu : Kia siap naik perahu? || Kia : Nnggg...

Setelah bertransaksi, kami dipasangkan pelampung badan (termasuk Kia juga dipakaikan pelampung), kami menuju ke ujung jembatan (yang terbuat dari plastik yang bisa mengapung di air) dan ada satu orang yang bertugas mengambilkan perahu, memilihkan perahu elektrik untuk kami.

Jangan berharap ada instruksi yang terperinci dari petugas itu tentang bagaimana cara menghidupkan mesin ya, karena orang Taiwan ini pemalu dan kebanyakan tidak bisa berbahasa Inggris, jadi mas husband hanya ditunjukkan (dengan cara mempraktekkan) bagaimana cara menghidupkan dan mematikan mesin perahu. Untung ya mas husband cerdas, ya iya dong, kalau ngga cerdas ngga bisa kuliah di Taiwan Tech dong dia.

Yup, meluncur kita!

Saya dan Kia duduk di depan, sementara mas husband selaku juru kemudi perahu duduk dibelakang sambil memegang tangkai mesin perahu. Sayang sih, leher perahunya ketinggian dan kebesaran, jadi ngga bisa melihat kedepan dengan jelas. Jangankan saya, mas husband pun apalagi, hanya menggunakan insting katanya.

Semangat lho ayy~

Perahu kami berjalan menuju ke selatan. Kelihatannya perahu hanya diperbolehkan berjalan ke Selatan dan tidak boleh bergerak menuju ke Bitan Bridge (jembatan kembar yang saya ceritakan tadi-berada disebelah utara wisata). Jika dilihat di peta, memang sebelah utara wisata Bitan Swan Boats area sungainya lebih luas dan bisa jadi aliran sungainya lebih deras karena tingginya kedalaman sungai. Jadi dibuatlah pembatas manual yang terbuat dari tali tampar. Memang tidak ada larangan tertulis, tapi kalau sudah ada pembatas begitu ya kita harus sadar diri dan waspada.

Keindahan yang ditawarkan di sepanjang arus sungai Xindian (atau pecahan sungai Tamsui) ini begitu menenangkan. Sungai jernih dan berarus rendah. Ngga ada sampah atau kotoran sama sekali. Yang ada hanyalah pemandangan hijau dan tebing-tebing bukit Bitan di sebelah kanan dan pemandangan apartemen bergaya modern di sebelah kiri. Terlihat juga beberapa orang yang menunggu pancingannya dilahap ikan di sekitar bantaran sungai yang landai. Apa mereka ngga takut kecemplung ya, kelihatannya bantaran itu licin... Entahlah.

Tebing Xindian

Sejujurnya saya bingung, saya anak perikanan yang dahulunya sering main ke laut dan sudah tentu sering naik kapal nelayan yang lumayan gede dan penuh muatan itu. Tapi mengapa setelah punya anak perempuan yang mungil dan menggemaskan, jadi penakut naik perahu kecil yak. Saya jadi bahan ledekan mas husband disepanjang naik kapal. Semakin nervous ketika mas husband bergerak yang jadinya bikin perahu bergoyang, ditambah lagi Kia yang kadang merengek karena "kecepit" pelampung. Puas-puas dah mas husband dengar kecerewetan saya diatas kapal gara-gara ke-nervous-an itu.

Tiga puluh menit berlalu dengan cepat, cepat sekali rasanya. Mas husband memutar arah kapal sebelum sampai pada belokan sungai Xindian Old Ferry Trail. Saya yang meminta, karena prediksi saya di belokan itu sungainya lebih dangkal, takutnya mesin perahu nyangkut di dasar sungai. Yaa, ini hanya prediksi kok, saya pernah belajar itu di kampus. Daripada kenapa-napa ya, mas husband nurut juga hehe. Sampai di dermaga kapal, kami bergegas naik ke daratan karena si mungil makin kencang rengekan minta "mikcu" nya..ha ha.

Belokan sungai Xindian Old Ferry Trail dan keindahannya.

Tidak lupa kami mengembalikan rompi pelampung ke tempat semi permanen loket tadi. Uang depositpun sudah dikembalikan, kami langsung menepi mencari tempat duduk, selain itu juga menghindar dari "gukguk" tak bertuan yang suka lari-lari disekitar bantaran sungai. Ngga kaget ngga kaget, sudah terbiasa malah melihat anjing berkeliaran begini. Fiuh.

Foto Keluarga.

Behind The Scene.

Matahari terbenam tidak bisa dilihat dari Bitan, mungkin karena area wisata sungainya rendah ya, ditambah lagi disekeliling ada banyak gedung tinggi menjulang dari utara ke selatan. Ya sudah, kami hanya bisa menikmati damai dan sejuknya suasana sore.

Ibu guemmaaasss sama kamu, Kia. Foto dibawah Bitan Suspension Bridge.

Guide Wisata Bitan.

Puas duduk-duduk, kami kembali explore (sambil mencari camilan) sebelum akhirnya kembali ke apartemen. Kami naik ke atas, di luar area Bitan Suspension Bridge terdapat semacam Night Market gitu. Pilih pilih pilih, akhirnya mas husband berhenti di satu toko makanan. Mas husband memesan Squid Lard Egg Pancakes. Ngga lama, pesanan jadi dan mas husband langsung membayar pesanannya.

Gerbang Bitan Suspension Bridge dari Xindian Night Market

Tidak dimakan disitu, mas husband langsung menenteng pesanannya (juga menggendong Kia) dan mengajak untuk menyebrang di Bitan Suspension Bridge. Saya jadi tau kenapa dinamakan begitu, prediksi saya (-prediksi lagi- apalah apalah), suspension bridge berarti jembatan gantung, yang artinya lagi jembatan ini dirancang tradisional alias tidak pakai beton. Buk, beneran buk, jembatan ini pijakannya terbuat dari kayu dan disusun lalu disatukan dengan tali tampar. Jadi sensasi berjalan diatasnya itu mengerikan gitu, setiap saya melangkah selalu terdengar bunyi "nyit nyit kretek kretek", gesekan antar kayunya itu yang bikin merinding, ditambah anginnya yang wass wess wass wess tanpa assalamualaikum. Membayangkan kalau pas ditengah jalan tiba-tiba "tess", wess langsung terjun bebas njebur sungai kita, hwaa hwaaa Naudzubillahmindzalik. Skip, saran saya dipercepat saja langkahnya, tapi jangan lari lho yes, soalnya susunan kayunya tidak berdempetan melainkan ada space nya. Salah-salah kita bisa kesandung kalau tidak hati-hati.

Modern. View disebelah kanan Bitan Suspension Bridge.

Nature. View disebelah kiri Bitan Suspension Bridge.


Nah mengapa harus menyeberang jembatan? Karena apartemen kami ada di seberang sungai gaess. Dilihat dari peta, jarak antara area Bitan dan apartemen lebih dekat jika kami menyeberang jembatan. Kalau menyeberang di jembatan kembar Bitan, yaa lumayan gemporr yaa kaki. Jadi terdekat ya nyebrang di suspension bridge tadi.

Dan ternyata, saat kami pulang naik taksi (menghadang taksi dulu setelah lewat jembatan gantung), kami dilewatkan jembatan kembar Bitan tadi. Owalah jaal jal, setelah melihat peta lagi, memang jalan ke arah apartemen hanya bisa lewat area Xindian ke utara. Bisa dibilang nyebrang jembatan gantung tadi agak useless ya...hmmm. Engga ding, namanya juga penasaran diseberang Xindian ada apa, ya diladeni aja rasa penasarannya langsung ya, ketimbang rasa penasaran dibawa ke rumah, tambah besar rasa penasarannya #apasihLis.

Udah naik taksi, wes tinggal duduk santai, ngelurusin kaki, tunggu taksinya sampai depan apartemen.

Berakhir ya, berakhir sudah rekreasi hari ini. Alhamdulillah bisa meluangkan waktu barang sehari untuk refresh pikiran n badan, terutama mas husband nih yang sehari-harinya penuh dengan rutinitas berangkat pagi pulang malam untuk kerja dan kuliah. Semoga dia juga ikut refresh karena jalan-jalan hari ini tidak banyak menguras uangnya #Lho #Eh..ha ha.

Pe-eR saya kemudian adalah mencoba menuliskan kegiatan ini ke blog www.limaura.com ini. Biar diupdate gitu blog nya, biar ngga dikira orang rumah kosong hehe. Dan alhamdulillah rampung juga. Semoga temans ikut terhibur ya dengan tulisan ini. Dan sampai jumpa di tulisan berikutnya.



Eeeehhhh sebentar, jangan diclose dulu dong, mau ya lihat vlog kami sebentar. Mas husband sudah susah payah bikinnya jugak hihi. Kuy cuss klik disini.