Mencari "Made in Indonesia"

Sekitar akhir tahun 2013, saya mulai mengikuti kursus bahasa Inggris di sebuah english course yang terletak di pusat kota Surabaya. Dari sinilah saya berkenalan dengan teman-teman dari berbagai umur dan berasal dari keluarga yang berada. Lama bergaul dengan mereka membuat saya berani mengkatagorikan mereka sebagai teman-teman yang berdaya konsumsi tinggi. Mereka sangat suka membeli barang di luar negeri, tampil wah disetiap pertemuan dan gemar pamer barang-barang impor. What a shame, padahal mereka tinggal di Indonesia. Jika mereka lebih menyukai barang-barang luar Indonesia, mengapa tidak tinggal di luar Indonesia saja? Mereka hanya memenuhi ruang gerak di Indonesia saja. Batin saya yang menggerutu saat itu.

Gaya hidup yang dijalani oleh mereka bisa dikatakan sebagai identitas diri yang berasal dari lingkungan dan didukung oleh perubahan yang cepat dalam teknologi informasi sehingga meningkatkan pola konsumsi dalam menentukan gaya hidup yang diinginkan. Gaya hidup yang demikian juga timbul akibat dari tantangan tinggal di kota yang penuh akan fasilitas dimana mereka mengembangkan suatu toleransi dan selera terhadap apa yang terbaru, ditambah dengan latar belakang rasa tidak aman dalam bersaing maka terciptalah rasa ketidaktetapan dan selera coba-coba. Dengan mendahulukan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan untuk mencapai kepuasan maksimal hingga dapat mencapai gaya hidup yang bermewah-mewah adalah pengertian dari istilah konsumtif. Dari gaya hidup yang demikian dapat membentuk pola konsumtif yang berkelanjutan dan akan berkembang seiring dengan majunya perkembangan zaman.

Pola konsumtif yang berlebihan sangat disayangkan dalam masyarakat modern. Ini juga menunjukkan ketiadaan acuan terhadap nilai tertinggi dan melahirkan sekularisasi atau perkembangan kearah keduniawian. Coba anda perhatikan, berapa persen kah masyarakat Indonesia yang memiliki pola demikian? Budaya membeli masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh visualisasi iklan yang kini sedang gencar-gencarnya beredar. Ada 5 contoh sederhana yang membuktikan bahwa masyarakat Indonesia memiliki pola konsumsi yang tinggi dilihat dari percepatan menjamurnya suatu kebiasaan membeli atau memakai yaitu sosial media, gadget, trend fashion, makanan cepat saji dan meme (yang berisi sindiran atau pujian).

Dengan adanya pola konsumtif pada masyarakat Indonesia seharusnya memberikan banyak keuntungan bagi pendapatan dalam negeri, HANYA jika masyarakatnya membeli dan memakai produk negeri sendiri. Sayangnya yang ada dihadapan saya adalah segelintir masyarakat yang terlalu cinta dengan produk asing hanya untuk meningkatkan kegengsian. Saya percaya, masih banyak masyarakat Indonesia yang mencintai, membeli dan memakai produk negeri sendiri. Kepercayaan ini meningkatkan kesadaran dan rasa malu saya, dan jika saya sendiri tidak menggunakan produk dalam negeri berstandar SNI itu berarti saya tidak mencintai negeri sendiri.

Dari situlah saya bertekad untuk mencari barang yang bertuliskan “Made in Indonesia” atau “Produksi Indonesia”.

Saya memeriksa lemari, rak meja dan berbagai sudut rumah, mencari dan menghitung berapa jumlah barang produksi di Indonesia. Sekitar 35% barang dirumah memiliki tulisan tersebut, 30% produk luar negeri dan sisanya tidak tertulis diproduksi dimana. Sementara hampir semua barang yang saya gunakan sehari-hari adalah barang produksi Indonesia.










Banyaknya barang-barang dirumah yang saya temukan merupakan produksi negeri sendiri, saya yakin bahwa Indonesia siap menghadapi MEA.

Indonesia telah siap menghadapi MEA. Indonesia mampu menciptakan produk sendiri dengan bahan baku sendiri. Sumber daya manusia Indonesia pun tidak perlu diragukan lagi kualitasnya. Pemerintah, pelaku usaha dan akademisi sedang bekerja dan berusaha untuk menciptakan daya saing yang tinggi. Lalu siapakah selanjutnya yang juga berperan dalam menyokong Indonesia sebagai negara yang produktif? Masyarakat konsumen. Kini tidak lagi membicarakan "seandainya", melainkan kita harus melakukan aksi nyata dan saling bahu membahu untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang produktif. Masyarakat konsumen berperan penting dalam lingkup pasar tunggal. Bisa dibilang masyarakat konsumen merupakan pemeran utama yang mampu mengendalikan perputaran keuangan dalam pasar tunggal. Dengan begitu, Indonesia dengan penduduk terpadat ke 4 didunia ini, berpeluang untuk memenangkan pasar.

Pada umumnya negara yang maju dan mencapai kemakmuran memiliki ciri yang sama yaitu produktif. Dengan tingkat produktivitas yang tinggi mereka dapat menguasai pasar karena memiliki daya saing yang baik. Sebaliknya, jika suatu bangsa cenderung konsumtif, maka mereka tidak akan bisa bersaing di pasar global, bahkan untuk memenuhi keperluan sendiri harus mengimpor barang dari luar negeri. Negara yang cenderung konsumtif akan menjadi terbelakang dan ketinggalan dibanding dengan negara yang produktif.

Berbagai langkah telah diupayakan oleh pemerintah dengan didukung oleh sebagian masyarakat (yang sadar) untuk mengantisipasi didaulatnya Indonesia sebagai negara yang konsumtif. Pemerintah (pusat dan daerah), pelaku usaha dan akademisi berbaur dan bekerja sama untuk meningkatkan daya saing Indonesia dikancah internasional yang meliputi kualitas; kuantitas (kontinyuitas); harga barang dan standar barang dalam negeri. Hal ini dipersiapkan sedemikian baik untuk menghadapi MEA dan terjangan budaya asing yang masuk secara bebas di Indonesia.

MEA atau yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah satu pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara yang memiliki tujuan untuk meningkatkan investasi asing di kawasan Asia Tenggara. Dalam kesepakatan MEA terdapat 5 hal yang tidak boleh dibatasi peredarannya diseluruh negara ASEAN. Ke 5 hal tersebut adalah barang, jasa, modal, investasi dan tenaga kerja yang handal.

Indonesia adalah negara yang besar dengan jumlah penduduk terpadat ke 4 di dunia. Dengan penduduk yang demikian banyak, Indonesia mampu menarik investor asing dan "penjual-penjual" yang memasukkan barangnya ke Indonesia dengan harapan bisa laku terjual dan dipakai di Indonesia. Sebagai warga Indonesia, sebagai masyarakat konsumen Indonesia, kita harus dan wajib memakai barang produksi dalam negeri.

Menumbuhkan minat memakai produk dalam negeri memang susah susah gampang. Perlu komitmen yang kuat sehingga minat memakai produk dalam negeri tetap bertahan dan meningkat. Kita sebagai masyarakat konsumen yang tinggal dan menetap di Indonesia, menginjak tanahnya, menghirup udaranya dan menikmati hasil alamnya harus memiliki rasa nasionalisme dan rasionalisme terhadap produk Indonesia. Jika kita sebagai masyarakat tidak bisa mempertahankan nasionalisme dan rasionalisme memakai produk Indonesia, maka permintaan impor dan gencarnya produk asing yang masuk ke Indonesia menjadi tak terbendung. Jika hal ini berlanjut, maka pelaku usaha di Indonesia akan gulung tikar karena tidak adanya pendukung. Dengan begitu asumsi bahwa negara Indonesia adalah negara yang konsumtif akan menjadi benar dan Indonesia akan benar-benar menjadi negara yang pasif dan lumpuh.

Produk Indonesia tidak ada bedanya dengan produk asing. Ada yang mengatakan bagus kualitas produk luar negeri karena harganya mahal, tidak juga. Produk luar negeri terkenal pamornya karena didukung oleh masyarakat produsen barang tersebut. Nah, kita juga bisa ikut mendukung dan meningkatkan pamor barang Indonesia diranah internasional dengan memahami standar nasional Indonesia (SNI). Boleh klik disini untuk melihat daftar produk yang sudah berstandar nasional Indonesia.

Negara yang produktif memiliki konsumen yang cerdas. Jika ingin Indonesia menjadi negara yang produktif, maka kita harus menjadi konsumen yang cerdas. Apa yang dilakukan oleh konsumen yang cerdas? Yakni dengan memakai produk dalam negeri. Dengan menjadi konsumen yang cerdas, kita dapat membawa Indonesia menghadapi MEA.

Saya mendukung, membeli, dan memakai produk dalam negeri. Saya cinta produk Indonesia. Pastikan kamu warga Indonesia juga mencintai produk dalam negeri ya!



Artikel ini diikutsertakan dalam lomba karya tulis blogger 2016 yang diselenggarakan DJPKTN Kementrian Perdagangan untuk memperingati moment Hari Konsumen Nasional.





Artikel ini mendapatkan Juara ke 2 dalam lomba karya tulis katagori blogger yang diselenggarakan DJPKTN Kementrian Perdagangan untuk memperingati moment Hari Konsumen Nasional 2016. Untuk melihat daftar pemenang bisa klik disini.


Dolan Ke Pantai Kenjeran Lama

Sedari kemarin, Aan mengajak ANGLAS untuk ketemuan lalu pergi bareng kemana gitu seperti yang sering kami lakukan jaman dahulu (jaman dahulu jaree wkwk). Lama ga pergi "bareng" sama ANGLAS membuat Aan (dan juga aku sih..) kangen nge-trip bareng dan rindu masa-masa melakukan hal-hal gila yang pernah kami lakukan jaman SMA dan setelahnya. Tahun ini hampir semua anggota ANGLAS tidak memiliki waktu berkumpul karena saking sibuknya mereka. Hhmmmhh,.
 
 
Sempat akan gagal bertemu karena cuma sedikit yang merespon pesan Aan di grup whatsapp, tapi kupikir, ah tak apalah walaupun ujung-ujungnya yang pergi hanya aku dan Aan "lagi". Yang penting Minggu ini aku bisa refresh pikiran dan hati tentunya. Tapi kemana ya enaknya,,
 
Tercetuslah ide ingin melihat pantai lama kenjeran, karena sebelumnya tiba-tiba terlintas di pikiran gambaran memori ketika ibu dan bapak membawaku ke pantai saat aku dan adikku masih kecil. Saat itu hari Minggu pula, kebetulan ibu bapak libur bekerja dan ibu kepingin makan sate kerang - lontong kupang di Kenjeran. Hmmmhh... Aku hanya mengingat sebagian kecil tempat yang pernah kukunjungi bersama ibu bapak, dan itupun terpotong-potong. Aku ingin mengulanginya kembali, seandainya pergi bersama ibu dan bapak kesini pasti akan lebih menyenangkan..
 
Aan mengiyakan ideku, pikirnya ketimbang ga jadi dan ga ngapa-ngapain dirumah mending jalan aja sama Lisa (wekekek), pikirku nanti sampai disana aku ingin berkuda di Kenjeran hihihi. Kudengar di Kenjeran juga ada area berkuda, sekalian aja deh aku siap-siap, ga bawa banyak barang dan pakai pakaian yang simpel aja.
 
Karena Aan tidak ada kendaraan, jadilah aku menjemputnya dirumahnya yang terletak di jalan Kedinding Surabaya, kurang lebih 13 km dari rumahku. Sesampainya dirumahnya Aan, aku mendapat dua surprise. Surprise pertama, kami tidak berangkat hanya berdua, Aan mengajak adik bungsunya, si Fahmi. Jadi ingat, Fahmi ini waktu kecil lucu banget, dia sering diajak Aan kalau lagi nge-trip bareng ANGLAS, ga nyangka sekarang dia uda besar dan imut huahaha. Surprise kedua, kami pergi tidak hanya bertiga, tapi Ibu dan mbak Luluk (plus bayi si mbak) juga ikut serta. Jadilah kami beramai-ramai ke pantai ria kenjeran lama. Syik asyik. Wait wait, dengan satu motor berangkatnya? Ya engga dong. Mbak Luluk bawa motor sendiri dengan membonceng ibunya Aan. #yukkitaberangkat
 
WOAH.. Pantainya ramai bangeeett ya an -___-. Yaiyalah Minggu lis! Kotor banget pasti ini an. Hmmm
Jangan ditanya deh untuk hari Minggu, pastinya bakal rame banget! Orang yang datang kesini ga hanya orang lokal dan dari Surabaya saja guys, tapi juga dari luar Surabaya. Terlihat disini ada berbagai macam huruf pada plat mobil dan bus yang parkir. Penuh lagi parkir kendaraan roda lebih dari dua itu. Hmmm
 
Fahmi menyuruh Aan agar parkir didalam area wisata pantai saja, selain karena harganya lebih murah daripada parkir di pinggir jalan/area luar wisata (dan lebih murah lagi kalau sudah kenal sama pak parkirnya) Fahmi memilih parkir dalam area karena tempatnya lebih adem - banyak pepohonan yang melindungi area parkir. Good, mi!
 
Parkir motor dalam dikenakan Rp 2.000,- ya teman-teman. Kalau parkir diluar area wisata/pinggir jalan dikenakan tarif Rp 5.000,-. Lalu untuk masuk ke wisata, para pengunjung dikenakan tarif Rp 10.000,- pada hari Minggu (FREE untuk anak-anak dengan tinggi badan dibawah 85cm, untuk anak-anak yang tinggi badannya diatas 85cm dikenakan tarif normal). Untuk hari biasa, tidak tertulis di loket mengenai tarifnya, tapi menurut ibunya Aan harganya lebih murah dibanding hari Minggu, yakni sekitar Rp 6.000,-.
 
Menantang sinar matahari dan angin laut
Kepala jadi agak nggeliyeng melihat orang-orang sebanyak ini. Pengunjungnya BANYAK BANGEEETT. Karena ini sudah waktunya makan siang, kami pergi ke tempat makan. Kami berjalan agak lama sembari memilih tempat makan yang view nya langsung menghadap ke laut. Kemudian ibunya Aan berhenti dan berbicara dengan salah seorang penjual makanan, eh ternyata penjual makanan itu kenalan ibunya. "Wes, ayok makan disini aja, kali dapet kortingan entar", bisik ibunya Aan.
 
Berjejer berbagai tempat makan
Menu yang disediakan antara warung satu dengan warung yang lain kebanyakan hampir sama. Ada bakso, bakso kikil, lontong balap, sate kerang dan lontong kupang. Untuk minuman pun juga serupa, ada es degan; es teh; es jeruk dan berbagai minuman dari kemasan instan. Ibunya Aan, mbak Luluk dan Fahmi memesan lontong balap, lontong kupang, sate kerang, dan 3 gelas es degan. Sementara Aan dan aku memesan 2 mangkok bakso tanpa minum. Seperti biasa, aku lebih suka membawa botol minuman dari rumah, dan botol minuman itu berisi air putih yang dicampur dengan potongan buah lemon. Nikmat!
 

Sembari menunggu pesanan datang, welfie dulu menghadap laut.
Setelah menunggu sekitar seperempat jam, pesanan kami datang dan siap disantap. Untuk rasa, yang namanya makanan ya pasti enak. Apalagi dimakan saat lapar. Hmmm. Harga makanan disini juga tidak terlampau mahal. Dari pesanan kami semua, rupiah yang harus kami bayar adalah Rp 51.000,- Kemudian oleh ibu penjual diberikan diskon 10% (ini karena kenalannya ibunya Aan nih hihihi).

Pemandangan laut dan jembatan baru
Sempat kecewa nih, lantaran ga ada sewa kuda disini. Kalau mau berkuda, kami harus move dulu ke pantai kenjeran baru karena disana ada tempat persewaan kuda. Hufftthh, baiklah, mungkin berkudanya harus ditunda dulu ya.

Setelah kami makan-makan dan menikmati ramainya aktivitas pantai, kami jalan-jalan ke arah Utara yaitu tempat dimana ujung jembatan baru itu tertaut. Aku suka banget sama suasana sepanjang perjalanan menuju ujung jembatan, karena tidak banyak orang disitu ikkikik. Hanya ada pasir hitam dan coklatnya air laut. Desiran angin dan deburan ombak kecil sesekali membasahi sepatu karetku. Cuaca pun tidak menampakkan kejelasannya, beberapa waktu sinar matahari muncul dan beberapa waktu kemudian meredup. Romantis ya Lisa? Enggak lah, wong ga gandeng pacar kok #eaaa #baper.
 

Ibunya Aan dan mbak Luluk (plus si balita kecil Excel), memilih untuk tidak ikut ke ujung jembatan dan menunggu di pasar pusat oleh-oleh kenjeran. Alhasil cuma kami bertiga yang meng-explore tempat ini karena terdorong oleh rasa penasaran, bagaimana sih desain ujung jembatan baru itu.
 
Jembatan baru ini masih belum boleh dipergunakan oleh pengguna jalan baik pejalan kaki, pesepeda maupun pengendara beroda karena jembatan belum diresmikan. Beberapa pengunjung yang datang juga tak mau kalah untuk saling mencari tahu bagaimana sih bentuk dari duplikat jembatan Suramadu ini. Sebagian muda-mudi kesini untuk mengabadikan gambar, termasuk aku huehehe. Kabarnya, nanti jika sudah diresmikan, jembatan ini akan berfungsi sebagai penghubung antara pantai kenjeran lama dengan daerah di pantai kenjeran baru.
 
Gaya ala-ala. Aslinya ini hasil candid si Fahmi.
Penampakan kiri, tengah dan kanan jembatan
Bagi yang belum ngeh sama jembatan ini, mungkin kalian akan ngeh jika aku menyinggung soal jembatan yang didampingi oleh air mancur menari yang berwarna-warni. Sayangnya air mancur menarinya baru bisa dilihat jika hari sudah gelap, jadi aku ga bisa dokumentasiin saat ini deh...
 
Di kaki jembatan terdapat pedestrian yang dibangun sedemikian cantik, terutama eksteriornya. Pedestrian di kaki jembatan sebelah kiri terhubung dengan pantai kenjeran lama, sementara untuk pedestrian sebelah kanan akan terhubung dengan taman kota yang kini sedang dalam tahap pembangunan.
 
Tempat air mancur menari
Aku berinisiatif membuat video untuk mengajak ANGLAS berwisata kesini. Kalau cuma foto kok rasanya kurang hidup ya. Here we are, ANGLAS ^^
 


Hahaha, si Aan lelah rupanya.
 
Usai kami explore jembatan baru ini, kami kembali ketempat Ibunya Aan menunggu. Kami masuk ke pasar pusat oleh-oleh khas Kenjeran.


Gedung pasar pusat oleh-oleh khas Kenjeran ini terbagi menjadi dua, sayap kanan dan sayap kiri. Sayap kanan terdapat penjual yang menjajakan berbagai olahan makanan yang keseluruhannya terbuat dari bahan dasar ikan dan non ikan hasil tangkapan nelayan sekitar. Sementara untuk sayap kiri diisi oleh berbagai macam jenis kerajinan tangan yang keseluruhannya juga berasal dari hasil tangkapan nelayan. Kemudian di bagian belakang gedung terdapat toko-toko yang menjual berbagai macam pakaian, topi, kaca mata, aksesoris dan bahkan ada yang menjual hewan reptil (seperti kura-kura).

Untuk harga yang ditawarkan oleh penjual dari makanan, pakaian, aksesoris sangatlah murah! Sungguhan ini. Ga nguras kantong pokoknya. Ibunya Aan yang sejatinya juga seorang pedagang di pasar Kedinding sampai geleng-geleng, mengapa harga pakaian bisa semurah itu. Tapi, juga ada pedagang yang sedikit nakal dengan memperhatikan penampilan kita, mereka bisa memanipulasi harga. Kalau ingin harga lokal disini, pintar-pintar aja kita nawarnya, dan satu lagi kalau punya kenalan orang Kenjeran, dibawa aja kesini, dijamin dikasih murah sama penjualnya hihihi.

Semua yang dijual disini adalah made in Indonesia alias hasil kerajinan penduduk lokal guys. Walaupun ada tulisan di dinding toko : import from.., jangan khawatir, itu hanya sebuah tulisan, aslinya ya made in Indonesia semuanya.

Bahan dasar kerajinan : hasil laut Surabaya dan sekitarnya
Berbagai macam bentuk dan warna-warni kerajinan tangan penduduk lokal
How beautiful! How creative! (pinjam tangan Fahmi)
Ikan yang diolah : diasap, diasinkan dan atau dikeringkan
Jajanan yang dibuat dari hasil laut Surabaya dan sekitarnya
Oya, sampai lupa. Pantai kenjeran lama ini tidaklah sepi. Maksudnya bukan sepi pengunjungnya, tetapi sepi suasananya. Disini ada panggung orkes tempat para pemain musik (dangdut dan melayu) mempertunjukkan kebolehannya dalam bermain musik. Musiknya pun terdengar hingga ujung jembatan, jadi pantai ini ga sepi kan, alias full music. Yang suka sama musik dangdut, langsung merapat. Yang tidak suka musik dangdut (sepertiku), langsung menjauh hehe.

Jalan dari ujung jembatan sampai muter-muter di pusat oleh-oleh rupanya membuat Aan kelelahan. Padahal waktu SMA uda biasa jalan jauh dan kami ANGLAS (termasuk Aan dan aku) orang yang kuat untuk jalan jauh. Okelah yuk, kami duduk-duduk dulu di pendopo sambil mainan (apa mainin) si Excel. Excel ini anaknya mbak Luluk, umurnya masih 5 bulan tapi uda bisa nyanggah gulu (menyanggah leher) dan uda bisa tengkurep. Excel termasuk bayi yang memiliki badan sehat. Uwhh gemes gemess.

Aku mengajak Aan ke jembatan kayu yang menjorok dari pantai ke laut, berharap bisa melihat matahari tenggelam (walau bayangannya aja sekalipun gapapa deh). Tapi awan kelabu menutupi sinar mataharinya ditambah air lautnya sudah surut. Hewh sayang banget view nya yang kurang oke.



Hari sudah menjelang petang, air laut pun sudah surut, dan beberapa spot-spot yang semula ramai pengunjung kini mulai sepi. It's time to go back home.

Saat kami berjalan menuju pintu keluar, ada serombongan orang yang sedang mendorong gerobak sampah menuju ke arah yang berlawanan dengan arah kami. Itu bisa dijadikan bukti disini juga ada tim kebersihannya lho guys. Tinggal kitanya saja yang mau atau enggak peduli sama kebersihan tempat umum seperti disini. Mau atau enggak membuang sampah pada tempatnya. Mau apa enggak, tidak melempar sampah plastik ke laut. Yah, memang kok ya kebersihan itu juga mencerminkan sifat orangnya.

Mari bersihkan sampah dari masyarakat yang ada di pantai
Disepanjang area menuju pintu keluar juga ada toko-toko yang menjual makanan dan souvenir tapi untuk harga aku kurang mengetahui karena kami fokus berjalan ke pintu keluar dan tidak mampir. Ingin cepat pulang karena hari benar-benar akan gelap.


"An, ini jerawat ya? Kok bentol tiga", tanyaku sambil mendekatkan wajah ke Aan. "Duduk wah, iku gatel be'e kena angin laut tadi, gosong awak ndewe rek", jawab Aan. "Iyooo, berangkat muka cerah pulang muka gosong tapi hati jadi riang gembira hahaha".

Nah, sekian dulu ceritaku di pantai yang unik ini. Seumur hidup tinggal di Surabaya kalau tidak jalan ke pantai kenjeran lama kan rasanya : MACAMMANAPULA hehehe. So far, pantai ini bagus untuk dijadikan destinasi jalan-jalan kalau di Surabaya. Untuk yang tinggal di luar Surabaya, tertarik ingin berkunjung? ^^

Walyatalaththof, Dan Hendaklah Dia Berlaku Lemah Lembut

Membaca Al Qur'an usai sholat Maghrib kemarin petang terasa begitu nikmat sehingga aku berhasil menyelesaikan (membaca ayat dan membaca maknanya) surat ke 17 yakni surat Al-Isra'. Dan pagi ini setelah sholat Subuh, aku melanjutkan surat berikutnya, surat ke 18, surat Al-Kahf.
 
Dulu, ketika pertama kali aku membaca al Qur'an dan kemudian membaca surat Al-Kahf, aku bertanya pada diri sendiri, mengapa ada satu kata (dalam bahasa arab) yang sengaja dicetak merah, sementara pada kata lain dalam al Qur'an tidak ada yang tercetak merah. Karena pada saat itu aku hanya bertanya pada diri sendiri, jawabannya adalah tidak ada, dan pertanyaan itu terhapus dengan sendirinya seiring berjalannya waktu.

Kini aku kembali membacanya untuk yang kesekian kali dan rasa penasaran itu muncul kembali.
Al Qur'an terbitan tahun 1990. Pemberian dari almh. mbah uti untukku sebagai hadiah khataman Qur'an yang pertama pada tahun 1999.
Aku mencari di google mengapa ada yang tercetak merah, dan kemudian google menunjukkan berbagai sumber sesuai keywords yang aku tulis, sayangnya dari beberapa alamat website islam yang aku buka, banyak yang menyebutkan alasan secara simpang siur dan belum diketahui benar tidaknya. Ada yang mengatakan bahwa dalam Al Qur'an kini yang berasal dari negeri Arab sudah tidak ada lagi sebuah kata yang tercetak tinta merah, ada pula yang mengatakan bahwa cetakan tinta merah tersebut hanyalah dalam Al Qur'an yang dicetak di Indonesia saja. Ada pula yang menyebutkan cetakan merah ini ada hubungannya dengan wafatnya khulafaur rosyidin yang ke2, Umar bin Khattab. Dan ada pula yang mengatakan bahwa cetakan merah tersebut sebagai tanda pertengahan kata/ayat dalam Al Qur'an.

Lantaran tidak menemukan jawaban yang memuaskan lewat google, aku membuka Al Qur'an dan terjemahan. Dan aku menemukan artinya.
Al Qur'an dan terjemahan terbitan tahun 2004. Pemberian dari Ibu tercinta.
Walyatalaththof artinya, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut.
Ada unsur atau kata dasar "latif" yang memiliki arti lemah lembut. Sebuah karakter atau perangai atau watak yang wajib dimiliki oleh tiap-tiap umat muslim. Dan sikap lemah lembut dibuktikan dengan tindakan dan perkataan sehari-hari.

Aku teringat kisah sahabat Nabi Muhammad SAW yang bernama Abu Dzar Al-Ghifari. Abu Dzar adalah seorang yang berasal dari suku Ghifar, dimana kafilah tersebut merupakan sebuah suku yang tidak mengenal siapa sasarannya ketika akan membegal di jalanan. Orang-orang dari suku Ghifar terkenal sebagai biang keladi perampokan. Namun Allah SWT memberikan petunjuk dan hidayah pada orang yang dikehendakinya, Abu Dzar masuk islam (dengan keikhlasan) pada saat Rasulullah SAW menyampaikan dakwahnya secara berbisik-bisik. Dengan kata lain Abu Dzar masuk ke dalam kalangan orang-orang yang pertama masuk islam.

Abu Dzar adalah seorang yang radikal dan revolusioner, dia sangat tidak suka melihat kebatilan (penyembahan berhala) yang ada didepan mukanya. Dia berfikir harus ada suatu teriakan keras dan pemberontakan, memberantas adanya penyembahan berhala. Namun ketika itu Rasulullah SAW masih menyampaikan dakwahnya dengan berbisik-bisik, teriakan keras dari Abu Dzar kepada penduduk mekkah hanyalah mengakibatkan serangan dari penduduk mekkah kepadanya. Rasulullah memberikan wasiat kepadanya untuk memilih jalan kesabaran daripada jalan pemberontakan dan menggunakan kata-kata yang tandas daripada senjata pedang yang ganas. Memang sikap Abu Dzar tidak dapat diubah menjadi lemah lembut, namun seorang Abu Dzar dapat mengubah prinsip hidup dan tindakannya sehingga menjadi seorang yang mendekati lemah lembut (mengubah tebasan pedang menjadi sebait kata-kata) sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW.

Sikap lemah lembut dibuktikan tidak hanya dengan tindakan namun juga perkataan. Perkataan adalah hal yang paling sederhana dalam mewujudkan sikap lemah lembut. Namun jika kita tidak bisa menahan keras dan tajamnya lidah kita (yang secara sadar maupun tidak menyakiti orang lain), maka hendaklah kita beristighfar sebanyak-banyaknya setiap waktu. Seperti yang disampaikan Rasulullah SAW kepada sahabatnya Hudzaifah bin Al-Yaman sang musuh kemunafikan.
Biografi 60 Sahabat Nabi cetakan tahun 2013. Pemberian dari pakde.
Lemah lembut bukan berarti lemah. Lemah lembut adalah salah satu sikap yang elegan karena tidak mengutamakan keegoisan diri dan ketajaman lidah walaupun diri sendiri adalah benar sekalipun. Alangkah indahnya jika setiap umat muslim memiliki dan menerapkan sifat lemah lembut serta bertindak sopan dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya kepada orang yang kita sayangi tetapi juga kepada setiap orang yang kita jumpai.

Apakah kamu sudah menerapkan sikap latif dikeseharianmu?

Saya Juga Ingin Menjadi Kartini, Selamat Hari Kartini

R.A Kartini
Sumber : www.freewaremini.com
Langkah panjang yang diambil R.A.A.A Kartini untuk menyetarakan gender laki-laki dan perempuan adalah bukan tanpa sebab dan bukan karena paksaan. Beliau dibesarkan di kota Jepara yang pada saat itu memiliki adat istiadat Jawa yang begitu kental karena beliau adalah seorang putri ningrat, berdarah biru namun harus selalu manut apa kata yang tertua.

Pada tahun 1900-an, ketika adat Jawa masih begitu kental, para perempuan Jawa kecil hanya dicetak untuk menjadi perempuan Jawa yang siap mengabdi kepada suami dan keluarga, tanpa harus memiliki pendidikan yang tinggi. Pada umur 10 sampai 13 tahun, perempuan Jawa dipingit selama beberapa waktu yang ditentukan oleh orang tua dan kemudian pada umur 16 tahun mereka harus sudah siap dinikahkan oleh laki-laki yang baru dikenalnya pada saat pelaksanaan ijab kabul. Tidak mengenal pendidikan, tidak mengetahui rasa cinta, tidak siap untuk melahirkan seorang anak, itu yang harus diemban oleh perempuan Jawa. Masa-masa kegelapan perempuan Jawa yang tidak ingin dan tidak boleh diteruskan pada generasi-generasi berikutnya. Itulah segenap pemikiran dan alasan Kartini.

Dalam masa pingitan, Kartini belajar membaca; belajar menulis dan belajar untuk menulis surat. Beliau intens berkirim surat, menyapa serta bertukar pendapat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Yang ternyata tulisan-tulisan dan surat-surat Kartini juga membawa perubahan dalam kesetaraan gender di negeri kincir angin tersebut sepeninggalnya.

"Wanita yang terdidik, kelak akan mendidik anak-anaknya dengan lebih maju"

Kartini mendapat dukungan dari madam dan teman-temannya di Belanda untuk mendirikan sekolah untuk pribumi. Kedua adik serta kedua orang tua beliau juga memberikan dukungan penuh untuk beliau. Sekolah untuk pribumi awalnya hanya mendapat satu murid (anak perempuan berusia 6-7 tahun). Para orang tua tidak mengijinkan anak-anaknya (terutama anak perempuan) untuk belajar. Namun lambat laun mereka sadar bahwa pendidikan itu sangat penting dan dapat merubah kesejahteraan dimasa depan, sehingga mereka mengijinkan anak-anaknya bahkan para orang tua ikut bersekolah layaknya anak-anak mereka. Kartini menerima mereka dengan tangan terbuka.

"Kita memang tidak bisa merubah dari mana kita berasal, namun kita bisa merubah pemikiran sehingga masa depan ikut berubah"

Walau perjuangan Kartini terhenti dikarenakan dia harus menerima pinangan dari bupati beristri tiga, tetapi semua perjuangannya untuk memajukan pendidikan dan kesetaraan gender tidak berhenti sampai disitu. Di jaman sekarang adalah hal mutlak bagi perempuan Jawa (khususnya) dan perempuan Indonesia (pada umumnya) untuk mengenyam pendidikan setinggi mungkin agar kelak bisa mendidik anak-anaknya dengan lebih maju. Tidak ada lagi yang namanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan beberapa bukti yang menunjukkan bahwa keinginan Kartini adalah tidak sia-sia, yang bisa anda lihat sekarang adalah lebih maju dibanding dua abad yang lalu.

Saya trenyuh ketika menonton "Surat Cinta Untuk Kartini". Walau film ini adalah sebuah tayangan fiksi dengan berlatar belakang sejarah, tapi tidak menyurutkan tekad saya untuk melihat walau hanya seorang diri. Ini kali pertama saya nonton film sendirian Sekitar 5 menit sebelum film diputar, ruangan bioskop begitu sepi. Seat yang terisi hanyalah dibagian A,B,C dan D,, itupun tidak penuh terisi. Padahal hari ini adalah hari pertama penayangan film tersebut di bioskop seluruh Indonesia.

Saya juga ingin menjadi kartini, tapi saya sadar tak banyak yang bisa saya lakukan. Ada seorang junior menwa yang menasehati, dalam tulisannya dia menyebutkan : Perempuan jumlahnya lebih banyak daripada laki-laki, jika perempuan tidak maju maka akan menjadi beban pembangunan, karena dengan kualitas hidup yang prima, perempuan akan menjadi aset pembangunan nasional yang potensial dan memberikan kontribusi positif dan signifikan terhadap pembangunan yang berkesetaraan gender.

Saya ingin menjadi salah satu aset pembangunan nasional Indonesia, namun saya hanya bisa berada di lapangan... Belum selesai saya berpikir, dia melayangkan tulisannya : Perempuan pemikir yang senang menulis itu cenderung lebih mendapat perhatian, lebih dikenal karena ilmunya dan suaranya disalurkan secara langsung dan sengaja berusaha disalurkan secara gamblang melalui metode tertentu kepada masyarakat. Daripada perempuan lapangan, yang terjun langsung, yang memang memfokuskan pada perjuangan dan kerja keras dalam bentuk konkrit.. Mereka tidak banyak memiliki kesempatan untuk mengeksiskan diri. Mungkin juga tidak banyak minat untuk menceritakan dirinya atau keinginannya dengan sebuah bukti. Sehingga keeksisannya seringkali hanya diusahakan oleh kemauan atau usaha pihak kedua (bukan dirinya sendiri) dan oleh kesadaran atau kemampuan masyarakat yang terbatas..

Entah bagaimanapun caranya, entah belum ada bayangan apa-apa dibenak saya yang bisa menunjukkan keeksistensian saya, saya ingin menjadi kartini dimasa kini dan mendatang. Karena saya masih jomblo dan sendiri, fokus saya hanya ada dikeluarga dan masa depan diri sendiri. Dan untuk perempuan-perempuan yang membaca tulisan saya, saya mohon jangan menyerah, mungkin saat ini anda mengalami hambatan dan beban yang berat, tapi hadapilah dengan penuh tawakkal, in sya allah kedepannya akan ada jalan. Habis gelap terbitlah terang. Tidak selamanya awan itu kelabu.

Selamat Hari Kartini, jayalah perempuan Indonesia!

Teruntuk kartini yang ada dihidupku,
Ibu
3 serangkai. Bude Julaikhah, almh. Mbah Uti (Ibu dari Bapak) dan almh. Mbah Haji Manggar (Ibu dari Ibu)

Happy Wedding, Mbak Eni ^^

Hayeyeyeeeiii,, saudara ku yang (hebat bangettt) satu ini Alhamdulillah menemukan tambatan hati (setelah mengalami alur drama percintaan yang berliku-liku) dan melepas masa lajangnya. Aku senangg bangeeettt.

 
Namanya Nur Aini, dipanggilnya Eni atau Entong (masih kurang paham plus ga percaya juga kenapa cantik-cantik begini dipanggil Entong - walau sudah diceritain asal usul nama Entong itu). Kalau ditarik garis keluarga, mbak Eni ini keponakan dari sepupu aku (namanya mbak Ida), jadi... mmm ga nyambung garis darah nya sih.. Tapi, yang namanya saudara itu ga melulu harus se-darah kan ^^. Aku dan mbak Eni adalah teman main sejak kecil. Waktu kecil kami sering bertemu di Keputran (rumah mbak Ida), eh besarnya justru sering bertemu di Ampel (rumah keluarga besar bapaknya mbak Eni dan ibunya mbak Ida). Nah, yuk kita beranjak ke love story mereka aja yuk.


BEHIND THE SCENE

Mbak Eni adalah perempuan asli Madura karena mengikuti keluarga sang ibu, jadi boyongan acaranya ada di Madura. Rumah keluarga mbak Eni berada di Perumnas Kamal, Bangkalan. Kalau dari Surabaya, via kapal lebih pendek jaraknya jadi lebih cepat sampainya.

Tapi, mas Ulum lebih memilih lewat jalur Suramadu
Mama (ibunya mbak Ida) dan aku berangkat ke rumah mbak Eni diantar mas Ulum dan Syaiful. Siapakah itu mas Ulum dan Syaiful? Mereka adalah sepupu mbak Eni yang juga cucu keponakan dari mama dan tinggal di Ampel. Baik banget ya mereka, mau mengantar kami ke rumah mbak Eni...

Karena kami berangkat hari Kamis siang, sementara acara akad nikah dan resepsi berlangsung pada hari Jum'at dan Sabtu, kami berencana menginap dua malam di rumah mbak Eni.

Akad nikah direncanakan berlangsung di rumah mbak Eni, jadi segala sesuatunya dipersiapkan di rumah. Dengan dibantu oleh saudara-saudaranya, tante Tin dan om Solah (ibu dan bapaknya mbak Eni) mempersiapkan semuanya di rumah. Sesaat kami datang pun, di ruang tamu telah siap beberapa santri dari pesantren Ampel yang sigap membacakan lantunan ayat suci Al Qur'an tanpa melihat Al Qur'an nya (bagiku itu WOW). Jadi sepanjang hari Kamis, di rumah mbak Eni terdengar ayat-ayat suci Al Qur'an. Rasanya adem di hati ^^

Selain juga mempersiapkan rumah dan segala isinya, tante Tin juga mempersiapkan mbak Eni sebagai calon manten. Didatangkanlah seorang ibu yang bernama bu Ayu. Bu Ayu diminta untuk mentreatment mbak Eni, mulai dari lulur kemudian pijet kemudian treatment-treatment kewanitaan.

Setelah mentreatment mbak Eni, tidak sengaja aku curhat tentang kedua telapak tanganku yang warnanya belang karena kebetulan waktu itu bu Ayu membahas tentang produk yang dia bawa "rahasia kecantikan Surti asli Madura". Curhatanku lantas tidak dijawab oleh beliau, melainkan beliau mendadak menarik tangan dan lengan bajuku kemudian mencolek ramuannya dan mengoleskan ke telapak tangan kananku sampai siku. Dengan lihai bu Ayu menggosok-gosokkan ramuannya hingga warna telapak tanganku berubah menjadi coklat muda - kekuningan. Beliau menyuruhku menunggu sebentar. Selang beberapa detik, beliau memintaku untuk membandingkan warna telapak tangan dengan warna asli kulit tangan dan warna kedua telapak tanganku. "Apakah ada perubahan?", tanya beliau. Aku mengangguk pelan, menjawab iya sambil terus mengamati tiap centi warna kulitku. Mbak Eni, tante Tin dan bu Ayu lantas tertawa. "Ooo, noro buntek ini..", kata beliau sambil mengambil tangan kiriku dan mulai mentreatment sebagaimana tangan kanan di treatment.

Selain ahli dalam meramu ramuan untuk kecantikan wanita, bu Ayu ini juga pandai memijat. Aku adalah orang beruntung yang dipijatnya secara gratis. Setelah bu Ayu mentreatment kulit tanganku, beliau memberiku bonus berupa pijatan. Beliau bertanya, "mbak Ica ini sering motoran ya". "Ellho, kok tau bu Ayu?", jawabku. "Lha ini, ada bagian nggerenjel disini", kata bu Ayu sambil memijat bagian nggerenjel itu. Bagian nggerenjel yang dimaksud ada di lengan kanan dan kiri, tepat diatas siku. Tiap detik beliau memijat bagian nggerenjel, tiap detik pula beliau bersendawa, tanda ada angin yang berkumpul pada bagian tubuh yang dipijat. "Ya ini, kalau sampeyan keterusan motoran, tangan sampeyan jadi tegang, ini bisa nyambung ke kepala belakang..", beliau menjelaskan. "Oh pantesan bu, saya sering pusing juga". "Ya kan...". "Apalagi kalau ga punya uang bu, tambah pusing saya..", tambahku. Bu Ayu melihatku lalu tersenyum, sedetik kemudian tertawa terbahak-bahak. Mbak Eni dan tante Tin yang sedang rebahan dengan mata terpejam di lantai pun ikut tertawa sambil angguk-angguk tanda setuju.

Setelah memijat aku, kemudian giliran tante Tin kemudian Huda, dan orang yang terakhir dipijat beliau adalah Mama. Karena ruang tempat memijat kurang lega jika ditempati beberapa orang, akhirnya aku dan mbak Eni keluar dari kamar mbak Eni. Tetapi, aku tertarik untuk nimbrung di kamar (karena aku ga ngapa-ngapain -- semua pekerjaan sudah beres), ketika Mama dan bu Ayu tertawa terbahak-bahak sampai terdengar dari ruang tengah. Mereka tertawa terbahak-bahak dalam kondisi bu Ayu masih memijat Mama. Usut punya usut, eh ternyata bu Ayu pernah tinggal satu komplek sama Mama di Keputran, makanya kemudian Mama dan bu Ayu ini saling curhat dan langsung akrab. Mungkin itu sebabnya bu Ayu bisa tertawa terbahak-bahak begitu ya.

Rasa ingin tahuku yang bergelora membuatku sering bertanya ini dan itu. Huahahaha aku dianggap paling kecil disini - apalagi sama tante Tin, padahal ya ada Huda lho. Huda itu siapa lagi... Huda adalah adik laki-laki satu-satunya mbak Eni dan usianya lebih muda satu tahun dari aku.

Icha (keponakan tante Tin) dan Ica
Disini aku berkenalan dengan banyak orang baru. Kebanyakan dari keluarga tante Tin yang berasal dari daerah Socah, Bangkalan. Mereka semua ramah-ramah dan baik-baik, malahan kebanyakan terlampau baik dan terlalu peduli dengan menanyakan, "lhoo mbak cantik ini apa sudah punya pacar?". Raawwrrr. Hmm ada udang dibalik bakwan rupanya. Skip aja ya.

Orang-orang (saudara-saudara tante Tin, para santri dan beberapa bapak-bapak tetangga) masih melekan hingga jam 10 malam. Lewat dari jam 10 lebih, mereka berpamitan pulang ke om Solah dan rumah kembali sepi (hanya ada om Solah, tante Tin, kakaknya tante Tin, mbak Eni, Huda, Mama dan aku). Para santri yang membaca al Qur'an siang tadi disewakan rumah (pada rumah kosong tepat disamping rumah mbak Eni) dan tidur disana. Sementara saudara-saudara tante Tin kembali kerumah mereka masing-masing.

Walau rumah jadi sepi, rupanya mbak Eni tetap ga bisa tidur, beliau terkena insomnia mendadak, padahal besok acara akad nikahnya dimulai jam 8 pagi. Karena aku juga ga bisa tidur, jadi ya pas, waktu malam ini dipakai sebagai sesi curhat para gadis. Bisa dibilang ini malam terakhir single nya mbak Eni, besok beliau sudah menyandang predikat double deh huihuihui. Kami curhat dan curhat secara bergantian, sampai tidak terasa waktu menjelang pukul 1 malam. Kami beranjak tidur setelah kaget melihat angka jam dinding itu begitu cepat berputar.


AKAD NIKAH DI RUMAH

Tepat pukul 6 pagi tanggal 8 April 2016, mbak Susy selaku perias manten dan bu ... (lupa ga tanya namanya hikss) selaku perias kamar manten plus yang menyediakan pakaian untuk manten dan keluarga, datang ke rumah dan langsung sigap melakukan pekerjaannya. Makanan katering dan jajanan untuk para tamu yang dipesan oleh tante Tin pun juga mulai berdatangan. Saudara-saudara om Solah yang dari Ampel pun juga berdatangan beberapa menit kemudian. Rumah kembali ramai.

Mbak Ida, mbak Eni, aku ^^ sesaat sebelum berlangsungnya ijab kabul.

Pelaksanaan akad nikah
Tamu perempuan berada didalam rumah
Pukul 8 lebih 17 menit akad nikah berlangsung. Setelah pembacaan ayat suci al Qur'an, om Solah membaca doa, sholawat nabi kemudian membaca Ijab dengan bahasa arab. Semua tamu dan undangan yang hadir menyimak dengan penuh hikmat. Termasuk aku, mbak Eni, mbak Susy dan ibu perias yang berada di dalam kamar.

Mas Nizar sang calon suami, menjawab Kabul dengan bahasa arab pula dengan sekali tarikan nafas. Beberapa detik setelah mas Nizar mengucap Kabul, suasana menjadi hening. Kemudian terdengar suara dari hadirin laki-laki mengucap Alhamdulillah bersahut-sahutan... Sekarang mbak Eni resmi jadi istri dan pendamping mas Nizar.


Alhamdulillah.. Sah..

Acara selanjutnya adalah ramah tamah untuk tamu dan undangan serta keluarga kedua belah pihak mempelai. Senyuman diantara mereka semua tidak pernah lepas dari wajah, senyuman kebahagiaan.

Sayangnya, aku tidak bisa turut ikut tersenyum hingga sore hari. Serangan dilep melanda perutku, ini pasti karena aku ga menjaga pola makan seminggu sebelumnya, membuatku harus rebahan dan sempat membuat semua orang khawatir. "Maafkan saya...", kataku dalam batin kala itu. Mama menanyaiku apakah aku siap untuk besok, jika tidak sebaiknya aku pulang ikut Bapak Ep (suaminya mama yang juga kakak dari bapakku). "Siap kok ma, ini dilepnya cuma berlangsung sehari aja, besok pasti sudah bisa loncat-loncat seperti biasa...". Mama mengiyakan aku dan menyuruhku untuk istirahat dulu. Sedih banget aku ga bisa ikut bantu-bantu, aku malah jadi beban disini, hiks.. Untung saja ketika adzan Ashar berkumandang, aku sudah bisa bangun dan bergerak. Tak kulewatkan kesempatan sedikitpun untuk membantu apapun setelah itu.


RESEPSI DI RATO EBU, BANGKALAN

Kalau kata tante-tante nya mbak Eni, "Sabar ya en, kamu dua hari ini jadi ratu, jadi yang sabar". Ya benar, selama dua hari mbak Eni jadi ratu! Dua kali mbak Eni memakai mahkota (sebut saja hiasan kepala) yang teramat sangat berat, dua kali wajah mbak Eni di make up sedemikian rupa (padahal mbak Eni memiliki kesamaan denganku : tidak suka merias/memakeup wajah) dan dua kali pula beliau memakai dress yang juga nampak berat. Untung sekali mbak Eni tidak sekurus tiga tahun yang lalu, jadi beliau bisa dan kuat menjadi ratu dua hari hihihi ^^.

Resepsi diadakan pada tanggal 9 April 2016 di Gedung Serbaguna Rato Ebu, Bangkalan Kota. Pagi hari, sekitar pukul 6 kurang, mbak Susy menelepon mbak Eni dan meminta untuk segera ke gedung. Waow, rupanya mbak Susy dan tim sudah stand by di gedung dari tengah malam. Patut diacungi jempol atas profesionalitasan mereka b^^d.

Mama meminta agar tante Tin, mbak Eni, mas Nizar dan aku untuk berangkat duluan ke gedung dengan diantar Huda,, setelah itu Huda kembali untuk menjemput Mama dan om Solah. Sementara menunggu dijemput, Mama dan om Solah mempersiapkan apa-apa yang kurang. Aku manut aja apa kata tetua. Tapi, setelah berada dijalan menuju ke gedung, diam-diam aku berubah pikiran. OMAIGAD, ternyata jauh juga jarak perumnas Kamal ke gedung Rato Ebu, kurang lebih delapan belas kilometer men, dan itu harus dikali tiga untuk Huda yang bolak-balik mengantar jemput kami. Tetapi perubahan pikiranku tidak merubah apapun, ketika Huda menyatakan kesanggupannya. Lagi-lagi aku lupa, kita bukan anak kecil lagi, Huda pun juga bukan lagi anak kecil yang manja dan periang seperti jaman dulu, dia kini berubah jadi laki-laki yang pemalu tapi nampak jelas terpancar dari dirinya bahwa dia adalah anak yang beragama, berpendidikan dan bisa dipasrahi tanggung jawab.

Aku jadi teringat curhatan mbak Eni dimalam sebelum hari akad nikah. Ketika akan dikenalkan oleh mas Nizar untuk kali pertama, mbak Eni saat itu masih berada di Pacet dalam rangka mendampingi mahasiswa yang sedang KKN disana. Om Solah dan Huda menuju Pacet untuk menjemput mbak Eni dan membawanya ke Surabaya, dan yang menyetir mobil adalah Huda. Padahal dihari sebelum menjemput mbak Eni, om Solah dan Huda baru pulang dari Jogja, yang menyetir Jogja-Kamal adalah Huda. Jadi, istilahnya mbak Eni pun salut pada adik laki-lakinya ini, jarak Jogja-Kamal-Pacet-Surabaya bukan jarak yang pendek, sementara Huda istirahatnya pun cuma sebentar. Hahaha, aku pun salut sama Huda, jempol empat dariku Hud  bb^^dd. Tapi inget lho Hud, setop ya meng-ihi-ihi aku sama ex-klebun plat M...

Oke, sampailah kami di Rato Ebu. Ternyata Ibu dan Bapak mas Nizar sudah sampai lebih dulu dan menunggu kami untuk memasuki ruangan rias. Kami memasuki ruangan rias, disana sudah stand by mbak Susy dan tim, ada pula Desi (sepupu mbak Eni). Mbak Susy langsung me-make up mbak Eni. Seorang perempuan tidak berjilbab (tim rias mbak Susy) me-make up Desi dan seorang perempuan berjilbab yang juga bagian dari tim rias mbak Susy me-make up aku.

Satu jam lebih aku di make up, dipakaikan dress dan dipakaikan hijab. Wanita itu emang rempong ya. Mungkin karena kami (aku dan Desi) baru perkenalan dengan tim rias mbak Susy, jadi tim riasnya masih mengeksplor mana riasan yang cocok untuk kami dan pasukan nantinya, jadinya waktu yang digunakan lumayan lama. (Ellho, pasukan?). Yap pasukan. Tak lama setelah aku dipakaikan baju, rombongan dari keluarga Petukangan Ampel datang dan mengantri untuk dirias pula.

Satu jam lebih itu ternyata tidak mengecewakanku, riasan dan baju cocok sekali dengan aku, aku suka aku suka hehe. Tante-tante dari keluarga Ampel sampai berulang kali bilang, "Ini ica taahh?? Walahh.. Pangling aku, cek ayunee". Hihihi makasiya tante, setelah mendengar pujian tante, bolehkah aku berasumsi kalau sebelum di make up akunya ga cantik huhuhu...#dramaqueen banget deh.

Sebenarnya, caption yang ada disini adalah sebuah bait puisi yang aku buat pure otodidak, tapi ternyata yang mengapresiasi banyak sekali. Terima kasih atas apresiasinya ya...^^
Setelah perias selesai dengan aku dan Desi, kami menunggu Dhea (yang juga sepupunya mbak Eni dan Desi) selesai di rias. Lalu agar tidak memenuhi ruangan rias, kami bertiga menuju tempat tugas kami (dibelakang meja tamu) untuk mempersiapkan buku tamu dan souvenir.

Sekitar pukul 11, acara resepsi dimulai. Semua panitia berseragam selesai dirias dan siap diposisinya. Penjaga buku tamu harus meninggalkan meja tamu dan menjadi pengiring manten untuk memasuki gedung.

AH.. Aku suka sama nuansa turquoise gedung. Mulai dari dekor pelaminan, baju pengantin sampai baju penerima tamunya hihhihi.

Capture by Mbak Susy
Setelah manten naik ke pelaminan, sembari menunggu tamu dan undangan datang, kami pasukan berseragam diminta untuk foto-foto. Eumh eumh, dokumentasinya banyak pasti ini, satu persatu kamera mulai berdatangan menyorot kami dan mengabadikan kehebohan kami.

Om Solah dan tante Tin (captured by me)
New Family ^^ (captured by me)
Pengiring manten & penerima tamu (captured by Mbak Susy
Tamu dan undangan mulai berdatangan, sesi foto-foto pun harus dihentikan karena ini saatnya kami mulai bertugas.

Suasana ceria, cuaca terang benderang dan tamu-tamu undangan mengantri untuk memasuki gedung. Semuanya berjalan lancar, alhamdulillah.. Mungkin yang sedikit menjadi kendala adalah ketika pada saat awal acara, dua diantara perempuan yang bertugas sebagai penerima tamu tiba-tiba meninggalkan meja tamu untuk ikut mengambil makanan tamu undangan (mungkin dia takut kehabisan makanan) kemudian bersantai dengan gadgetnya. Membuat teman-teman penerima tamu yang lain sedikit kerepotan dan kewalahan. Mungkin para tetua menganggapnya wajar, tapi itu namanya tidak bertanggung jawab kan. Entah jadi apa nantinya mereka kalau mereka sudah bekerja. Tidak patut dicontoh ya teman-teman.

Cuaca mulai meredup dan awan tebal menyelimuti gedung Rato Ebu dan sekitarnya ketika acara resepsi akan berakhir. Bahkan ketika menjelang ditutupnya acara, petir hujan dan angin badai menyerbu gedung. Petirnya itu lho, serem asli. Petir pertama berhasil membuat satu alarm mobil berbunyi tiba-tiba dan petir yang kedua meledak bagai bom yang membuat alarm dua mobil berbunyi bersahut-sahutan. Seperti ada sesuatu yang tersambar diujung sana.

Acara resepsi berakhir setelah adzan Ashar berkumandang. Setelah aku mendapatkan makan siang yang tinggal sedikit variannya -- lupa kalau tempat makan VIP untuk keluarga telah dibuka,, aku, Dhea dan Desi menuju ruang rias untuk ganti pakaian.


DISKUSI CANGGUNG USAI RESEPSI

Resepsi berakhir dan kami pulang ke Kamal, rumahnya mbak Eni. Mama dan aku sampai terlebih dulu (karena kami pulang lebih dulu daripada keluarga manten) dibarengi sama mas Ulum dan istri (Fatimah). Rumah sedang dijaga oleh santri yang menginap di sebelah rumah dan tidak dikunci, jadi kami bisa masuk dan beres-beres. Tak ingin melewatkan waktu sedetikpun untuk bersih-bersih, aku langsung mengambil peralatan perang make up ku. Tak lama kemudian tante Tin, om Solah, mbak Eni, mas Nizar dan Huda memasuki rumah.

Aku diminta membantu mencopoti hiasan kepala plus jarum dan penitinya oleh tante Tin. "Rasanya lega ya te abis dicopotin jarum dan penitinya?", tanyaku iseng. "Iyalah ca, duh wenak ini ca, lega...", jawab tante Tin.

Kemudian mbak Eni dan mas Nizar keluar dari kamar sambil membawa tongsis. Ellho. Gokil dan kompak juga nih manten baru hihihi. Alhasil deh, kita narsis sejadi-jadinya. Termasuk Fatimah yang asli asli dari keluarga pesantren (yang mengaku tidak tahu menahu tentang gadget dan IT sebelum menikah dengan mas Ulum, yang membuat aku kagum padanya, walau dia dua tahun lebih muda dariku, dia termasuk katagori hafidz Qur'an, Subhanallah..) ini juga mau ikut berfoto dengan kami. Kalau mas Ulum mah nda usah ditanya, dia pasti mau kalau diajak welfie wkwkwk, piss mas Ulum v^^.

Ahhaayy v^^
Usai acara welfie di ruang tamu, aku menawarkan bantuan untuk mencopoti riasan kepala mbak Eni. "Wuoohh, yaa cha, dengan senang hati aku minta tolong..", kata mbak Eni. Yuk marilah kita mulai copot-mencopot bermacam-macam item yang membebani kepalamu mbak. Fatimah juga ikut membantu, senangnya ^^.

Disela-sela mencopoti riasan kepala mbak Eni, tante Tin dan Mama ikut nimbrung di ruang tamu. Mama mulai membuka pembicaraan. Aku tidak tahu awalnya bagaimana, tetapi aku mulai mengerti arah pembicaraan Mama. Bapak Ep disenggol oleh bapaknya mas Nizar dan bertanya tentang aku. Usut punya usut bapaknya mas Nizar rupanya memiliki niatan untuk mengenalkan anak pertamanya ke Ica binti Syafi'i. Jujur aku kaget tapi juga sedikit tersinggung. Mengapa Bapak Ep terburu-buru mengiyakan sebelum bertanya ke bapak atau aku sendiri...? Tapi aku hanya bisa diam saat itu, tapi juga nggerundel dihati. Walau begitu, seorang perempuan tidak boleh menolak mentah-mentah jika dikenalkan oleh seseorang, katanya. Mbak Eni yang mengerti dan tau kakak pertama mas Nizar ini terdiam pula, tapi raut wajahnya menunjukkan kesedihan untukku. Kami saling melirik. Kemudian aku teringat mbak Susy pernah mentertawakan mbak Eni karena dia paham mengapa lebih memilih mas Nizar daripada kakaknya. Dan kebetulan, dan mohon jangan menganggapku ke-geer-an, selama acara resepsi, aku sering bertemu dengan kakaknya mas Nizar, baru ngeh ketika Huda ngobrol dengannya, dia lebih intens memperhatikan gerak-gerikku. Semoga ini hanya perasaan ge-er ku saja ya hohoho.

Kemudian aku bertanya kepada tante Tin -- untuk melenyapkan pembicaraan tadi -- tentang keponakan tante Tin yang ada di Lampung. Ga sengaja sih mau bertanya itu, hanya sekedar iseng untuk mengganti bahasan. Lalu tante Tin bertanya, "Lho ica kok tau? Ada apa emangnya?". Antara sadar ga sadar, aku menjawabnya terlalu jujur --asli aku bego banget ini--, "Anu te, tadi waktu di gedung, adiknya tante Tin minta foto dan nomor Ica, lalu bilang mau dikenalin sama anaknya yang di Lampung". Seketika tante Tin dan mbak Eni tertawa. Lalu mbak Eni bilang, "Whoa, ica disini payu rek hahaha". Aduh, mati kutu jadinya. Setelah itu aku ga berani lagi bicara tentang begituan, walaupun tante Tin selalu bilang, "pokoknya abis gini Ica ya...". Terima kasih lho tante...

~oOo~

Serangkaian acara pernikahan mbak Eni pun terselenggara dengan sangat baik. Aku turut turut sangat bergembira atasmu mbak ^^. Barokallahu lakuma wabaroka 'alaikuma wajama'a bainakuma fii khoir. Jodoh memang tidak ada yang bisa menebak ya. Aku juga banyak mengambil pelajaran dari kehidupanmu.

Ada yang bertanya kah mengapa aku memanggilnya mbak Eni, padahal seharusnya beliau memanggilku dengan panggilan tante, mengingat mbak Eni adalah keponakan dari sepupuku (mbak Ida). Alasan aku memanggilnya mbak adalah karena beliau lebih tua tiga/empat tahun dariku, untuk menghormati beliau. Walau Huda pun sudah mengingatkan, "Sebenernya kan kita manggil mbak Ica itu tante Ica, lah ini kok malah embak". Aku cuma meringis deh kalau dipanggil tante sama saudara yang usianya tidak jauh berbeda denganku.......

Ibu-ibu RT Pesisir CS Surimi

Kegiatan yang berlangsung pada tahun 2012 ini adalah kali pertama bagi saya terjun ke masyarakat untuk memperkenalkan produk olahan dari hasil perikanan. Biasanya presentasi di depan teman-teman mahasiswa dan beberapa dosen, kali ini presentasi didepan ibu-ibu yang mayoritas sehari-harinya berada di dapur. Biasanya harus menggunakan bahasa yang formal dan tertata –harus menunjukkan pemahaman tingkat tinggi agar dinilai “paham” oleh dosen– , kali ini harus menggunakan bahasa Indonesia bercampur dengan bahasa daerah yang mudah dipahami oleh audience.

Bagaimana kesannya? Absolutely nervous. Hahaha. But, still interesting. Biasanya berhadapan dengan audience yang pura-pura tidak tahu (untuk menguji pengetahuan kita), kali ini berhadapan dengan audience yang benar-benar tidak tahu. Itu yang membuat mini seminar kami menjadi lebih menarik.


Seperti yang kita semua ketahui bahwa bapak-bapak di kecamatan Bulak mayoritas bekerja sebagai nelayan, sementara para ibu dan beberapa muda-mudi nya beraktivitas dan berjualan di pasar. Wilayah spesifik tempat kami menyalurkan ilmu adalah kelurahan Kedung Cowek, kecamatan Bulak. Sangat dekat dengan kampung nelayan. Disinilah saya tertarik untuk mengedukasi ibu-ibu warga kelurahan Kedung Cowek bahwa selain bentuk pemindangan dan pengasapan, ada pula bentuk pengolahan lain dari bahan dasar ikan.

Permasalahan yang ada di wilayah ini adalah ketika melimpahnya hasil tangkapan ikan yang diperoleh nelayan namun tidak sebanding dengan distribusi dan penjualan ikan ke konsumen, jika dalam penyimpanan kurang diperhatikan maka ikan akan menjadi cepat busuk. Pengenalan cara pengolahan ikan selain bentuk pengasapan dan pemindangan dirasa cukup oke dan baik, menilik kurangnya minat konsumen terhadap hasil olahan ikan dari bentuk pengasapan dan pemindangan.

Nah sebelumnya kami perkenalkan dulu tentang seputar pengolahan ikan. Pengolahan ikan adalah suatu cara untuk mempertahankan produk perikanan dari proses pembusukan sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama dan dapat didistribusikan seluas mungkin. Ada berbagai macam pengolahan ikan yang telah dilakukan di Indonesia, diantaranya pemindangan; pengasapan; fermentasi; pengalengan dan pasta ikan.
Bagan beberapa cara pengolahan ikan. Dokumen KC 46 Surabaya.
Bagan hasil dari pengolahan ikan. Dokumen KC 46 Surabaya.
Ada 5 alasan mengapa saya memilih surimi (dengan harapan nantinya dapat dikembangkan di kelurahan Kedung Cowek), yakni:
1. Surimi termasuk bentuk pengolahan yang mudah dilakukan dan tidak memerlukan banyak komponen pembuatan / bisa dilakukan dalam skala rumah tangga.
2. Mengurangi jumlah terbuangnya ikan hasil tangkapan sampingan yang dinilai kurang ekonomis dan kurang menguntungkan jika dijual dalam keadaan masih segar.
3. Semakin banyaknya pengunjung pantai, namun minat dan selera mereka kurang pada hasil olahan ikan bentuk pengasapan dan pemindangan.
4. Bentuk jadi akhir dapat dimodifikasi sesuai dengan kreasi si pembuat.
5. Dalam proses pembuatan, kehigienisan dan kebersihan bahan dasar hingga bahan jadi dapat dikontrol. (Pada hasil akhir pengasapan dan pemindangan kurang bisa dikontrol kebersihannya).
Mari kita berbicara tentang pengenalan surimi terlebih dulu, karena mayoritas yang hadir di balai warga RW 3 belum mengetahui : Apa itu surimi?. Bahkan dari ke 18 teman-teman KKN saya pun yang mengetahui hanyalah satu orang yaitu Arin dari fakultas kedokteran. Bagi yang sudah mengetahui surimi, dan menemukan ada kesalahan pada penjelasan saya, saya dengan senang hati menerima jika ada pengoreksian ^^.
Surimi sudah dikenal sejak beratus-ratus tahun yang lalu oleh masyarakat Jepang dan kini telah menjadi bagian dari industri perikanan yang sangat penting di Jepang. Surimi adalah daging ikan yang telah dilumatkan (dikhususkan daging ikan yang berwarna putih dari ikan yang bernilai kurang/tidak ekonomis) yang kemudian mendapatkan serangkaian perlakuan sehingga menjadi hasil olahan setengah jadi yang memiliki ketahanan dalam waktu sehingga menambah keekonomisan dan dapat didistribusikan seluas mungkin. Dari bahan olahan setengah jadi surimi dapat diolah kembali menjadi bahan jadi sesuai dengan kreatifitas si pembuat dengan sasaran akhir minat dan selera konsumen.
Pengolahan surimi menjadi salah satu alternatif solusi untuk mengurangi terbuangnya ikan yang kurang ekonomis, mengingat pada tahun 2001 diperkirakan jumlah ikan kurang ekonomis yang dibuang kembali ke laut dapat mencapai 300.000 ton setiap tahun. Pengolahan ini dinilai tepat menjadi alternatif karena semua jenis dan ukuran ikan dapat diolah menjadi produk surimi. Surimi juga dapat menjadi pilihan lain bagi konsumen pecinta hasil olahan ikan, selain hasil dari pengasapan dan pemindangan.

Mengapa bisa dikatakan mudah dilakukan dan tidak membutuhkan banyak komponen? Mari kita lanjut ke pengolahan ikan menjadi bentuk surimi. Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam pembuatan surimi adalah ikan berdaging putih yang masih segar, air es + es batu, garam dapur, garam murni (NaCl), sukrosa & polifosfat, pisau, mesin penggiling, kantong plastik polietilen, freezer. Semua bahan dan alat tersedia disekitar kita dan tidak susah untuk mendapatkannya.


Pembuatan surimi memiliki empat tahap pemrosesan yaitu pencucian daging ikan, penggilingan, pengemasan dan pembekuan.

Ikan segar yang memiliki daging berwarna putih dicuci dengan air bersuhu rendah (air es) kemudian ditimbang lalu dibuang kepala; sisik dan isi perutnya. Ikan kembali dicuci sebanyak 3-5 kali dengan air es BUKAN dengan air kran, mengapa? Karena air kran dapat merusak tekstur (akibat denaturasi/kerusakan protein) dan mempercepat degadrasi lemak. Jumlah air yang digunakan biasanya berkisar antara 5-10 kali berat ikan, tergantung dari jenis ikan yang diolah; jenis air pencuci dan mutu surimi yang diinginkan. Air es yang digunakan untuk mencuci terakhir biasanya mengandung garam murni (NaCl) sebanyak 0,01-0,03% untuk memudahkan pembuangan air dari daging ikan.
Pencucian dengan air es sangat diperlukan karena dapat menunjang kemampuan dalam pembentukan gel dan mencegah denaturasi protein akibat pembekuan. Pencucian berulang akan meningkatkan sifat hidrofilik daging ikan. Daging ikan dibersihkan dari darah, pigmen, lemak, lender dan protein selama pencucian dengan air es. Dengan begitu, warna dan bau ikan menjadi lebih baik, kandungan aktomiosin meningkat sehingga secara langsung dapat memperbaiki sifat elastisitas produk yang dihasilkan.
Sebelum digiling, air yang ada dalam daging ikan harus dibuang dengan cara diperas atau disentrifugasi. Sebaiknya menggunakan alat penggiling dingin agar dapat mempertahankan mutu surimi (mencegah denaturasi protein akibat panas penggilingan). Selama penggilingan, daging ikan ditambahkan krioprotektan (bahan anti denaturasi protein terhadap pembekuan) berupa gula (sukrosa/dekstrosa/sorbitol) dan bahan pengikat (pati).

Selanjutnya diperoleh adonan surimi yang telah halus, kemudian adonan tersebut dikemas dalam kantong plastik. Lalu adonan dibekukan dalam suhu -10 sampai -20 derajat celcius.

Walaupun secara teknis dalam pembuatan surimi boleh menggunakan jenis dan ukuran ikan apa saja, bukan berarti semua jenis ikan sesuai untuk dijadikan sebagai bahan dasar, melainkan masih mempertimbangkan faktor lain. Surimi yang dihasilkan tergantung dari mutu daging ikan sebagai bahan dasarnya. Jika daging ikan yang akan digunakan sebagai bahan dasar memiliki mutu kesegaran dan kualitas yang kurang baik maka akan menghasilkan surimi dengan tekstur yang berelastisitas rendah.

Jika hanya ditemukan bahan dasar ikan yang memiliki elastisitas kurang (mutu kesegaran dan kualitas kurang baik) maka bisa disiasati dengan menambahkan daging ikan (dari spesies lain misal cumi-cumi) dan ditambah dengan komponen seperti gula; pati dan protein nabati untuk memperbaiki tekstur surimi.
Beberapa hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam memilih ikan sebagai bahan dasar pembuatan surimi adalah pH dan lemak yang terkandung dalam daging ikan. Nilai pH ikan sangat mempengaruhi elastisitas produk yang dihasilkan, oleh karena itu sebaiknya pilih ikan yang memiliki pH 6,5-7,0. Juga lebih baik memilih ikan berkadar lemak rendah. Jika digunakan ikan dengan kadar lemak yang tinggi (misal ikan lemuru), lemak harus dikeluarkan terlebih dahulu karena akan mempengaruhi daya gelatinisasi. Selain itu hasil akhir surimi akan timbul ketengikan jika tidak ditambah dengan bahan antioksidan.

Untuk memelihara tekstur daging selama dibekukan, ditambahkan bahan aditif seperti sukrosa, sorbitol dan polifosfat. Selama proses penambahan dan pencampuran bahan aditif, suhu harus dijaga dibawah 13 derajat celcius. Bahan aditif tersebut berfungsi sebagai anti-denaturasi protein. Bila tidak ditambah anti-denaturasi, protein akan terdenaturasi pada penyimpanan -20 derajat celcius sehingga surimi akan berlubang-lubang dan tidak dapat diolah.


Materinya kuliah banget ya. Ini audience nya paham apa blass ya... #khawatir
Ya ini kelemahan dari memberikan materi tanpa ada praktek nya. Materi yang diserap tidak bisa mencapai 100%, bahkan menurut sebuah jurnal prosentase sebesar 65% penyerapan materi pun sudah dinilai sangat memuaskan. Kurangnya waktu, tenaga dan biaya menjadi kendala dari berkelanjutannya kegiatan sehingga dalam pencapaiannya hanya sampai pada pemberian ilmu saja (minus praktek).
Selanjutnya, adalah memberikan kesempatan bertanya untuk para ibu-ibu. Pada kesempatan pertama ada sekitar 11 orang yang mengangkat tangan dan mengajukan pertanyaan. Kesempatan kedua ada 4 orang yang bertanya dan kesempatan ketiga ada 1 orang yang bertanya sambil malu-malu. Dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh audience kebanyakannya adalah pengulangan materi yang telah disampaikan, dengan kata lain penyampaian saya terlalu cepat sehingga ibu-ibu masih belum mudeng dengan materi yang disampaikan. Mohon maaf ya ibu-ibu...
Dan beberapa pertanyaan berikutnya patut saya acungi jempol karena dari situ saya bisa menyimpulkan bahwa ibu-ibu warga RW 3 kelurahan Kedung Cowek merespon positif dari kegiatan dan sedikit ilmu yang saya bagikan. Terima kasih ya ibu-ibu.
Diakhir acara, kami membagikan berbagai macam bentuk surimi siap konsumsi. Ada bola udang, bola ikan, bola kepiting dan scallop. Harapan kami, ini dapat memberi gambaran pada ibu-ibu yang super cerdas ini untuk tergerak dan terinovasi untuk menciptakan kreasi hasil olahan dari bahan dasar ikan.
Akhir kata, saya mengucap terima kasih pada warga RW 3 kelurahan Kedung Cowek kecamatan Bulak Surabaya. Saya juga ingin berterima kasih, banyak banyak terima kasih pada 18 teman favorit saya yang tergabung dalam TIM KC 46 - KKN BBM 46 UNAIR Surabaya.


"Pustaka"
Djazuli, N., Wahyuni, M., Monintja, D., Purbayanto, A. 2009. Modifikasi Teknologi Pengolahan Surimi Dalam Pemanfaatan "BY-CATCH" Pukat Udang Di Laut Arafura. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, XII (1) : 17-30.