Mom Machine

Sudah sejak dahulu kala, selalu ada perdebatan tentang wanita karir atau wanita rumahan. Wanita karir adalah wanita yang walaupun sudah berkeluarga lengkap (punya suami dan anak) dalam kesehariannya dia aktif bekerja di luar rumah. Sementara wanita rumahan, ya, wanita yang selalu ada di rumah. Mengurus rumah, mengurus anak dan mengurus suami, bahkan ada juga yang mengurus orang tua atau mertuanya yang sudah sepuh.

Pilihan sedari kecil, saya ingin seperti Ibu saya. Seorang wanita karir yang sukses dengan pekerjaannya. Walau beliau sukses dalam bekerja, beliau tak pernah lupa dengan kewajibannya mengurus rumah-tangga, melengkapi rumah dengan perabotan, membelikan saya dan adik barang-barang yang mampu membuat teman seusia kami iri, mengatur fashion Bapak yang kala itu tak terlalu memikirkan penampilan (saking sibuknya dengan usaha percetakannya yang kala itu sedang ramai-ramainya). Walaupun Ibu terlihat sempurna, tetap, ada kelemahannya. Saya kecil waktunya selalu dihabiskan dengan pembantu dan Ibu kadang membawa emosi pekerjaannya ke rumah.

Itulah sebabnya, saya yang sebenarnya anak kedua ini jadi anak pertama dengan watak yang keras tapi punya fisik lembut. Adik saya kebalikannya, punya watak lembut tapi fisiknya kelihatan garang.

Kenapa ingin menjadi seperti Ibu? Karena menurut saya keren. Keren? Ya keren, keren bisa belanja sendiri, bisa kasih-kasih barang ke orang lain, bisa menjadi mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.

Ibu saya pun mendidik saya dengan cukup keras. Pendidikan adalah nomor wahid dan yang utama. Sampai suatu waktu saat SMP, bakat terpendam saya muncul secara otodidak : bisa main piano. Ingin konsisten bermain piano, saya minta pada Ibu untuk memasukkan saya ke les piano. Dan... Ditolak mentah-mentah. Ujung-ujungnya, saya banting setir ikut ekskul Pencak Silat, meneruskan ekskul saat SD. Untuk apa? Untuk melupakan keinginan bermain piano.

Pendidikan nomor wahid tertanam dalam-dalam dalam otak terdalam dan akhirnya menjadi kebiasaan hingga kuliah. Belajar sungguh-sungguh, kalau diajak "main" sama teman banyak nolaknya, aktif berorganisasi, aktif bersosialisasi, ujian tidak pernah menyontek, target nilai harus bagus. Biar lulus kuliah bisa masuk PNS dan kerja dengan rutinitas. Itu semua yang saya idam-idamkan. Kalau dilihat-lihat, semua sepupu-sepupu saya (dari keluarga Ibu) semua sukses dan tak ada cela. Saya juga ingin seperti mereka.


Ingin ini, ingin itu, banyak sekaliii~  [soundtrack film Doraemon]


Siapa sangka saya kini hidupnya hanya dirumah. Selesai kuliah, setahun kemudian menikah lalu punya anak, lalu ikut suami lanjut studi di Taiwan. Dan saya jadi wanita rumahan.

Saya menyesal? Ya, pada awalnya saya sangat menyalahkan diri sendiri, kenapa bisa begini kenapa bisa begitu. Tapi lama-lama, menyalahkan diri sendiri hanya semakin memperburuk pikiran dan keadaan, hanya bikin hati tambah ngga ikhlas dan akhirnya "stuck" kayak pepatah hidup segan mati tak mau.

Saya bangkit karena saya tidak bisa membiarkan suami saya berjuang sendiri. Saya pun punya anak yang rentan dan masih kecil yang hidupnya sangat bergantung pada saya. Tegakah saya meninggalkan mereka jika ada jalan kembali lanjut studi dan menjadi wanita karir? Saya yakin pasti ada waktunya.

Saya menjadi wanita rumahan bukan berarti bisa bersantai sepanjang waktu. Tidak. Yang menyangka ibu rumah tangga banyak santainya berarti dia "keminter" sehingga kurang wawasannya.

Aktivitas ibu rumah tangga, in case Saya, mulai dari membuka mata, ada bayi mungil yang siap dimandikan. Tentu ada peralatan yang harus dipersiapkan. Setelah mandipun peralatan harus dibersihkan dan dikembalikan ke tempat semula. Saya orangnya detail, sangat tidak suka jika ada barang yang tidak pada tempatnya. Saya juga orangnya terlalu bersih, hal ini yang selalu saja jadi hal yang bikin hati "nggondok" saat suami saya meletakkan barang seenaknya dan selalu menyamakan antara barang bersih dan kotor atau bekas pakai. Sampai kadang suatu saat saya nggondoknya memuncak jadi mengungkapkan kekesalan ke suami. Tapi ya gitu, tetep aja suami mengulangi hal yang sama. Kata dia : gue kemproh dari lahir. Zzz.

Setelah memandikan bayi saya harus menyuapi makanan bayi. Tapi biasanya Kia masih asyik dengan mainannya, jadi saya sela dengan menyapu lantai terlebih dahulu. Setelah lantai bersih dan cucian piring juga sudah beres, barulah saya menyuapi si kecil. Saya harus bisa lihat sela. Jika bayi belum bangun, saya harus menanak nasi dulu kemudian memasukkan baju ke mesin cuci dan bikin sarapan buat suami. Dan saya berusaha untuk menyempatkan mandi pagi lebih dulu sebelum bayi bangun. Karena kadang kalau bayi terlebih dahulu bangun, saya pasti akan mengesampingkan mandi. Tapi saya punya tagline sendiri : lebih baik tidak makan daripada tidak mandi.

Lama bayi saya makan sekitar setengah hingga satu jam. Menurut saya tidak apa lama, asal dia masih mau melahap makanannya. Selama menunggu bayi mengunyah makanannya, saya menyelipkan beberapa kegiatan : menjemur baju dan membuat MPASI bayi. Kadang kalau masih sempat, saya pun memasak dan juga ikut makan. Rasanya lega bisa mengerjakannya secara berurutan.

Usai makan, dalam beberapa menit kemudian biasanya bayi saya akan mengantuk. Kalau sudah begitu, dia pasti akan rewel agar segera dikasih mikcu (nenen). Bayi saya akan tidur beberapa menit setelah mikcu.

Selama bayi tidur, apakah saya ikut tidur? Kadang iya, kadang tidak. Banyak tidaknya sih. Masa? Ngga tau ya, ngga kebiasa tidur siang juga. Jadi apa yang dikerjakan selama bayi tidur? Setrika baju (kalau ada) atau makan (kalau sebelumnya tidak sempat masak dan makan) atau mandi (jika sebelumnya tidak sempat mandi) atau bikin artikel atau santai sejenak sambil mainan smartphone atau baca buku, dan jika waktunya sudah dhuhur saya harus menyegerakan sholat sebelum dia bangun. Apapun kegiatannya saya tidak boleh terlalu berisik, karena bayi saya telinganya terlalu peka. Ada suara sedikit, dia langsung bangun. Kalau sudah dia bangun, hilanglah sudah waktu bersantai saya.

Bayi bangun, raga saya harus ikut on. Saya mempersiapkan camilan untuk dimakan bayi, biasanya buah-buahan. Setelah nyamilnya selesai, bayi saya bermain dengan mainannya, saya pun juga harus stay ikut bermain. Kalau ngga, dia pasti akan merengek dan mengikuti (nggandol) saya kemanapun saya pergi. Satu hingga dua jam berlalu, waktunya bayi makan siang. Ada persiapan sebelum dan membersihkan peralatan setelah makan yang semua harussaya handle. Biasanya kalau bayi saya makan siang sampai jam 2 lebih, saya akan membiarkan dia bermain sampai saatnya jam 3 atau jam 3 lebih, waktunya mandi.

Usai mandi, bayi saya minta mikcu hingga dia tertidur lagi. Bayi tidur, saya harus membersihkan mainannya, mencuci piring kemudian mandi dan sholat Ashar. Bayi bangun, saya sudah siap dengan camilan berikutnya, biasanya roti atau biskuit. Setelahnya, saat dia asyik dengan mainannya, saya tinggal sholat Maghrib. Selesai sholat, biasanya dia minta mikcu lagi. Kadang setelah mikcu dia tertidur kadang juga ngga. Tergantung suhu udara di Taiwan.

Suami pulang dan bayi makan malam disuapin suami. Suami juga sangat berperan membantu pekerjaan saya. Kalau bayi dipegang suami, saya bisa leluasa mengerjakan pekerjaan rumah. Kadang, saya sedih ketika terlalu capek dan mager sehingga suami yang membereskan rumah. Walau hanya mencuci piring, kadang saya juga tak enak hati. Suami kuliah dan kerja, dalam seminggu tidak ada waktu libur barang sehari. Waktu liburnya hanya setengah hari dan itupun kalau dipakai jalan-jalan, harus buru-buru pulang maghrib agar dia bisa istirahat dan mulai kerja lagi keesokan paginya. Bisa saya katakan jadi suami dengan segala aktivitasnya itu ngga gampang, dan jadi istri yang mendampingi suami (pergi ke luar negeri untuk suatu keperluan dan harus stay selama beberapa tahun) dan membesarkan bayi jauh dari keluarga itu lebih tidak gampang lagi. Tapi, kembali lagi, semua harus disyukuri, semua harus ikhlas dijalani, semua harus dianggap sebagai pengalaman hidup dan sebagai pembelajaran. Biar lancar semuanya.

Setelah kami bertiga makan malam, kami bersantai. Kadang saya setrika malam hari (saat suami dan anak sedang santai) jika seharian tidak sempat menyentuh pekerjaan yang melelahkan ini. Selesai semua baju disetrika, saya membersihkan tempat tidur dan kami semua siap pergi ke pulau kapuk.

Begitu riweuh nya pekerjaan seorang wanita rumahan ini, sempat buat saya frustasi di awal kepindahan. Semua serba berantakan dan membingungkan. Untuk makan dan mandi dengan nikmatpun saya tidak sempat. Juga tidak ada niat sekalipun atau kepikiran untuk refreshing, ke salon atau bahkan belanja online seperti kebiasaan saya waktu di Indonesia hahaha. Wanita modern Surabaya gitulo. Being wanita rumahan benar-benar mengubah hidup dan kebiasaan saya.

Namun seiring berjalannya waktu saya mulai belajar menata. Menata waktu, menata rumah, menata perabotan, menata kebutuhan untuk bayi dan suami. Saya mulai terbiasa bangun pagi dan membersihkan rumah. Saya mulai ahli dalam memasak apapun. Dan yang paling super gokil, adalah ketika saya mengerjakan lebih dari tiga pekerjaan sekaligus dalam satu waktu. Saya mengatai diri sendiri sebagai MOM MACHINE.



Jadi apakah nanti ketika bayi sudah bisa ditinggal, saya akan kembali ke sekolah dan menjadi wanita karir?

Harapan terdalam saya adalah bisa kembali ke sekolah dan meraih pendidikan setinggi-tingginya. Dan menjadi wanita karir saat anak sudah bisa ditinggal adalah suatu hal yang pas. Tapi kembali lagi, siapa yang tau hal-hal dimasa depan? Kita lihat saja.

Berani Coba Beef Noodle Taiwan?



Beef Noodle made in Taiwan?

Halal Lis?
Pertanyaan yang langsung terlontar dari yang pertama kali mendengar informasi beef noodle di Taiwan. Iya, beef noodle ini halal, oleh sebab itu restorannya dikenal dengan nama Halal Chinese Beef Noodle Restaurant. Dari mana taunya? Berbagai informasi, termasuk dari mas husband yang pernah mencicipi beef noodle ini saat do'i ambil master di NTUST Taiwan (kampus yang sama seperti sekarang do'i ambil Ph.D. nya) pada tahun 2015. Informasi tersebut dituang dalam blog pribadinya, bisa dibaca disini.

Penampakan Depan Toko. Abaikan mas husband yang manyun.

Kemarin malam, saya berkesempatan main kesini dan mencoba dua menu yang kata ibu pelayannya paling favorit disini. Seperti biasa, kami (saya n Kia, dan mas husband) bertemu di Stasiun MRT Gongguan. Kami lanjut naik bus 688 dan berhenti di Stasiun MRT Zhongxiao Dunhua. Lho kenapa ngga naik MRT aja? Soalnya MRT Gongguan (jalur hijau) tidak berdekatan dengan MRT Zhongxiao Dunhua (jalur biru). Kalau kami naik MRT, jadinya jalan jauh dan oper-oper, lama di perjalanan.

Setelah turun di MRT Zhongxiao Dunhua, kami berjalan sejauh 700 meter ke arah utara. Ini semua ada dalam google maps ya. In sya allah temans ngga akan nyasar jika lihat google maps, tentunya harus juga dibekali pengetahuan membaca peta sih..

Sampai di tujuan, kami langsung masuk toko dan disambut hangat oleh waitress (mayoritas perempuan berusia 40-50an). Salah seorang pelayan mempersilahkan duduk di meja bundar besar (tepat disekat pintu masuk) ketika kami akan memilih meja yang kecil yang letaknya agak kedalam restoran. Kemudian beliau menunjuk sebuah high chair (setelah melihat Kia yang digendong mas husband) sambil berkata dengan bahasa Mandarin. Hao. Xie xie. (Baik. Terima kasih.).

High Chair

Ada yang tau artinya?

Gambar Ka'bah disalah satu sudut restoran.

Beliau pula yang menyodorkan menu beef noodle. Mas husband bertanya dengan English, mana yang paling banyak dipesan pengunjung?. Beliau menunjukkan dua menu, yang satu spicy yang satu lagi original. Sembari menunggu, pelayan tersebut menggoda Kia dan memberi tahu teman pelayannya sambil menunjuk-nunjuk Kia. Teman pelayannya tersenyum kelihatan giginya lalu berkata Piaoliang, ta mama ye hen piaoliang. Saya mengangguk dan tersenyum, Xie xie. Saya ngerti cuma satu kata : Piaoliang, yang berarti cantik.

Ambil handphone, buka google terjemahan lalu translate. Owh.. Melayang deh saya dipuji, padahal ngga sekali ini dipuji sama orang lokal hikikikik. Next..

Ibu pelayannya berkata oke sambil berlalu setelah kami memesan Stewed Beef Noodle dan Braised Beef Vermicelli (spicy). Menu ditinggal di meja. Orang-orang yang melewati kami selalu menyempatkan melihat Kia dengan wajah yang menyenangkan. Alhamdulillah..

Konon ini buku legendaris. Cover Menu.

Menu 1

Menu 2
 
Tidak lama kami menunggu, ibu pelayan tadi datang sambil membawa pesanan mas husband yang spicy. Tidak sampai dua menit gantian pesanan saya yang datang. Seperti biasa kami bergantian makan agar bisa menjaga Kia. Mas husband makan terlebih dahulu.

Dua menu yang kami pesan bentuknya berbeda. Punya mas husband,  Braised Beef Vermicelli (spicy), berbentuk mie putih dan tipis (di Indonesia disebut mie su'un atau bihun), dengan kuah berwarna merah menyala. Kelihatannya seperti punya rasa yang super pedas, namun saat dicicipi hmmm. Pedasnya ngga kerasa. Saat mencicipi menu ini, benar-benar kerasa berada di Taiwan. Yep, ini soal cita rasa Taiwan dan saus chinese-nya.

Braised Beef Vermicelli (spicy)

Menu pesanan saya, Stewed Beef Noodle, berbentuk seperti mie samyang, putih kekuningan dan tebal. Kuahnya bening sampai terlihat sayur dan daging sapinya. Oya sampai lupa, disini namanya Beef Noodle, proporsi antara noodle dan beef nya seimbang, sama-sama banyak. Jadi ndak ada tu yang namanya tipu-tipu hehehe. Balik ke pesanan saya, rupanya kuah bening berbanding lurus dengan rasa beningnya. Tidak asin dan tidak manis. Rasanya gurih cenderung hambar. Saya jelas menaburkan merica dan garam banyak-banyak, namun rupanya tidak bisa mengubah cita rasa sesuai lidah Indonesia (yang sukanya asin dan pedas). Ini Taiwan bro, kebanyakan tidak suka yang "terlalu". Terlalu asin, terlalu manis, terlalu pedas. Walau kuah berasa hambar dilidah, tapi tidak dengan sayur dan dagingnya. Mereka punya cita rasa sendiri. Bagaimana rasanya? Hmm kesini dan rasakan sendiri yuk.

Stewed Beef Noodle

Mas husband tidak terlalu suka mie nya, katanya tidak enak wkwkwkwk. Sementara saya yang pecinta noodle ini suka semua mie nya. Alhasil saya menghabiskan mie punya mas husband. Cuma mie dan sayur saja yang saya habiskan, kalau dagingnya mah sudah habis duluan. Mas husband si pecinta daging. Ngga pernah menyisakan daging di piringnya walau secuwil. Bahkan daging di bowl saya pun sudah diincar. Hmmm..

Mas husband memesan Roti Chapati ke ibu pelayan yang tadi. Roti Chapati termasuk makanan pencuci mulut yang tidak tertulis di buku menu. Ngga pakai nunggu lama dan langsung diantar, karena chef nya membuat stok banyak. Kami bisa melihat proses pembuatan Roti Chapati dari meja kami. Walau kami tidak begitu mendalami proses pembuatannya, tapi kami yakin betul rasanya sangat memanjakan lidah dan perut. Benar saja, sampai Kia dibuat kenyang olehnya. Ya, sembari menunggu saya menghabiskan makanan, mas husband menyuapi Kia dengan Roti Chapati.

Roti Chapati

Chef dan Meja Pembuatan Roti Chapati

Tepat dibelakang tempat chef melakukan pekerjaannya, terdapat sebuah etalase yang menyajikan beberapa bentuk makanan. Tidak tau itu menu apa saja, yang saya kenal hanya bentuk mirip kwetiau yang diletakkan diatas beberapa mangkok. Disebelah kanan etalase terdapat sebuah gentong yang terbuat dari aluminium dan berisi teh panas. Dibawah etalase berjajar rapi teko-teko aluminium yang telah diisi teh panas tadi.

Kwetiau dkk, Teko dan Teh

Sudah habis sudah kenyang, alhamdulillah, mari kita bayar lalu bergegas pulang.

Meja Kasir dan Ekspresi Pelanggan.
Price :
1. Stewed Beef Noodle : 155 NTD
2. Braised Beef Vermicelli (spicy) : 155 NTD
3. Roti Chapati : 30 NTD
4. Teh : Free

Rules

Ada yang tau artinya? (2)

Nah pulangnya bagaimana? Kami serahkan semua pada google maps. Kalau kami pulang menuju New Taipei City, kami harus berjalan kaki menuju Apollo Building, dengan lihat maps ya tentunya. Di depan Apollo Building ini terdapat halte bus. Kami naik bus nomor 278 atau 278 shuffle menuju Guting Station. Dari Guting Station kami harus oper bus nomor 254, bus yang sering kami tumpangi kalau perjalanan pulang dari Gongguan Station. Kenapa harus oper? Karena itu opsi jalan terdekat dengan apartemen kami.

Begitu ya, semoga artikel ini bermanfaat buat yang ingin kuliner makanan halal di Taiwan. Sampai ketemu di artikel selanjutnya.



Halal Chinese Beef Noodle Restaurant
No. 1號, Alley 7, Lane 137, Yanji Street, Da’an District, Taipei City, Taiwan 106.
Open Monday-Sunday,
11.30-14.00 and 17.00-20.30.

Cerita Sederhana Pergi ke Tamsui

Source : www.projectweekends.com
 
Introduction : artikel ini saya buat dalam bentuk narasi panjang. Saya begitu menikmati perjalanan sampai lupa tidak sering mengabadikan moment dengan #S7EdgeLisa. Oleh sebab itu, saya akan berusaha untuk mendeskripsikannya dengan detail, mengganti foto dengan kalimat. Selamat membaca.


~oOo~


Hari ini diluar biasanya. Matahari bersinar terang dengan suhu yang hangat di awal winter. Kalau sudah matahari cerah begini, rasanya saya jadi pingin keluar rumah. Berjemur! Sekarang saya tau perasaan bule-bule diluar sana yang hobi ke negara tropis ketika akhir tahun. Mereka juga ingin bertemu matahari.

Ini masih weekday, aktivitas mas husband kalau ngga ke kampus ya ke kantor (hari ini ke kampus--Ulangan Tengah Semester), aktivitas saya (seperti biasa) bersih-bersih rumah dan nemenin Kia main, sementara aktivitas Kia makan; main; mandi; tidur. But, keinginan saya untuk keluar rumah mengajak Kia sangat membahana kuatnya, sama kuatnya dengan sinar matahari diluar sana. Hmm, dilema. Keluar engga keluar engga.

Siang hari saya mencolek mas husband lewat whatsapp. Dan seperti biasa lagi, dia kayak dukun, mampu membaca pikiran. Diluar panas? Masih ada mataharinya? Ayoklah siap-siap bu kalau mau keluar. Ditawarilah saya dua tempat : gunung atau laut.

Gunung? Laut? Gunung, hmm bawa Kia melewati tanjakan, sebentar-sebentar masih belum kepikiran rempongnya bagaimana dan kuat ngga si Ayah (mas husband). Laut, hmm ini nih yang kutunggu-tunggu, kan kepingin juga lihat laut, sudah lamaaaaaaaaaa banget anak laut ini ngga melihat laut. Kebayang kan kangennya bagaimana..


Laut..

Seperti yang dijanjikan, usai Ashar saya harus siap-siap berangkat agar bisa mengejar matahari terbenam di Tamsui. Sudah prepare barang-barang Kia sedari watsapan sama mas husband. Tapi nyiapin bayi ini butuh waktu satu jam sendiri. Berangkatlah kami berdua pukul empat sore naik bus 672 ke arah  MRT Gongguan.

Hola ~

Mas husband sudah menunggu kedatangan kami. Ngga mau berlama-lama diluar, kami langsung masuk stasiun MRT Gongguan untuk menuju stasiun MRT Tamsui. MRT Gongguan berada di jalur warna hijau tengah kota Taipei, sementara MRT Tamsui berada di jalur merah (paling) ujung utara kota Taipei. Kami harus pindah jalur dari hijau ke merah di stasiun MRT Chiang Kai Shek Memorial Hall (stasiun terdekat).


Perjalanan Jauh

Hampir sejam lamanya kami berada di MRT jalur merah ini dan melewati 20 stasiun MRT. Wow juga sih. Ini perjalanan terpanjang kami selama berada di Taiwan dari bulan September kemarin.

Kia anak yang gampang bosan ini sudah pasti "bosan". Awalnya dia hanya mengoceh dan selalu buat gemas orang-orang disekelilingnya. Kemudian kebosanan meracuni. Berteriak, lonjak-lonjak, pingin turun dari gendongan mas husband. Ahh.. Yang sabar ya nak.. Saya tidak bisa memberi makan atau minum ke Kia, karena peraturan dilarang makan-minum di MRT, kalau melanggar denda berapa ribu NTD gitu saya lupa.

Saya juga merasa bosan. Untung bisa lihat sekeliling. Ya pemandangan disepanjang jalur merah yang menakjubkan, ya para penumpang yang fashionable, ya fashionable pakaiannya ya fashionable gadgetnya. Dan uniknya lagi, semua orang melebur di MRT. Orang kantoran, berjas, anak sekolah, mahasiswa, bule, tua, muda, semua rata. Ngga ada tuh kelas atas kelas bawah, semua rata semua sama. Sama-sama suka naik transportasi umum, in case MRT. Coba penduduk Indonesia seperti ini, ahh penduduk Indonesia mah kelas atas semua, maunya pakai kendaraan pribadi semua.


Tamsui

Tiba di Tamsui, kami disuguhi lagu remix dari grup band asal Taiwan yang mendunia di era 90an : F4. Tidak di MRT, tidak penyanyi halamannya, semua memasang lagu F4. Apakah ini desanya F4? hahaha. Melihat ke sekitar, ada banyak orang berkumpul menikmati indahnya tepi laut dan suasananya. Sayang sekali mataharinya keburu tenggelam. 

Selain wisata tepi laut yang disajikan oleh Tamsui ini, juga ada night market yang letaknya berdekatan dengan tempat wisata. Unik ya, jadi keluar MRT jalan dikit ke barat sudah ada laut dan night market. Lalu tepat di timur MRT ada modernnya Tamsui, dari tempat makan mendunia sampai tempat berbelanja. Lalu sedikit ke selatan sudah ada halte bus. Disekitar stasiun MRT pun ada beberapa mini market, beberapa seniman yang menjual lukisan wajah, tempat isi ulang Easy Card,  ada penjual jajanan, ada taman dengan fasilitas tempat duduknya yang unik bentuknya, dan yang paling adalah ornamen dari stasiun MRT Tamsui ini--Taiwan banget. Indah sekali hidup ini kalau semua fasilitas transportasi dan kebutuhan lain tidak jauh dari jangkauan.

Matahari yang keburu tenggelam ini menyisakan indahnya degradasi warna senja Selasa, 6 November 2018. Sambil menyuapi Kia dengan biskuit, saya menikmati angin laut yang sumilir berhembus tak henti-henti. Gusti Allah, matur nuwun, rindu terhadap laut telah terobati.

Mas husband mengajak jalan lebih jauh ke tepi laut. Tidak perlu takut, karena tepi Tamsui ini sudah diset aman pengunjung. Disepanjang tepian ada tempat duduk dan disepanjang tepian ini pula ada banyak yang berjualan jajanan cumi-cumi dan gurita yang digoreng tepung atau dipanggang. Jadi pengunjung atau wisatawan yang datang bisa bersantai menikmati suasana tepi laut sambil menikmati jajanan.

Sepanjang jalan saya masih menyuapi Kia dengan biskuit agar dia tidak kelaparan. Kemudian saya putuskan untuk berhenti sebentar, memberi minum Kia. Mas husband menawari ide untuk membeli squidwerd (sebutan dia untuk jajanan gurita) sementara Kia dan saya menunggu ditempat duduk. Okelah. Mas husband pergi beli makanan dan Kia mikcu agar bisa tidur (karena sudah keliatan ngantuk).

Angin malam yang dingin ditambah angin daratan yang bergerak ke laut sangat kencang membuat saya melihat jam ditangan. Baru lewat pukul lima tapi suasana sudah gelap. Kia tertidur hangat di tangan berkat jaket mungilnya yang saya selimutkan di badan dan kepalanya. Beberapa orang asyik memainkan mainan yang baru dibelinya, berbentuk seperti palu dari balon plastik. Beberapa orang juga terlihat lihai memainkan pancingannya agar ikan-ikan tertarik menggigit mata kail pancingannya. Banyak sekali orang yang beraktivitas di tepi laut tanpa menghiraukan kencangnya angin malam. Bahkan ada beberapa perempuan yang terlihat hanya pakai baju tanpa pakai celana (atau mungkin pakai celana tapi tertutup oleh baju besarnya). Apa mereka ngga kedinginan ya?

Mas husband datang membawa semangkok (yang terbuat dari sterofoam) isinya gurita goreng tepung dan daun kemangi. Asli ya, kemangi nya Taiwan ini baunya lebih menusuk dan rasanya lebih pahit ketimbang kemangi Indonesia. Kalau disuguhin masakan  yang ada kemangi Taiwan, selalu saya sisihkan kemanginya. Tapi jangan ditanya rasa gurita nya bagaimana. Enak parah! Sayang, baru ingat belum sempat difoto ketika guritanya sudah habis.


Tamsui Night Market

Usai makan gurita, kami bergegas menuju night market sebelum toko-tokonya pada tutup. Disini night market tidak buka sampai jam 12 malam seperti yang saya bayangkan sebelumnya (saat main ke Ximen Night Market). Beberapa toko di night market Taipei justru tutup pukul 19.30.

Dari toko ke toko, kami masuk dan memanjakan mata (ngga beli wakakakak, mihil mihil soalnya). Toko oleh-oleh pertama yang saya masuki membuat saya teringat : saya butuh kaca mata untuk membantu mata melihat lebih terang di malam hari. Selama hamil hingga sekarang, kalau melihat lampu-lampu jalan di malam hari, kadang ada pendaran dari lampu yang membuat pandangan saya jadi kabur. Kalau sudah kabur, buat saya makin banyak berkedip hingga kepala jadi pusing. Makin buruk setelah pindah ke Taiwan. Ketahuannya karena kami sering "jalan" di malam hari, dan jalan-jalannya bukan indoor alias tidak ke mall. Belum pernah periksa mata lagi sejak tahun 2012, alasannya mata saya sehat kok.

Untung ngga ditarik uang sewa kaca mata
Toko tersebut menyediakan banyak model kaca mata dengan segala kualitasnya, harganya pun sebanding dengan kualitasnya. Galau kan jadinya harga segitu buat beli kaca mata, bisa buat tiga hari makan sama Kia hahaha. Alhasil saya menunda untuk tidak beli kaca mata.

Sepanjang jalan night market terdapat beragam toko dengan beragam pula yang dijual. Sepatu, aksesoris, aksesoris gadget, makanan berat, jajanan, minuman, olahan buah yang dibuat jadi nugget dan manisan (semacam berbentuk seperti dodol kalau di Indonesia), roti dan snack unik khas negeri yang terkenal dengan Kpop nya, dan masih ada banyak lagi. Di Tamsui Night Market ini juga terdapat tempat sembahyang penduduk sekitar, kalau tidak salah bentuknya seperti Klenteng-Klenteng di Surabaya. Uniknya semua tempat sembahyang ini menghadap ke arah laut.

Tergoda dengan bentuk dan warnanya yang merah (mungkin) alasan mas husband membeli manisan buah yang ditusuk. Ada dua pilihan buah : Strawberry dan Leci-Arbei. Keduanya punya harga yang berbeda. Strawberry lebih mahal ketimbang Leci-Arbei. Mas husband pilih Leci-Arbei. Rasanya gimana? Manis kecut segar. Manis karena gulali-manisannya, kecut segar karena buahnya.

Screenshoot IG @limaura_

Kami bertemu persimpangan dan harus memilih : kiri atau kanan. Jalan sebelah kiri lebih sepi. Kami memilih jalan yang sebelah kanan karena masih ramai oleh pengunjung.

Serasa masih kepingin menikmati jajanan squidwerd, mas husband mengajak untuk melipir ke kiri menuju toko penjual jajanan khas Tamsui ini. Ada banyak macam yang dijual di toko tersebut, jajanan ringan dan makanan berat. (Ringan kapas, berat batu #Halah #Lupakan). Pikir saya, agar Kia bisa menikmati, saya justru memilih beli ayam goreng tepung ketimbang squidwerd goreng tepung. Rupanya setelah di incip kan, Kia nya ngga suka. Emang rasanya aneh sih (menurut lidah Indonesia seperti saya ya), rasa khas Taiwan pokoknya.


Kaca Mata

Usai membeli ayam goreng tepung untuk Kia (yang ternyata Kia nya ngga suka, huft), saya tergoda ke sebuah toko yang menjual kaca mata di etalase terdepannya. Ijinlah saya ke mas husband sebelum ke toko.

Hmmm kaca matanya ketje parah. Lihat harganya, hmm, pantas sih, sesuai sama kualitas barangnya. Berapa? Sama seperti ditempat sebelumnya, bisa buat makan  di New Taipei City sama Kia selama tiga hari.

Beli, engga.
Beli, engga.
Beli, engga.
Beli lah bu,
Oke yah, pake tabungan aku sendiri deh.

Pecahlah celengan demi kaca mata. Kebutuhan lis,  kebutuhan. Ngga papa, nanti nabung lagi.

Lega sekali kaca mata idaman sudah berada di tangan. Bersyukur sekali saya. Pikiran melayang dan mengucap rasa syukur ketika mampu membeli barang bagus di Taipei, kota utama di Taiwan. Benar juga, sangat ngoyo rasanya hidup ini jika pemasukan dari Indonesia namun pengeluarannya di Taiwan. Tapi jika sudah mendapat pemasukan dari Taiwan, sudah bisa bernafas lega ketika membelanjakan isi dompet.

     Wah, kaca matanya bagus, beli dimana Lis?
     Kenang-kenangan dari Tamsui nih,
     Mana itu?
     Paling ujung barat laut kota Taipei..


Makan Terus..

Jajanan night market memang beragam dan selalu mengundang orang untuk membeli. Lagi, mas husband tertarik dengan jajanan yang namanya Red Bean Cake, mirip seperti dorayaki nya Doraemon tapi bentuknya lebih kotak dan kulit luarnya berwarna putih. Mampir lah beli dua bungkus cake rasa vanila (satu bungkus berisi 2 cake).

Tak terasa sudah sampai diujung night market. Kami mencari tempat sampah terlebih dahulu sebelum menuju stasiun MRT Tamsui. Duh ya, cintanya saya terhadap negeri ini, walau tak ada tong sampah keleleran disepanjang night market, tidak terlihat satupun orang yang membuang sampah sembarangan, jadi sepanjang jalan bersih asri dan terbebas dari sampah. Andai Indonesia seperti ini.. (lagi-lagi ada hal yang bikin saya mbandingin Taiwan-Indonesia). Oh..

Jalanan menuju stasiun MRT, ada penjual jajanan telur puyuh goreng. Hebohlah mas husband memberi informasi ini ke saya, it means ajakan untuk membeli. Ya ya ini kesukaan mas husband. Beli lah ayy, mumpung ada dan halal (kami menganut sistem ABUBA untuk bertahan hidup di Taiwan, Asal BUkan BAbi).

Screenshoot IG @limaura_

Screenshoot IG @limaura_


Selama penjual menggoreng telur puyuh, ada pembeli--anak kecil laki-laki, usia sekitar masih SD, menyapa Kia. Keke (panggilan untuk kakak laki-laki di Taiwan) ini soswiit, sering menyapa dan ngajak ngomong Kia. Walau kami bertiga tak ada yang mengerti terjemahan dari kalimat Keke, tapi bahasa tubuh si Keke mengisyaratkan tentang keramahannya terhadap Kia.

Telur puyuh goreng panas sudah masuk tas tenteng (yang berisi full makanan), kami jalan ke stasiun MRT. Sudah tidak beli-beli lagi, sudah terlalu banyak pengeluaran hahaha. Tong sampah yang dicari, hanya ditemukan disekitar stasiun MRT, setelah membuang sampah plastik, kami beristirahat sebentar di tempat duduk untuk pengunjung.

Biaya MRT dari Gongguan ke Tamsui lumayan menguras isi Easy Card saya. Easy Card harus diisi ulang sebelum saya melakukan perjalanan pulang. Kalau tidak bisa minus banyak. Saya mendekat ke Self Buying Easy Card dan top up sekalian yang banyak biar ngga cepat habis (ini ide mas husband-uangnya juga dari mas husband dongs ha ha).

Lihat jam tangan, eh masih jam tujuh aja. Nongkronglah kami sebentar disini sambil nyemilin jajanan, kalau saya ya ndulang Kia. Pertama, saya coba lagi kasih ayam goreng tepung yang dibeli tadi, rupanya Kia masih ngga mau. Kedua, saya coba kasih telur puyuh goreng, eeeh Kia doyan, habis deh itu satu tusuk telur puyuh goreng (satu tusuk isi 4 telur puyuh), masih sisa satu tusuk lagi. Lalu mas husband berinisiatif untuk membeli lagi telur puyuh goreng. Lama sekali perginya, ternyata mas husband pulang dengan tangan hampa. Penjual telur puyuh goreng yang tadi sudah tutup. Mas husband mencari penjual lain namun tidak menemukan penjual yang menjual telur puyuh goreng. Hmmm. Jadilah Kia makan bubur MPASI yang saya bawa dari rumah. Lahap dan habis dengan cepat. Alhamdulillah..

Ada banyak ras yang berada (atau hanya sekedar lewat) di MRT Tamsui ini. Ada yang dari Eropa, ada yang dari India, ada yang dari Asia Tenggara, ada yang dari Korea. Macam-macam. Yang tak disangka pula ada (maaf) gelandangan yang stay dan entah apa yang mereka tunggu. Jadi ingat kejadian tadi saat kami baru duduk menikmati senja di tepi Tamsui, ketika saya sedang menyuapi Kia dengan biskuit kesukaannya, kami dihampiri seorang pria paruh baya memakai pakaian lusuh dan membawa tas putih tipis dilengannya. Pria ini menyodorkan dua kartu (yang entah apa fungsinya) dan berkata dengan nada memelas. Kami tidak mengerti apa maksudnya, hingga sampai saya (sedikit) tertampar sadar bahwa pria ini sedang meminta-minta. Oh god, saya kira di Taiwan semua penduduknya sejahtera dan tidak ada pengemis atau bahkan gelandangan. Rupanya pendapat saya di Tamsui ini terbantahkan. Jika di tepi laut kami dihampiri oleh pengemis, maka di stasiun MRT Tamsui kami ditemani oleh gelandangan.


Pulang

Pukul delapan lebih sepuluh, kami naik MRT menuju Gongguan. Lagi, hampir satu jam kami menempuh perjalanan dengan MRT. Jangan tanyakan keadaan Kia, yang jelas dia bosan parah. Dan juga jangan tanyakan berapa harga  MRT yang harus dibayar dari Tamsui ke Gongguan. Lebih mahal pulang daripada berangkat men. Mungkin karena sudah malam jadi harga dinaikkan hahaha. Dari Gongguan, kami naik bus 254 menuju apartemen.



Saya ingin kembali ke Tamsui suatu hari nanti, menikmati lagi suasana laut dengan sunset (yang lebih awal) serta mengabadikan momennya.
Dengan berakhirnya perjalanan, berakhir pula cerita saya. Semoga narasi panjang ini menghibur dan menambah informasi temans.