Twist and Turn, Story about Chong Ket Pen and His Ambition

Well, sorry if this story make you dizzy. Something interesting led me to review a topic I had never learned before : business and the scandal of a great figure. If you read the title, you can imagine that humans cannot be separated from lust and ambition. Even though it is rich people. Treasures, thrones and women are always make human become bad.

Oke. Let's start telling stories. 


Chong Ket Pen or we can say Dato’ Sri Chong Ket Pen was the Executive Director at Protasco Berhad (Protasco).

Chong Ket Pen, under his personal capacity approached Global Capital Limited Indonesia (GCL) in a deal to get investor Tey Por Yee in assisting to inject funds and making Chong Ket Pen maintain his position as the Group Managing Director at Protasco. In return, nominating Tey Por Yee as Board member in Protasco and he will maintain Chong Ket Pen’s power in Protasco. Chong Ket Pen will nominate Global Capital Ltd’s investors as Board member in Protasco Bhd. All that he wanted is to maintain his position as the company’s Group Managing Director. 


Tey Por Yee, Transaction Advisor and Official Spokesperson of GCL.
GCL (Global Capital Limited Indonesia)
PT ASU (Anglo Slavic Utama)
PT ASI (Anglo Slavic Indonesia)
Tjoe Yudhis Gathrie, Former Director of PT Anglo Slavic Utama

Chong Ket Pen assured Global Capital Ltd that he will propose to the Board of Protasco Bhd to undertake a new oil and gas business subsidiary. In response to it, Tey Por Yee proposed a deal to Protasco and that is how he searched and found PT Anglo Slavic Utama (PT ASU) with the contract. Chong Ket Pen has agreed to acquire a major share of PT ASU and appointing PT ASU as the company to secure the O&G contract. Tey Por Yee became the largest shareholders of Protasco with 27.11% shares after signing of the Agreement. But it is nominee under the personal capacity of Chong Ket Pen. The deal, viewed as a ‘premium’ was done on the assurance of Protasco Bhd’s planned venture into the oil and gas sector. 


GCL and Chong Ket Pen were signing the Investment Guarantee Agreement with terms :
1. As financial backer of Chong Ket Pen, Tey Por Yee agreed to maintain Chong Ket Pen in charge as Protasco’s Group Managing Director.
2. Chong Ket Pen guarantees that Protasco will buy PT ASU’s assets.
3. Chong Ket Pen shall seek Protasco’s Board and relevant authorities if required.

Chong Ket Pen arranged for Protasco and PT ASU to enter into a Sales and Purchase Agreement (SPA), which was governed by an arbitration clause and stated : Protasco to acquire 76% of equity interest in PT Anglo Slavic Indonesia (PT ASI) from its parent company PT ASU and Chong Ket Pen will complete the deal in six months. 


But Chong Ket Pen delayed the deal from six months to 18 months and was inducing PT ASU to accept a revised deal of merely a USD 22 million deal or 63% equity. Chong Ket Pen asked her son Kenny Chong Ther Nen colluded with PT ASU Former Director (Tjoe Yudhis Gathrie) to forge false documents, to make it look as if PT ASU has failed to comply to the terms of the SPA. Furthermore, Chong Ket Pen together with Tjoe Yudhis Gathrie also fabricated misleading allegations against PT ASU to put blame on PT ASU’s alleged failure. Therefore the SPA was terminated. The SPA termination has caused PT ASU to have insufficient capital to proceed with the oil production in Aceh and experiencing major opportunity losses.


Chong Ket Pen had made the proposal for the transaction of Protasco’s shares without disclosing his personal interest in obtaining control over Protasco, through the Investment Guarantee Agreement. Chong Ket Pen maneuvered by putting the blame on GCL investor Tey Por Yee. Chong Ket Pen together with Tjoe Yudhis Gathrie fabricated false information by alleging Tey Por Yee for conducting insider trading, accusing him of discreetly being the beneficial owners of PT ASU. This is a bad thing, because Chong Ket Pen accused Toey Por Yee of covering up the mistakes he made.


The false allegation fabricated by Chong Ket Pen and Tjoe Yudhis Gathrie was clarified when the real PT ASI beneficial owner issued an affidavit, proving that Tey Por Yee is not the owner nor in control of PT ASU. It has also been proven that the involvement of Tey Por Yee with PT ASU was upon Chong Ket Pen’s request, in which Chong Ket Pen placed the order and engaged GCL himself through the Personal Guarantee Agreement. Thus, the false allegation fabricated by Chong Ket Pen against Tey Por Yee was merely part of Chong Ket Pen’s plan in the first place to gain control over Protasco, and putting the blame on GCL and its investor Tey Por Yee.

Bursa Malaysia public information revealed that Chong Ket Pen has been drawing unrealistic remunerations from Protasco Bhd at the peak of USD 576,000 in 2017 and USD 1 million in 2016 respectively, after he gained control over the company. This suggested that Chong Ket Pen entered into business transactions and decisions on operation, remuneration, payments of dividends and salaries for his own benefit at the expense and the best interests of the company.

A few years later, Chong Ket Pen went to a Malaysian prominent business media The Edge and shared false reports and misleading facts as well as confidential information, which was first published by The Edge on Sept 10th, 2018. Because of this, GCL filed a police report against The Edge for misreporting, illegally obtaining confidential information, fraudulently publishing false or inaccurate information.

Global Capital Ltd came into the thought that Chong Ket Pen has failed to ensure that Protasco Bhd was profitable. Then GCL filed a lawsuit against Chong Ket Pen to AG Chambers for Rp1.28 trillion, in breach of contract to the Personal Guarantee Agreement, which Chong Ket Pen has signed with GCL on 3 November 2012. And this month, December 2018, PT ASU who rose from adversity, has filed a report to the Indonesian police on fraudulence committed by Chong Ket Pen and Tjoe Yudhis Gathrie.

And this is not the end of the story of man who is full of ambition but walks in a way full of cheating. Even Protasco Bhd had recently lost a huge contract, as its subsidiary HCM Engineering Sdn Bhd received a letter of termination from Turnpike Synergy Sdn Bhd (TSSB) due to delays in the project. I’m sure if that company still walks.
From that article we can learn : Ambition will work well if there is no cheating. Everything will run fluently if we prioritize honesty. And success built from lies will not last long.

See you in other English Article. Have a nice weekend!

Mom Machine

Sudah sejak dahulu kala, selalu ada perdebatan tentang wanita karir atau wanita rumahan. Wanita karir adalah wanita yang walaupun sudah berkeluarga lengkap (punya suami dan anak) dalam kesehariannya dia aktif bekerja di luar rumah. Sementara wanita rumahan, ya, wanita yang selalu ada di rumah. Mengurus rumah, mengurus anak dan mengurus suami, bahkan ada juga yang mengurus orang tua atau mertuanya yang sudah sepuh.

Pilihan sedari kecil, saya ingin seperti Ibu saya. Seorang wanita karir yang sukses dengan pekerjaannya. Walau beliau sukses dalam bekerja, beliau tak pernah lupa dengan kewajibannya mengurus rumah-tangga, melengkapi rumah dengan perabotan, membelikan saya dan adik barang-barang yang mampu membuat teman seusia kami iri, mengatur fashion Bapak yang kala itu tak terlalu memikirkan penampilan (saking sibuknya dengan usaha percetakannya yang kala itu sedang ramai-ramainya). Walaupun Ibu terlihat sempurna, tetap, ada kelemahannya. Saya kecil waktunya selalu dihabiskan dengan pembantu dan Ibu kadang membawa emosi pekerjaannya ke rumah.

Itulah sebabnya, saya yang sebenarnya anak kedua ini jadi anak pertama dengan watak yang keras tapi punya fisik lembut. Adik saya kebalikannya, punya watak lembut tapi fisiknya kelihatan garang.

Kenapa ingin menjadi seperti Ibu? Karena menurut saya keren. Keren? Ya keren, keren bisa belanja sendiri, bisa kasih-kasih barang ke orang lain, bisa menjadi mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.

Ibu saya pun mendidik saya dengan cukup keras. Pendidikan adalah nomor wahid dan yang utama. Sampai suatu waktu saat SMP, bakat terpendam saya muncul secara otodidak : bisa main piano. Ingin konsisten bermain piano, saya minta pada Ibu untuk memasukkan saya ke les piano. Dan... Ditolak mentah-mentah. Ujung-ujungnya, saya banting setir ikut ekskul Pencak Silat, meneruskan ekskul saat SD. Untuk apa? Untuk melupakan keinginan bermain piano.

Pendidikan nomor wahid tertanam dalam-dalam dalam otak terdalam dan akhirnya menjadi kebiasaan hingga kuliah. Belajar sungguh-sungguh, kalau diajak "main" sama teman banyak nolaknya, aktif berorganisasi, aktif bersosialisasi, ujian tidak pernah menyontek, target nilai harus bagus. Biar lulus kuliah bisa masuk PNS dan kerja dengan rutinitas. Itu semua yang saya idam-idamkan. Kalau dilihat-lihat, semua sepupu-sepupu saya (dari keluarga Ibu) semua sukses dan tak ada cela. Saya juga ingin seperti mereka.


Ingin ini, ingin itu, banyak sekaliii~  [soundtrack film Doraemon]


Siapa sangka saya kini hidupnya hanya dirumah. Selesai kuliah, setahun kemudian menikah lalu punya anak, lalu ikut suami lanjut studi di Taiwan. Dan saya jadi wanita rumahan.

Saya menyesal? Ya, pada awalnya saya sangat menyalahkan diri sendiri, kenapa bisa begini kenapa bisa begitu. Tapi lama-lama, menyalahkan diri sendiri hanya semakin memperburuk pikiran dan keadaan, hanya bikin hati tambah ngga ikhlas dan akhirnya "stuck" kayak pepatah hidup segan mati tak mau.

Saya bangkit karena saya tidak bisa membiarkan suami saya berjuang sendiri. Saya pun punya anak yang rentan dan masih kecil yang hidupnya sangat bergantung pada saya. Tegakah saya meninggalkan mereka jika ada jalan kembali lanjut studi dan menjadi wanita karir? Saya yakin pasti ada waktunya.

Saya menjadi wanita rumahan bukan berarti bisa bersantai sepanjang waktu. Tidak. Yang menyangka ibu rumah tangga banyak santainya berarti dia "keminter" sehingga kurang wawasannya.

Aktivitas ibu rumah tangga, in case Saya, mulai dari membuka mata, ada bayi mungil yang siap dimandikan. Tentu ada peralatan yang harus dipersiapkan. Setelah mandipun peralatan harus dibersihkan dan dikembalikan ke tempat semula. Saya orangnya detail, sangat tidak suka jika ada barang yang tidak pada tempatnya. Saya juga orangnya terlalu bersih, hal ini yang selalu saja jadi hal yang bikin hati "nggondok" saat suami saya meletakkan barang seenaknya dan selalu menyamakan antara barang bersih dan kotor atau bekas pakai. Sampai kadang suatu saat saya nggondoknya memuncak jadi mengungkapkan kekesalan ke suami. Tapi ya gitu, tetep aja suami mengulangi hal yang sama. Kata dia : gue kemproh dari lahir. Zzz.

Setelah memandikan bayi saya harus menyuapi makanan bayi. Tapi biasanya Kia masih asyik dengan mainannya, jadi saya sela dengan menyapu lantai terlebih dahulu. Setelah lantai bersih dan cucian piring juga sudah beres, barulah saya menyuapi si kecil. Saya harus bisa lihat sela. Jika bayi belum bangun, saya harus menanak nasi dulu kemudian memasukkan baju ke mesin cuci dan bikin sarapan buat suami. Dan saya berusaha untuk menyempatkan mandi pagi lebih dulu sebelum bayi bangun. Karena kadang kalau bayi terlebih dahulu bangun, saya pasti akan mengesampingkan mandi. Tapi saya punya tagline sendiri : lebih baik tidak makan daripada tidak mandi.

Lama bayi saya makan sekitar setengah hingga satu jam. Menurut saya tidak apa lama, asal dia masih mau melahap makanannya. Selama menunggu bayi mengunyah makanannya, saya menyelipkan beberapa kegiatan : menjemur baju dan membuat MPASI bayi. Kadang kalau masih sempat, saya pun memasak dan juga ikut makan. Rasanya lega bisa mengerjakannya secara berurutan.

Usai makan, dalam beberapa menit kemudian biasanya bayi saya akan mengantuk. Kalau sudah begitu, dia pasti akan rewel agar segera dikasih mikcu (nenen). Bayi saya akan tidur beberapa menit setelah mikcu.

Selama bayi tidur, apakah saya ikut tidur? Kadang iya, kadang tidak. Banyak tidaknya sih. Masa? Ngga tau ya, ngga kebiasa tidur siang juga. Jadi apa yang dikerjakan selama bayi tidur? Setrika baju (kalau ada) atau makan (kalau sebelumnya tidak sempat masak dan makan) atau mandi (jika sebelumnya tidak sempat mandi) atau bikin artikel atau santai sejenak sambil mainan smartphone atau baca buku, dan jika waktunya sudah dhuhur saya harus menyegerakan sholat sebelum dia bangun. Apapun kegiatannya saya tidak boleh terlalu berisik, karena bayi saya telinganya terlalu peka. Ada suara sedikit, dia langsung bangun. Kalau sudah dia bangun, hilanglah sudah waktu bersantai saya.

Bayi bangun, raga saya harus ikut on. Saya mempersiapkan camilan untuk dimakan bayi, biasanya buah-buahan. Setelah nyamilnya selesai, bayi saya bermain dengan mainannya, saya pun juga harus stay ikut bermain. Kalau ngga, dia pasti akan merengek dan mengikuti (nggandol) saya kemanapun saya pergi. Satu hingga dua jam berlalu, waktunya bayi makan siang. Ada persiapan sebelum dan membersihkan peralatan setelah makan yang semua harussaya handle. Biasanya kalau bayi saya makan siang sampai jam 2 lebih, saya akan membiarkan dia bermain sampai saatnya jam 3 atau jam 3 lebih, waktunya mandi.

Usai mandi, bayi saya minta mikcu hingga dia tertidur lagi. Bayi tidur, saya harus membersihkan mainannya, mencuci piring kemudian mandi dan sholat Ashar. Bayi bangun, saya sudah siap dengan camilan berikutnya, biasanya roti atau biskuit. Setelahnya, saat dia asyik dengan mainannya, saya tinggal sholat Maghrib. Selesai sholat, biasanya dia minta mikcu lagi. Kadang setelah mikcu dia tertidur kadang juga ngga. Tergantung suhu udara di Taiwan.

Suami pulang dan bayi makan malam disuapin suami. Suami juga sangat berperan membantu pekerjaan saya. Kalau bayi dipegang suami, saya bisa leluasa mengerjakan pekerjaan rumah. Kadang, saya sedih ketika terlalu capek dan mager sehingga suami yang membereskan rumah. Walau hanya mencuci piring, kadang saya juga tak enak hati. Suami kuliah dan kerja, dalam seminggu tidak ada waktu libur barang sehari. Waktu liburnya hanya setengah hari dan itupun kalau dipakai jalan-jalan, harus buru-buru pulang maghrib agar dia bisa istirahat dan mulai kerja lagi keesokan paginya. Bisa saya katakan jadi suami dengan segala aktivitasnya itu ngga gampang, dan jadi istri yang mendampingi suami (pergi ke luar negeri untuk suatu keperluan dan harus stay selama beberapa tahun) dan membesarkan bayi jauh dari keluarga itu lebih tidak gampang lagi. Tapi, kembali lagi, semua harus disyukuri, semua harus ikhlas dijalani, semua harus dianggap sebagai pengalaman hidup dan sebagai pembelajaran. Biar lancar semuanya.

Setelah kami bertiga makan malam, kami bersantai. Kadang saya setrika malam hari (saat suami dan anak sedang santai) jika seharian tidak sempat menyentuh pekerjaan yang melelahkan ini. Selesai semua baju disetrika, saya membersihkan tempat tidur dan kami semua siap pergi ke pulau kapuk.

Begitu riweuh nya pekerjaan seorang wanita rumahan ini, sempat buat saya frustasi di awal kepindahan. Semua serba berantakan dan membingungkan. Untuk makan dan mandi dengan nikmatpun saya tidak sempat. Juga tidak ada niat sekalipun atau kepikiran untuk refreshing, ke salon atau bahkan belanja online seperti kebiasaan saya waktu di Indonesia hahaha. Wanita modern Surabaya gitulo. Being wanita rumahan benar-benar mengubah hidup dan kebiasaan saya.

Namun seiring berjalannya waktu saya mulai belajar menata. Menata waktu, menata rumah, menata perabotan, menata kebutuhan untuk bayi dan suami. Saya mulai terbiasa bangun pagi dan membersihkan rumah. Saya mulai ahli dalam memasak apapun. Dan yang paling super gokil, adalah ketika saya mengerjakan lebih dari tiga pekerjaan sekaligus dalam satu waktu. Saya mengatai diri sendiri sebagai MOM MACHINE.



Jadi apakah nanti ketika bayi sudah bisa ditinggal, saya akan kembali ke sekolah dan menjadi wanita karir?

Harapan terdalam saya adalah bisa kembali ke sekolah dan meraih pendidikan setinggi-tingginya. Dan menjadi wanita karir saat anak sudah bisa ditinggal adalah suatu hal yang pas. Tapi kembali lagi, siapa yang tau hal-hal dimasa depan? Kita lihat saja.

Berani Coba Beef Noodle Taiwan?



Beef Noodle made in Taiwan?

Halal Lis?
Pertanyaan yang langsung terlontar dari yang pertama kali mendengar informasi beef noodle di Taiwan. Iya, beef noodle ini halal, oleh sebab itu restorannya dikenal dengan nama Halal Chinese Beef Noodle Restaurant. Dari mana taunya? Berbagai informasi, termasuk dari mas husband yang pernah mencicipi beef noodle ini saat do'i ambil master di NTUST Taiwan (kampus yang sama seperti sekarang do'i ambil Ph.D. nya) pada tahun 2015. Informasi tersebut dituang dalam blog pribadinya, bisa dibaca disini.

Penampakan Depan Toko. Abaikan mas husband yang manyun.

Kemarin malam, saya berkesempatan main kesini dan mencoba dua menu yang kata ibu pelayannya paling favorit disini. Seperti biasa, kami (saya n Kia, dan mas husband) bertemu di Stasiun MRT Gongguan. Kami lanjut naik bus 688 dan berhenti di Stasiun MRT Zhongxiao Dunhua. Lho kenapa ngga naik MRT aja? Soalnya MRT Gongguan (jalur hijau) tidak berdekatan dengan MRT Zhongxiao Dunhua (jalur biru). Kalau kami naik MRT, jadinya jalan jauh dan oper-oper, lama di perjalanan.

Setelah turun di MRT Zhongxiao Dunhua, kami berjalan sejauh 700 meter ke arah utara. Ini semua ada dalam google maps ya. In sya allah temans ngga akan nyasar jika lihat google maps, tentunya harus juga dibekali pengetahuan membaca peta sih..

Sampai di tujuan, kami langsung masuk toko dan disambut hangat oleh waitress (mayoritas perempuan berusia 40-50an). Salah seorang pelayan mempersilahkan duduk di meja bundar besar (tepat disekat pintu masuk) ketika kami akan memilih meja yang kecil yang letaknya agak kedalam restoran. Kemudian beliau menunjuk sebuah high chair (setelah melihat Kia yang digendong mas husband) sambil berkata dengan bahasa Mandarin. Hao. Xie xie. (Baik. Terima kasih.).

High Chair

Ada yang tau artinya?

Gambar Ka'bah disalah satu sudut restoran.

Beliau pula yang menyodorkan menu beef noodle. Mas husband bertanya dengan English, mana yang paling banyak dipesan pengunjung?. Beliau menunjukkan dua menu, yang satu spicy yang satu lagi original. Sembari menunggu, pelayan tersebut menggoda Kia dan memberi tahu teman pelayannya sambil menunjuk-nunjuk Kia. Teman pelayannya tersenyum kelihatan giginya lalu berkata Piaoliang, ta mama ye hen piaoliang. Saya mengangguk dan tersenyum, Xie xie. Saya ngerti cuma satu kata : Piaoliang, yang berarti cantik.

Ambil handphone, buka google terjemahan lalu translate. Owh.. Melayang deh saya dipuji, padahal ngga sekali ini dipuji sama orang lokal hikikikik. Next..

Ibu pelayannya berkata oke sambil berlalu setelah kami memesan Stewed Beef Noodle dan Braised Beef Vermicelli (spicy). Menu ditinggal di meja. Orang-orang yang melewati kami selalu menyempatkan melihat Kia dengan wajah yang menyenangkan. Alhamdulillah..

Konon ini buku legendaris. Cover Menu.

Menu 1

Menu 2
 
Tidak lama kami menunggu, ibu pelayan tadi datang sambil membawa pesanan mas husband yang spicy. Tidak sampai dua menit gantian pesanan saya yang datang. Seperti biasa kami bergantian makan agar bisa menjaga Kia. Mas husband makan terlebih dahulu.

Dua menu yang kami pesan bentuknya berbeda. Punya mas husband,  Braised Beef Vermicelli (spicy), berbentuk mie putih dan tipis (di Indonesia disebut mie su'un atau bihun), dengan kuah berwarna merah menyala. Kelihatannya seperti punya rasa yang super pedas, namun saat dicicipi hmmm. Pedasnya ngga kerasa. Saat mencicipi menu ini, benar-benar kerasa berada di Taiwan. Yep, ini soal cita rasa Taiwan dan saus chinese-nya.

Braised Beef Vermicelli (spicy)

Menu pesanan saya, Stewed Beef Noodle, berbentuk seperti mie samyang, putih kekuningan dan tebal. Kuahnya bening sampai terlihat sayur dan daging sapinya. Oya sampai lupa, disini namanya Beef Noodle, proporsi antara noodle dan beef nya seimbang, sama-sama banyak. Jadi ndak ada tu yang namanya tipu-tipu hehehe. Balik ke pesanan saya, rupanya kuah bening berbanding lurus dengan rasa beningnya. Tidak asin dan tidak manis. Rasanya gurih cenderung hambar. Saya jelas menaburkan merica dan garam banyak-banyak, namun rupanya tidak bisa mengubah cita rasa sesuai lidah Indonesia (yang sukanya asin dan pedas). Ini Taiwan bro, kebanyakan tidak suka yang "terlalu". Terlalu asin, terlalu manis, terlalu pedas. Walau kuah berasa hambar dilidah, tapi tidak dengan sayur dan dagingnya. Mereka punya cita rasa sendiri. Bagaimana rasanya? Hmm kesini dan rasakan sendiri yuk.

Stewed Beef Noodle

Mas husband tidak terlalu suka mie nya, katanya tidak enak wkwkwkwk. Sementara saya yang pecinta noodle ini suka semua mie nya. Alhasil saya menghabiskan mie punya mas husband. Cuma mie dan sayur saja yang saya habiskan, kalau dagingnya mah sudah habis duluan. Mas husband si pecinta daging. Ngga pernah menyisakan daging di piringnya walau secuwil. Bahkan daging di bowl saya pun sudah diincar. Hmmm..

Mas husband memesan Roti Chapati ke ibu pelayan yang tadi. Roti Chapati termasuk makanan pencuci mulut yang tidak tertulis di buku menu. Ngga pakai nunggu lama dan langsung diantar, karena chef nya membuat stok banyak. Kami bisa melihat proses pembuatan Roti Chapati dari meja kami. Walau kami tidak begitu mendalami proses pembuatannya, tapi kami yakin betul rasanya sangat memanjakan lidah dan perut. Benar saja, sampai Kia dibuat kenyang olehnya. Ya, sembari menunggu saya menghabiskan makanan, mas husband menyuapi Kia dengan Roti Chapati.

Roti Chapati

Chef dan Meja Pembuatan Roti Chapati

Tepat dibelakang tempat chef melakukan pekerjaannya, terdapat sebuah etalase yang menyajikan beberapa bentuk makanan. Tidak tau itu menu apa saja, yang saya kenal hanya bentuk mirip kwetiau yang diletakkan diatas beberapa mangkok. Disebelah kanan etalase terdapat sebuah gentong yang terbuat dari aluminium dan berisi teh panas. Dibawah etalase berjajar rapi teko-teko aluminium yang telah diisi teh panas tadi.

Kwetiau dkk, Teko dan Teh

Sudah habis sudah kenyang, alhamdulillah, mari kita bayar lalu bergegas pulang.

Meja Kasir dan Ekspresi Pelanggan.
Price :
1. Stewed Beef Noodle : 155 NTD
2. Braised Beef Vermicelli (spicy) : 155 NTD
3. Roti Chapati : 30 NTD
4. Teh : Free

Rules

Ada yang tau artinya? (2)

Nah pulangnya bagaimana? Kami serahkan semua pada google maps. Kalau kami pulang menuju New Taipei City, kami harus berjalan kaki menuju Apollo Building, dengan lihat maps ya tentunya. Di depan Apollo Building ini terdapat halte bus. Kami naik bus nomor 278 atau 278 shuffle menuju Guting Station. Dari Guting Station kami harus oper bus nomor 254, bus yang sering kami tumpangi kalau perjalanan pulang dari Gongguan Station. Kenapa harus oper? Karena itu opsi jalan terdekat dengan apartemen kami.

Begitu ya, semoga artikel ini bermanfaat buat yang ingin kuliner makanan halal di Taiwan. Sampai ketemu di artikel selanjutnya.



Halal Chinese Beef Noodle Restaurant
No. 1號, Alley 7, Lane 137, Yanji Street, Da’an District, Taipei City, Taiwan 106.
Open Monday-Sunday,
11.30-14.00 and 17.00-20.30.

Cerita Sederhana Pergi ke Tamsui

Source : www.projectweekends.com
 
Introduction : artikel ini saya buat dalam bentuk narasi panjang. Saya begitu menikmati perjalanan sampai lupa tidak sering mengabadikan moment dengan #S7EdgeLisa. Oleh sebab itu, saya akan berusaha untuk mendeskripsikannya dengan detail, mengganti foto dengan kalimat. Selamat membaca.


~oOo~


Hari ini diluar biasanya. Matahari bersinar terang dengan suhu yang hangat di awal winter. Kalau sudah matahari cerah begini, rasanya saya jadi pingin keluar rumah. Berjemur! Sekarang saya tau perasaan bule-bule diluar sana yang hobi ke negara tropis ketika akhir tahun. Mereka juga ingin bertemu matahari.

Ini masih weekday, aktivitas mas husband kalau ngga ke kampus ya ke kantor (hari ini ke kampus--Ulangan Tengah Semester), aktivitas saya (seperti biasa) bersih-bersih rumah dan nemenin Kia main, sementara aktivitas Kia makan; main; mandi; tidur. But, keinginan saya untuk keluar rumah mengajak Kia sangat membahana kuatnya, sama kuatnya dengan sinar matahari diluar sana. Hmm, dilema. Keluar engga keluar engga.

Siang hari saya mencolek mas husband lewat whatsapp. Dan seperti biasa lagi, dia kayak dukun, mampu membaca pikiran. Diluar panas? Masih ada mataharinya? Ayoklah siap-siap bu kalau mau keluar. Ditawarilah saya dua tempat : gunung atau laut.

Gunung? Laut? Gunung, hmm bawa Kia melewati tanjakan, sebentar-sebentar masih belum kepikiran rempongnya bagaimana dan kuat ngga si Ayah (mas husband). Laut, hmm ini nih yang kutunggu-tunggu, kan kepingin juga lihat laut, sudah lamaaaaaaaaaa banget anak laut ini ngga melihat laut. Kebayang kan kangennya bagaimana..


Laut..

Seperti yang dijanjikan, usai Ashar saya harus siap-siap berangkat agar bisa mengejar matahari terbenam di Tamsui. Sudah prepare barang-barang Kia sedari watsapan sama mas husband. Tapi nyiapin bayi ini butuh waktu satu jam sendiri. Berangkatlah kami berdua pukul empat sore naik bus 672 ke arah  MRT Gongguan.

Hola ~

Mas husband sudah menunggu kedatangan kami. Ngga mau berlama-lama diluar, kami langsung masuk stasiun MRT Gongguan untuk menuju stasiun MRT Tamsui. MRT Gongguan berada di jalur warna hijau tengah kota Taipei, sementara MRT Tamsui berada di jalur merah (paling) ujung utara kota Taipei. Kami harus pindah jalur dari hijau ke merah di stasiun MRT Chiang Kai Shek Memorial Hall (stasiun terdekat).


Perjalanan Jauh

Hampir sejam lamanya kami berada di MRT jalur merah ini dan melewati 20 stasiun MRT. Wow juga sih. Ini perjalanan terpanjang kami selama berada di Taiwan dari bulan September kemarin.

Kia anak yang gampang bosan ini sudah pasti "bosan". Awalnya dia hanya mengoceh dan selalu buat gemas orang-orang disekelilingnya. Kemudian kebosanan meracuni. Berteriak, lonjak-lonjak, pingin turun dari gendongan mas husband. Ahh.. Yang sabar ya nak.. Saya tidak bisa memberi makan atau minum ke Kia, karena peraturan dilarang makan-minum di MRT, kalau melanggar denda berapa ribu NTD gitu saya lupa.

Saya juga merasa bosan. Untung bisa lihat sekeliling. Ya pemandangan disepanjang jalur merah yang menakjubkan, ya para penumpang yang fashionable, ya fashionable pakaiannya ya fashionable gadgetnya. Dan uniknya lagi, semua orang melebur di MRT. Orang kantoran, berjas, anak sekolah, mahasiswa, bule, tua, muda, semua rata. Ngga ada tuh kelas atas kelas bawah, semua rata semua sama. Sama-sama suka naik transportasi umum, in case MRT. Coba penduduk Indonesia seperti ini, ahh penduduk Indonesia mah kelas atas semua, maunya pakai kendaraan pribadi semua.


Tamsui

Tiba di Tamsui, kami disuguhi lagu remix dari grup band asal Taiwan yang mendunia di era 90an : F4. Tidak di MRT, tidak penyanyi halamannya, semua memasang lagu F4. Apakah ini desanya F4? hahaha. Melihat ke sekitar, ada banyak orang berkumpul menikmati indahnya tepi laut dan suasananya. Sayang sekali mataharinya keburu tenggelam. 

Selain wisata tepi laut yang disajikan oleh Tamsui ini, juga ada night market yang letaknya berdekatan dengan tempat wisata. Unik ya, jadi keluar MRT jalan dikit ke barat sudah ada laut dan night market. Lalu tepat di timur MRT ada modernnya Tamsui, dari tempat makan mendunia sampai tempat berbelanja. Lalu sedikit ke selatan sudah ada halte bus. Disekitar stasiun MRT pun ada beberapa mini market, beberapa seniman yang menjual lukisan wajah, tempat isi ulang Easy Card,  ada penjual jajanan, ada taman dengan fasilitas tempat duduknya yang unik bentuknya, dan yang paling adalah ornamen dari stasiun MRT Tamsui ini--Taiwan banget. Indah sekali hidup ini kalau semua fasilitas transportasi dan kebutuhan lain tidak jauh dari jangkauan.

Matahari yang keburu tenggelam ini menyisakan indahnya degradasi warna senja Selasa, 6 November 2018. Sambil menyuapi Kia dengan biskuit, saya menikmati angin laut yang sumilir berhembus tak henti-henti. Gusti Allah, matur nuwun, rindu terhadap laut telah terobati.

Mas husband mengajak jalan lebih jauh ke tepi laut. Tidak perlu takut, karena tepi Tamsui ini sudah diset aman pengunjung. Disepanjang tepian ada tempat duduk dan disepanjang tepian ini pula ada banyak yang berjualan jajanan cumi-cumi dan gurita yang digoreng tepung atau dipanggang. Jadi pengunjung atau wisatawan yang datang bisa bersantai menikmati suasana tepi laut sambil menikmati jajanan.

Sepanjang jalan saya masih menyuapi Kia dengan biskuit agar dia tidak kelaparan. Kemudian saya putuskan untuk berhenti sebentar, memberi minum Kia. Mas husband menawari ide untuk membeli squidwerd (sebutan dia untuk jajanan gurita) sementara Kia dan saya menunggu ditempat duduk. Okelah. Mas husband pergi beli makanan dan Kia mikcu agar bisa tidur (karena sudah keliatan ngantuk).

Angin malam yang dingin ditambah angin daratan yang bergerak ke laut sangat kencang membuat saya melihat jam ditangan. Baru lewat pukul lima tapi suasana sudah gelap. Kia tertidur hangat di tangan berkat jaket mungilnya yang saya selimutkan di badan dan kepalanya. Beberapa orang asyik memainkan mainan yang baru dibelinya, berbentuk seperti palu dari balon plastik. Beberapa orang juga terlihat lihai memainkan pancingannya agar ikan-ikan tertarik menggigit mata kail pancingannya. Banyak sekali orang yang beraktivitas di tepi laut tanpa menghiraukan kencangnya angin malam. Bahkan ada beberapa perempuan yang terlihat hanya pakai baju tanpa pakai celana (atau mungkin pakai celana tapi tertutup oleh baju besarnya). Apa mereka ngga kedinginan ya?

Mas husband datang membawa semangkok (yang terbuat dari sterofoam) isinya gurita goreng tepung dan daun kemangi. Asli ya, kemangi nya Taiwan ini baunya lebih menusuk dan rasanya lebih pahit ketimbang kemangi Indonesia. Kalau disuguhin masakan  yang ada kemangi Taiwan, selalu saya sisihkan kemanginya. Tapi jangan ditanya rasa gurita nya bagaimana. Enak parah! Sayang, baru ingat belum sempat difoto ketika guritanya sudah habis.


Tamsui Night Market

Usai makan gurita, kami bergegas menuju night market sebelum toko-tokonya pada tutup. Disini night market tidak buka sampai jam 12 malam seperti yang saya bayangkan sebelumnya (saat main ke Ximen Night Market). Beberapa toko di night market Taipei justru tutup pukul 19.30.

Dari toko ke toko, kami masuk dan memanjakan mata (ngga beli wakakakak, mihil mihil soalnya). Toko oleh-oleh pertama yang saya masuki membuat saya teringat : saya butuh kaca mata untuk membantu mata melihat lebih terang di malam hari. Selama hamil hingga sekarang, kalau melihat lampu-lampu jalan di malam hari, kadang ada pendaran dari lampu yang membuat pandangan saya jadi kabur. Kalau sudah kabur, buat saya makin banyak berkedip hingga kepala jadi pusing. Makin buruk setelah pindah ke Taiwan. Ketahuannya karena kami sering "jalan" di malam hari, dan jalan-jalannya bukan indoor alias tidak ke mall. Belum pernah periksa mata lagi sejak tahun 2012, alasannya mata saya sehat kok.

Untung ngga ditarik uang sewa kaca mata
Toko tersebut menyediakan banyak model kaca mata dengan segala kualitasnya, harganya pun sebanding dengan kualitasnya. Galau kan jadinya harga segitu buat beli kaca mata, bisa buat tiga hari makan sama Kia hahaha. Alhasil saya menunda untuk tidak beli kaca mata.

Sepanjang jalan night market terdapat beragam toko dengan beragam pula yang dijual. Sepatu, aksesoris, aksesoris gadget, makanan berat, jajanan, minuman, olahan buah yang dibuat jadi nugget dan manisan (semacam berbentuk seperti dodol kalau di Indonesia), roti dan snack unik khas negeri yang terkenal dengan Kpop nya, dan masih ada banyak lagi. Di Tamsui Night Market ini juga terdapat tempat sembahyang penduduk sekitar, kalau tidak salah bentuknya seperti Klenteng-Klenteng di Surabaya. Uniknya semua tempat sembahyang ini menghadap ke arah laut.

Tergoda dengan bentuk dan warnanya yang merah (mungkin) alasan mas husband membeli manisan buah yang ditusuk. Ada dua pilihan buah : Strawberry dan Leci-Arbei. Keduanya punya harga yang berbeda. Strawberry lebih mahal ketimbang Leci-Arbei. Mas husband pilih Leci-Arbei. Rasanya gimana? Manis kecut segar. Manis karena gulali-manisannya, kecut segar karena buahnya.

Screenshoot IG @limaura_

Kami bertemu persimpangan dan harus memilih : kiri atau kanan. Jalan sebelah kiri lebih sepi. Kami memilih jalan yang sebelah kanan karena masih ramai oleh pengunjung.

Serasa masih kepingin menikmati jajanan squidwerd, mas husband mengajak untuk melipir ke kiri menuju toko penjual jajanan khas Tamsui ini. Ada banyak macam yang dijual di toko tersebut, jajanan ringan dan makanan berat. (Ringan kapas, berat batu #Halah #Lupakan). Pikir saya, agar Kia bisa menikmati, saya justru memilih beli ayam goreng tepung ketimbang squidwerd goreng tepung. Rupanya setelah di incip kan, Kia nya ngga suka. Emang rasanya aneh sih (menurut lidah Indonesia seperti saya ya), rasa khas Taiwan pokoknya.


Kaca Mata

Usai membeli ayam goreng tepung untuk Kia (yang ternyata Kia nya ngga suka, huft), saya tergoda ke sebuah toko yang menjual kaca mata di etalase terdepannya. Ijinlah saya ke mas husband sebelum ke toko.

Hmmm kaca matanya ketje parah. Lihat harganya, hmm, pantas sih, sesuai sama kualitas barangnya. Berapa? Sama seperti ditempat sebelumnya, bisa buat makan  di New Taipei City sama Kia selama tiga hari.

Beli, engga.
Beli, engga.
Beli, engga.
Beli lah bu,
Oke yah, pake tabungan aku sendiri deh.

Pecahlah celengan demi kaca mata. Kebutuhan lis,  kebutuhan. Ngga papa, nanti nabung lagi.

Lega sekali kaca mata idaman sudah berada di tangan. Bersyukur sekali saya. Pikiran melayang dan mengucap rasa syukur ketika mampu membeli barang bagus di Taipei, kota utama di Taiwan. Benar juga, sangat ngoyo rasanya hidup ini jika pemasukan dari Indonesia namun pengeluarannya di Taiwan. Tapi jika sudah mendapat pemasukan dari Taiwan, sudah bisa bernafas lega ketika membelanjakan isi dompet.

     Wah, kaca matanya bagus, beli dimana Lis?
     Kenang-kenangan dari Tamsui nih,
     Mana itu?
     Paling ujung barat laut kota Taipei..


Makan Terus..

Jajanan night market memang beragam dan selalu mengundang orang untuk membeli. Lagi, mas husband tertarik dengan jajanan yang namanya Red Bean Cake, mirip seperti dorayaki nya Doraemon tapi bentuknya lebih kotak dan kulit luarnya berwarna putih. Mampir lah beli dua bungkus cake rasa vanila (satu bungkus berisi 2 cake).

Tak terasa sudah sampai diujung night market. Kami mencari tempat sampah terlebih dahulu sebelum menuju stasiun MRT Tamsui. Duh ya, cintanya saya terhadap negeri ini, walau tak ada tong sampah keleleran disepanjang night market, tidak terlihat satupun orang yang membuang sampah sembarangan, jadi sepanjang jalan bersih asri dan terbebas dari sampah. Andai Indonesia seperti ini.. (lagi-lagi ada hal yang bikin saya mbandingin Taiwan-Indonesia). Oh..

Jalanan menuju stasiun MRT, ada penjual jajanan telur puyuh goreng. Hebohlah mas husband memberi informasi ini ke saya, it means ajakan untuk membeli. Ya ya ini kesukaan mas husband. Beli lah ayy, mumpung ada dan halal (kami menganut sistem ABUBA untuk bertahan hidup di Taiwan, Asal BUkan BAbi).

Screenshoot IG @limaura_

Screenshoot IG @limaura_


Selama penjual menggoreng telur puyuh, ada pembeli--anak kecil laki-laki, usia sekitar masih SD, menyapa Kia. Keke (panggilan untuk kakak laki-laki di Taiwan) ini soswiit, sering menyapa dan ngajak ngomong Kia. Walau kami bertiga tak ada yang mengerti terjemahan dari kalimat Keke, tapi bahasa tubuh si Keke mengisyaratkan tentang keramahannya terhadap Kia.

Telur puyuh goreng panas sudah masuk tas tenteng (yang berisi full makanan), kami jalan ke stasiun MRT. Sudah tidak beli-beli lagi, sudah terlalu banyak pengeluaran hahaha. Tong sampah yang dicari, hanya ditemukan disekitar stasiun MRT, setelah membuang sampah plastik, kami beristirahat sebentar di tempat duduk untuk pengunjung.

Biaya MRT dari Gongguan ke Tamsui lumayan menguras isi Easy Card saya. Easy Card harus diisi ulang sebelum saya melakukan perjalanan pulang. Kalau tidak bisa minus banyak. Saya mendekat ke Self Buying Easy Card dan top up sekalian yang banyak biar ngga cepat habis (ini ide mas husband-uangnya juga dari mas husband dongs ha ha).

Lihat jam tangan, eh masih jam tujuh aja. Nongkronglah kami sebentar disini sambil nyemilin jajanan, kalau saya ya ndulang Kia. Pertama, saya coba lagi kasih ayam goreng tepung yang dibeli tadi, rupanya Kia masih ngga mau. Kedua, saya coba kasih telur puyuh goreng, eeeh Kia doyan, habis deh itu satu tusuk telur puyuh goreng (satu tusuk isi 4 telur puyuh), masih sisa satu tusuk lagi. Lalu mas husband berinisiatif untuk membeli lagi telur puyuh goreng. Lama sekali perginya, ternyata mas husband pulang dengan tangan hampa. Penjual telur puyuh goreng yang tadi sudah tutup. Mas husband mencari penjual lain namun tidak menemukan penjual yang menjual telur puyuh goreng. Hmmm. Jadilah Kia makan bubur MPASI yang saya bawa dari rumah. Lahap dan habis dengan cepat. Alhamdulillah..

Ada banyak ras yang berada (atau hanya sekedar lewat) di MRT Tamsui ini. Ada yang dari Eropa, ada yang dari India, ada yang dari Asia Tenggara, ada yang dari Korea. Macam-macam. Yang tak disangka pula ada (maaf) gelandangan yang stay dan entah apa yang mereka tunggu. Jadi ingat kejadian tadi saat kami baru duduk menikmati senja di tepi Tamsui, ketika saya sedang menyuapi Kia dengan biskuit kesukaannya, kami dihampiri seorang pria paruh baya memakai pakaian lusuh dan membawa tas putih tipis dilengannya. Pria ini menyodorkan dua kartu (yang entah apa fungsinya) dan berkata dengan nada memelas. Kami tidak mengerti apa maksudnya, hingga sampai saya (sedikit) tertampar sadar bahwa pria ini sedang meminta-minta. Oh god, saya kira di Taiwan semua penduduknya sejahtera dan tidak ada pengemis atau bahkan gelandangan. Rupanya pendapat saya di Tamsui ini terbantahkan. Jika di tepi laut kami dihampiri oleh pengemis, maka di stasiun MRT Tamsui kami ditemani oleh gelandangan.


Pulang

Pukul delapan lebih sepuluh, kami naik MRT menuju Gongguan. Lagi, hampir satu jam kami menempuh perjalanan dengan MRT. Jangan tanyakan keadaan Kia, yang jelas dia bosan parah. Dan juga jangan tanyakan berapa harga  MRT yang harus dibayar dari Tamsui ke Gongguan. Lebih mahal pulang daripada berangkat men. Mungkin karena sudah malam jadi harga dinaikkan hahaha. Dari Gongguan, kami naik bus 254 menuju apartemen.



Saya ingin kembali ke Tamsui suatu hari nanti, menikmati lagi suasana laut dengan sunset (yang lebih awal) serta mengabadikan momennya.
Dengan berakhirnya perjalanan, berakhir pula cerita saya. Semoga narasi panjang ini menghibur dan menambah informasi temans.

Review | Maybelline Baby Lips Color Wild Cherry Taiwan

 


Ah..
Kali ini emak-emak muda (yang katanya masih cantik jelita karena baru punya anak satu hahaha) mau curhat.

Lagi di rumah, bosan, pingin jalan-jalan. Pas waktunya jalan-jalan. rempong nyiapin kebutuhan anak sama nyiapin tampilan diri sendiri. Ingin sekali daku memangkas beberapa aktivitas biar simpel dan ngga makan banyak waktu kalau mau pergi keluar. Salah satunya memangkas waktu make up.

Saya ngga pernah ngalis alias bikin alis karena alis sudah tebal (kalo di-alis-in lagi muka berubah jadi antagonis). Saya juga ngga pernah pake foundation; BB cream; CC cream; DD cream dan sejenisnya yang katanya bisa bikin kulit wajah putih mulus karena dasarnya wajah saya alhamdulillah sudah sehat dan licin. Saya juga ngga suka pake eyeliner ato pasang bulu mata palsu karena bulu mata saya lentik dan terlihat tajam. Nah, mengapa waktu dandan saya masih terbilang lama ya...?

Taraaa!
Karena saya kebanyakan konsen ke bibir. Bibir saya dari masa kecil tidak pernah mulus alias selalu kering dan tidak pernah tidak mengelupas. Itulah mengapa saya harus mengoleskan pelembab bibir tebal-tebal sebelum memakai lipstik. Mungkin ini penyebab waktu dandan jadi lama.

Selama di Taiwan saya hanya memakai dua produk bibir, Lip Cream Wardah dan Lipstik Oriflame. Warna-warni shade yang saya punya dari dua merk tersebut cocok di bibir. Saya punya riwayat tidak cocok dengan sembarang produk bibir jadi tidak pernah coba-coba pakai merk lain. Karena ingin meringkas waktu pakai pelembab bibir kemudian pakai lipstik, akhirnya saya mencari produk bibir yang dulu sering saya pakai saat di Indonesia.




Yup, saya ingin mencoba kembali produk Maybelline Baby Lips Color, lip balm sekaligus memberi warna pada bibir. Saya tetap mencari shade yang sama : Berry Crush, warnanya sesuai dengan warna asli bibir saya. Karena bentuknya lip balm, ketika digoreskan ke bibir, Maybelline Baby Lips Color ini tidak bikin bentuk bibir jadi tebal (seperti pakai Lip Cream). Jadi kalau mau pergi, cukup pakai Maybelline Baby Lips Color disamping bedak dan pelembab wajah. Ringkas!

Saya menjelajahi gerai kosmetik Taipei, baik yang masuk mall, disekitar stasiun MRT hingga night market. Baru ketemu hampir sebulan kemudian. Tau ketemunya dimana? Di Carrefour. Bukan karena merk yang tak ada (secara Maybelline merk kosmetik mendunia), tapi saya "mencari yang" : tidak terlampau mahal dan shade Berry Crush.

Tidak terlampau mahal, hmm, harga Maybelline Baby Lips Color ini lebih dari 150 NTD (lebih dari Rp 75.000) di semua toko yang saya kunjungi, itulah alasan utama saya selalu menunda untuk membeli, emak-emak selalu pikir berulang kali tentang membeli barang mahal jika untuk diri sendiri. Shade Berry Crush, toko-toko yang saya kunjungi tidak menjual shade ini, dan atau kebetulan lagi habis (tapi ya masa ngga di restock-restock), entahlah.

So, ketika menemukan shade yang mirip dengan Berry Crush di pojokan kosmetik Maybelline Carrefour, saya langsung cek harga. Harga dibawah 100 NTD! Jingkrak-jingkrak lah saya akhirnya ketemu juga. Langsung deh lapor mas husband. Lho kok lapor mas husband? Ya biar dibelikan dooooongggs hehe.

Lanjut deh, sampai rumah saya coba. Maaf lho ya curhatnya kepanjangan hikikik. Masih mau  baca kelanjutannya kan...?




Seperti yang saya notice sebelumnya, saya menemukan shade mirip Berry Crush yakni Wild Cherry. Klo di Indonesia warna Cherry (namanya Cherry Kiss), jika di shade di bibir terlihat warna diantara Berry Crush dan Pink Lolita. Tapi di Taiwan, warna kemasan Wild Cherry mirip Berry Crush. Lalu apakah warna shade Wild Cherry dibibir sama dengan warna shade Berry Crush?

Rupanya tidak sama pemirsahhh.. Warnanya masih lebih merah, tebal dan berani Berry Crush ketimbang Wild Cherry. Tapi tak apalah, yang penting warnanya tidak beda jauh sama warna asli bibir.

Yang unik dari Maybelline Baby Lips Color yang saya beli di Carrefour Taiwan ini, adalah rasa semriwing mint dibibir. Hmm awalnya bikin kaget tapi lama-lama jadi ketagihan. Sayangnya produk ini kurang bisa bertahan lama warnanya dibibir dan tidak sepenuhnya mengurangi keringnya kulit bibir. Yang saya rasakan kebalikan dari Maybelline Baby Lips Color yang saya beli di Indonesia.



Memang ada perbedaan antara produk Maybelline ini di negara Taiwan dan Indonesia. Produk Maybelline Baby Lips Color Taiwan ini punya SPF 13, beratnya 1,9 gram, dikemasan ditulis dapat melembabkan selama 12 jam dan bentuknya panjang nan ramping. Kalau produk Maybelline Baby Lips Color Indonesia bisa baca disini.



Yes! Akhirnya saya punya juga produk bibir yang praktis ini. Ngga lama lagi deh kalau dandan. Bismillah ya semoga nanti kalau produk ini habis, masih bisa dibeli di Carrefour Taiwan.

See you soon in my new article ;)

 

Ikut Suami Lanjut Sekolah di Taiwan? Siapa Takut!

Akhirnya saya keluar juga dari zona nyaman  saya. Tinggal jauh dari rumah orang tua yang super duper nyaman, tinggal di negara yang belum pernah saya ketahui (bahkan mimpi pun tidak ingin saya ketahui), tinggal hanya bersama dengan suami dan anak, harus bisa survive dan jadi orang tua tunggal bagi bayi saya yang sedang aktif-aktifnya alias tidak bisa diam.

Pada saat suami bilang, "Bu, aku pingin dan harus lanjut sekolah lagi. Aku pinginnya balik ke Taiwan". Disitulah saya langsung merasa : omaigatt. Segala bentuk ke-inability-an saya langsung menyerebak mempengaruhi otak dan bikin hati menciut. Bisa ngga saya hidup hanya bertiga di negeri orang???

Disisi lain, hati saya berontak. Perlakuan orang tua lah yang membuat hati berontak. Selama 26 tahun hidup manja dan segala apa-apanya tidak pernah tidak ada, hmm membuat saya ingin kembali menjadi pribadi yang sedikit tangguh seperti saat saya menjadi anggota menwa. Saya perlu kemandirian membangun keluarga kecil ini. Dan saya perlu membangun pribadi si kecil menjadi pribadi yang kuat dan tidak manja.

Saya bulatkan tekad dan saya katakan, SAYA BISA !




 
~oOo~



Setelah Singapura, negeri orang yang kali pertama saya kunjungi, ada Taiwan yang nantinya selama 4-5 tahun akan saya tinggali. Dengan percaya diri saya katakan, saya mudah beradaptasi. Selama satu bulan ini saya bisa mengatasi beberapa kesulitan, melewati susah senang, tentunya karena ada mas husband dan Kia. Saya sangat bersyukur memiliki semuanya dan saya sangat bersyukur karena di Taiwan saya cepat beradaptasi.

Apa yang paling susah di Taiwan? Bagi saya, ada tiga hal yang susah di Taiwan : makanan, tempat sholat dan bahasa.

Makanan.
Huft, bagaimana tidak susah. Di Taiwan, jenis rempah tidak selengkap di Indonesia. Tidak ada bawang merah, susah (dan mahal) cabai kecil, tidak ada kunci laos kunyit, oh... Ditambah lagi disini daging babi adalah makanan yang ladzim disajikan. Di setiap resto selalu tersedia menu Pork, bahkan di jajanan jalanan (food street) sekalipun sangat sedikit yang menyajikan hanya daging ayam atau ikan saja. Itupun juga jarang sekali ada logo halal nya.

Bagaimana cara mengatasinya? CARI makanan yang berlogo halal. Susah? Banget. Jika temans baru saja datang ke Taiwan, cari toko Indonesia. Syukur-syukur dari situ punya kenalan teman syar'i yang lama tinggal di Taiwan, sehingga temans bisa ngulik dimana saja tempat makan yang halal dimakan. Cara yang kedua PERGI ke masjid, karena didekat masjid pasti ada resto Indonesia yang menyediakan masakan Indonesia dan in sya allah halal. Ini gampang sekali, karena di Taipei hanya ada dua masjid disini. Masjid besar (Taipei Grand Mosque) dan masjid kecil (Taipei Cultural Mosque). Googling saja, pasti langsung diarahkan oleh Google Map. Yang ketiga MASAK sendiri. Yang terakhir PILIH opsi makan, ABUBA (asal bukan babi) atau hidup syar'i.

Mas husband memberikan opsi pada saya mau ABUBA atau syar'i. Demi bertahan hidup kami memilih untuk hidup ABUBA, bukan asal ABUBA layaknya orang gaul Indonesia yang datang ke Taiwan ya, tapi kami ABUBA yang selektif. Kami hanya makan daging (sapi dan kambing), ayam, ikan serta vegetarian, walau yang masak bukan orang islam (semoga diampuni oleh Allah).

Sejauh ini, sehari-harinya kami makan dari kantin NTUST tempat mas husband lanjut S3 nya. Beruntungnya kami di kantin tersebut terdapat POJOK HALAL yang berisi olahan ayam halal. Walau harganya lebih mahal ketimbang harga makanan selain POJOK HALAL, tapi terjamin halalnya (mulai dari mengolah ayam; memasak dan menyajikan ayam tersebut dengan cara dan peralatan yang khusus). Kemudian juga ada sebuah toko dalam kantin yang khusus menyediakan makanan yang semua menunya dari tumbuh-tumbuhan, kami menyebutnya Toko Vege. Pojok halal dan Toko Vege adalah dua toko andalan kami kesehariannya. Selain itu, setiap weekend, saya juga memasak di apartemen. Pasar dekat, tinggal belanja lalu dimasak. Di pasar ini kami kebanyakan hanya belanja sayur, buah dan bumbu-bumbu. Kalau belanja daging dan ayam, kami belanja di Taipei Grand Mosque tiap hari Jum'at. Karena setiap hari Jum'at, ada ruangan khusus tempat jual-beli daging dan ayam yang masih mentah maupun yang sudah diolah menjadi masakan siap makan. Kalau sedang jalan-jalan, saya selalu sangu makan dari apartemen dan biskuit untuk si kecil, sementara saya dan mas husband selalu makan di tempat yang sudah saya sebutkan di atas.


Tempat Sholat.
Huft (lagi). Ini juga hal yang paling susah dicari. Tidak semua tempat ada tempat sholatnya. Ini bukan negara islam, jadi ya wajarlah. Jika sedang bepergian, seringnya kami transit dulu ke kampus NTUST untuk sholat. Jika waktunya benar-benar mepet, kami menQada' sholat. Semoga Allah mengampuni.


Bahasa.
Ini juga menjadi kendala buat kami, terutama saya. Mas husband yang notabennya pernah belajar disini waktu S2, sudah bisa berbahasa Mandarin walau seidkit-sedikit. Lah saya, BLASS. Taunya cuma wo pu ce tao (saya tidak tahu), xie xie (terima kasih), hao (baik/iya--bahasa formal), ni hao (apa kabar) dan beberapa angka serta nilai uang (kena uang aja cepet belajarnya hahahaha). Solusinya adalah belajarrr. Yaaa, saya yakin saya bisa bahasa Mandarin. Dan nanti kalau pulang ke Indonesia, Kia ngomong wo pu ce tao ke Eyang dan Mbahnya #Lho.


Di Taiwan tidak banyak susahnya, yaa mungkin selain tiga hal diatas juga ada Lantai 6 tanpa lift, yap itu apartemen kami huahuahua. Di Taiwan banyak senangnya. Diantaranya adalah fasilitas umumnya. Ya Allah... Seumur-umur tinggal di Indonesia, saya tak pernah puas sama fasilitas umumnya, karena ada aja manusia-manusia gaul Indonesia yang merusak atau tidak peduli dan tidak menjaga fasilitas tersebut. Tapi disini, di Taipei Taiwan, temans akan melihat betapa berbedanya perilaku manusia-manusianya. LEBIH BERADAB, LEBIH PUNYA TOLERANSI, LEBIH CAKAP TANGKAS DAN TAK BANYAK BIROKRASI.

Saat di MRT maupun bus, saya yang membawa Kia selalu diprioritaskan oleh orang-orang, diberi tempat duduk, diberi pegangan, diberi ruang. Di Indonesia? Boro-borooo. Dilirik aja kagak.

Banyak pula cerita dari kawan-kawan di Taiwan yang sering ketinggalan barang di Taxi atau di U-bike atau di MRT. Keesokan harinya barang-barang tersebut sudah ada dikantor atau di apartemen atau dikelas kampus. Dan bahkan ada yang pula bercerita ketinggalan barang disebuah taman, keesokan harinya dilihat barang tersebut tidak berubah posisi ditempat yang sama. Di Indonesia? Belum ada semenit barang itu sudah tak ada ditempatnya.

Mas husband pun pernah bercerita, saat akan daftar ulang di NTUST, ada satu dokumen yang tidak ada salinan copy nya. Kalau di Indonesia : mas, fotokopi dulu, itu disebelah sana ada fotokopi. Di NTUST Taiwan : belum difotokopi ya? saya fotokopikan dulu kalau begitu. Maka nikmat mana yang akan kamu dustakan? Ngga perlu jauh-jauh nyari fotokopian.

Kalau semisal ada kejadian yang nantinya akan menghentikan aktivitas, akan ada surat atau edaran yang berisi pemberitahuan bahwa tanggal sekian jam sekian akan ada ini ini ini itu. Jadi kita punya waktu buat prepare. Seperti yang terjadi hari Sabtu tanggal 6 kemarin, ada pemadaman listrik dari jam 9 pagi hingga jam 3 sore. Sekitar dua minggu sebelumnya sudah ada pengumuman tentang pemadaman listrik yang tertempel di pintu apartemen. Kemudian juga yang sering saya alami dalam sebulan ini, ada pemberitahuan via notifikasi handphone (saat itu S7 Edge saya sedang pakai kartu Indonesia dan pakai paketan rooming internasional) tiga hari sampai seminggu sebelum badai dan thypoon terjadi di Taiwan. Jadi kami bisa membatalkan dan atau menunda acara outdoor sampai badai dan thypoon selesai. Di Taiwan semua ada kepastian dan semua ditepati. Di Indonesia? PHP mulu isinya, apalagi birokrasinya, kepanjangan men.

Mau cerita public service di Taiwan ngga ada selesainya. Semua bagus, semua perfect dan semua good. Buat Indonesia, ini WAJIB dicontoh.


~oOo~


Jadi dari satu bulan adaptasi inilah saya makin yakin bahwa saya bisa melalui 4-5 tahun hidup di Taiwan. Selama ada mas husband dan Kia, saya mampu menjalaninya. Selama selalu berkabar dengan keluarga di Indonesia, saya makin bersemangat menjalani hari-hari di Taiwan.

Ada satu lagi cerita mengenai teman yang mungkin dia kepo sehingga melontarkan pertanyaan yang menurut saya "itu pertanyaan usil banget siiihhh". Begini dialognya...
Dia : Kerja di Taipei ta Lisa suamimu?
Saya : Lanjut studinya
Dia : Kamu g sekalian lanjut juga kah? Hhiiihii
Saya : Bisa diatur tuhh. Klo anak bisa ditinggal hehe

Kalau teman yang deket banget nanya begituan sih ngga masalah, lha ini, emang dulu kita temenan sih, tapi untuk komunikasi aja juarang. Tiba-tiba muncul dia nanya begituan, ya siapa ngga kayak kesentil gitu ya.hahaha. Apalagi kan dia dan saya sama-sama sudah menjadi Ibu, sudah merasakan mengurus anak dari bayi sampai sekarang sendiri. Bisalah toleransi dikit tidak bertanya begitu, kan saya jadi gemasss. Kan saya juga kepengen lanjut sekolah lagi. Nahh gimana coba menurut temans, punya keinginan lanjut sekolah, namun juga punya bayi dan cuma hidup bertiga di negeri orang?

Yaa minta doanya semua, semoga nanti ketika Kia sudah lebih besar sehingga tidak terlalu ketergantungan sama saya dan saya memperoleh beasiswa, semoga saya mampu untuk lanjut studinya. Aamiin ya rabb..

Heading To Singapura (part 2)



Sembari menunggu MRT sampai di tujuan, beberapa mata penumpang terlihat sedang asyik dengan gadget dan telinga mereka sibuk dengan headset masing-masing. Ada juga yang sedang asyik berenang dalam mimpi, alias tidur. Tidak ada pemandangan dimana satu penumpang berbicara dengan penumpang lainnya. Kebanyakan dari mereka mungkin orang kantoran atau kuliahan yang sedang menghibur diri dari peliknya aktivitas hari Senin seharian ini. Bahkan yang sudah lanjut usia pun asyik konsentrasi dengan smartphone mereka. Hmmm.. Smartphone mengalihkan sosialisasi.

Cavenagh Bridge. Terletak diantara MRT dan Merlion Park.


Walau hanya berupa patung yang tidak pernah berhenti mengeluarkan air dari mulutnya, dan dengan berlatarkan gedung-gedung kokoh nan megah, Patung Merlion ini tidak pernah sepi pengunjung. Dan ini Senin sore, makin sore makin ramai pengunjungnya. Hmmm aneh juga sih kalau dilihat dari kacamata orang Surabaya macam saya ni.

Berfoto-foto dengan berbagai macam pose, menolong turis lain berfoto, piknik ngemper di tepi sambil ndulang biskuit untuk Kia, menikmati sunset yang tidak sepenuhnya bisa dinikmati karena gedung-gedung tinggi menghalangi, mainan hape, posting story biar kawan-kawan ngiler dan semakin banyak pahala karena banyak yang ngerasani (hehehe apasihhh)--niatnya kan memberitahukan keberadaan kami--bukan pamer--jadi ya kami dapat pahala (okestopdebatnya). Adalah beberapa kegiatan kami menghabiskan waktu di Merlion Park.

Bersantai


Jarum pendek jam tangan masih menunjuk pada angka 6, sudah sunset namun disini seperti masih jam 4-5 an. Masih terang benderang. Kami melipir meninggalkan spot patung karena wisatawan semakin banyak berdatangan dan angin malamnya semakin kencang. Kami pergi mencari tempat minum. Maunya ke Starbucks yang lokasinya tak jauh dari Merlion Park, sayangnya Starbucks Card kami tidak bisa digunakan karena beda negara (padahal saldo cardnya masih lumayan, klo di Indonesia bisa dibelanjakan 2 gelas coffee dan 1 food tuuh). Mau keluar uang ya sayang juga. Harga pergelas coffee nya sekitar 10-50 SGD euy, tinggal dikali aja ke kurs rupiah.

Alhasil kami nongkrong di bawah jembatan yang instagramable walau jembatannya tidak colorful, tepat disebelah ada Starbucks Cafe dan SevEl. Jelasss kami pilih SevEl 😂.

Kaki Jembatan.


Tak terasa waktu sudah hampir menunjukkan pukul 8 malam. Kami menyegerakan balik ke bandara karena angin malam kian kencang, tidak baik untuk Kia.

Saat akan balik, mata ditarik paksa melihat ke suatu tempat : Souvenir Store. Ohh akhirnya, bisa beli kenang-kenangan dari Singapura. Souvenir Store ini letaknya tepat dibawah Starbucks Cafe yang tadi saya singgung. Mas husband ingin ke toilet sementara saya dan Kia pergi ke toko sovenir. Mata sungguh dimanjakan dengan benda-benda yang berkilauan, benda kuno, benda unik, ahhh.. Pengen tak beli semua. Tapi dilihat juga harganya lis... Harga yang tertera disetiap benda paling murah 18 dolar singapura dan yang paling mahal....Jangan ditanya deh, bikin sakit hati harganya. Saya memilih satu benda tentunya yang paling murah untuk dibawa sebagai kenang-kenangan dari negeri ini. Ditunjukkan ke Kia, rupanya Kia suka. Yasudah langsung cus ke kasir. Eehhh lagi-lagi Kia ada yang suka, kakak kasir nya menggoda Kia. Teteup, Kia yang superduper cuek kayak emaknya, cuma diam aja walau disapa dan digoda.

Kami balik ke Changi. Long march melewati indahnya pemandangan malam dari Singapore River Cruise menuju MRT. Dari MRT langsung cus Terminal 2 Changi Airport.

Singapore River Cruise. Wisata kapal malam hari.

Apakah selesai perjalanan hari ini? Tidak. Mas husband masih ingin menunjukkan eloknya bangunan di Terminal 1 dan Terminal 3, serta mencoba skytrain Changi Airport. Hiyakk, muka kumus-kumus diajak jalan ke Terminal 3 yang katanya terminal paling luas dan bagus karena disini tempat orang-orang dari dan menuju Eropa. Dibuat sedemikian bagus untuk orang yang sudah melakukan perjalanan jauh.

Terminal 1 Changi Airport.

Terminal 3 Changi Airport.

Dari Terminal 2 menuju ke Terminal 1 lalu ke Terminal 3 lalu balik ke Terminal 2 lagi. Rada kurang kerjaan sih ya.. Ya ndak papa deh, biar nambah pengalaman. Kalau ada yang tanya, "Lisa, sudah pernah ke Changi Airport Terminal 1?". Bisa dijawab dengan sombong, "Sudah dongs, Terminal 1 Terminal 2 dan Terminal 3 juga sudah pernah saya kunjungi". Hahaha. Biar dicap jadi Crazy Rich Surabayan.

Turun skytrain Terminal 2, mas husband menunjukkan ada restoran Halal yang masakannya enak nan murah. Benarkaaahhh? Alhamdulillah benaaar. Namanya Resto 1983. Kami memesan dua menu : Curry Chicken with Rice dan Chicken Cutlet Rice with Thai Sauce. Dari dua menu tersebut ditambah satu gelas jeruk hangat dan satu gelas es milo, kami hanya membayar tidak sampai 20 dolar Singapura. Beda jauh harganya waktu makan di foodcourt awal kedatangan kami siang tadi. Fiuh.

Resto 1983.
Berlogo Halal.
Pesanan mas husband. Curry Chicken with Rice dan Jeruk Hangat.
Pesanan saya. Chicken Cutlet Rice with Thai Sauce dan Es milo.

Usai makan, kami mengambil barang ditempat penitipan kemudian segera menuju toilet dan mushola karena waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Duh ya, ini waktu tidur Kia, sementara Kia tidak bisa tidur dan tidak bisa lepas dari saya. Sekalinya dilepasin agar saya bisa ganti baju dan sholat, tangisannya masya allah... Dari ujung prayer room sampai ujung toilet wanita masih kedengeran tangisannya. Setelah saya rampung, baru Kia bisa mikcu dan langsung terlelap.

Terakhir cek tiket jam 1 malam, tapi belum jam 1 sudah di warning agar segera melakukan cek tiket. Wow, terkesan buru-buru ya, mau ngga mau kami setengah berlarian menuju ke pintu pemeriksaan. Rupanya karena pesawat yang akan kami naiki adalah pesawat Scoot yang jumbo dan memuat banyak penumpang, agar tidak mengulur waktu, waktu terakhir cek tiket dimajukan. Iyaps, wajar...

Masuk pesawat dan kami kebagian di kursi yang paling belakang. Perjalanan jauh lagi hahaha, panjang sih pesawatnya. Kami duduk dan..... Sampai jumpa lagi Singapura !

Heading To Singapura (part 1)

Bagi sebagian orang (terutama yang suka bepergian dan berbisnis), pergi ke Singapura adalah sebuah hal yang biasa. Tapi bagi saya yang cinta banget sama Indonesia ini, mimpi saja tak ingin sampai ke Singapura apalagi jadi kenyataan. Tapi.. Ya namanya juga kehidupan, perlu proses untuk bertahan hidup, butuh belajar di negeri orang.

Wait wait wait, kok pembukaannya jadi super melankolis beginihh.. Kan ceritanya cuma transit di Singapura..hahaha.



At least, walau saya cinta sekali sama Indonesia, saya juga perlu main jauh ke luar negeri. Mungkin tak hanya saya, dia perlu, kalian perlu, temans juga perlu. Untuk sekedar menambah pengalaman dan membuka wawasan kita tentang dunia.

Di Singapura, 3 September 2018, kami bertiga (saya, mas husband dan Kia) hanya singgah sebentar, sekitar 12 jam. Tujuan utama kami adalah ke negaranya F4 (yang sangat terkenal dijamannya--jaman saya), yakni Taiwan. Dan di Taiwan, kami akan menetap selama kurang lebih 4-5 tahun. Kok lama? Ya.. Namanya juga mengenyam pendidikan, ndak bisa sebentar.

Jadi ingin curhat sebentar tentang 12 jam waktu yang kami punya untuk eksplor Singapura. Sebenarnya ada banyak tempat wisata yang ingin kami mas husband kunjungi (saya dan Kia ngikut saja), seperti Garden By The Bay; Universal Studio dan beberapa tempat untuk membeli kenang-kenangan. Sayangnya 12 jam tidak cukup bagi kami untuk menjelajahi semua. Belum nanti perjalanan naik turun MRT, lalu perjalanan ke tempat wisatanya, hmmm. Berjalan kaki yang melelahkan, maklum di Surabaya kalau mau ke tempat wisata ngga pernah naik kereta atau jalan kaki. Kemudian ada bayi yang juga dapat berpotensi kelelahan jika menuruti ego jalan-jalan orang tuanya hahaha. Ya gini ini kalau suami dan istri hobinya jalan-jalan, secara tidak langsung anaknya juga punya minat suka jalan-jalan. Anaknya masih bayi sih, jadinya masih rentan kesehatannya. Coba ya nanti dilihat kalau Kia uda besar.....hmm.

Keluar pesawat, kami menuju money changer, lalu ke tempat penitipan barang lalu ke mushola. Barang bawaan yg kami bawa (via kabin) walau hanya berupa ransel, tapi ya lumayan membebani kalau mau dibawa keliling Singapura. Ditambah lagi ada Kia.. Oh Kia.. Yang semangatnya lebih berat ketimbang berat badannya.

Lapar melanda, membuat kami segera mencari foodcourt. Ada beberapa foodcourt disini, sempat buat kami nyasar juga. Walau mas husband bilang "aku ingat kok" tapi mungkin faktor U nya mas husband lagi kumat dan besarnya Changi Airport ini, buat kami salah naik eskalator dan akhirnya mengulangi jalan dari awal lewat lift hikikikik. Setelah melewati lika-liku bandara, akhirnya kami menemukan foodcourt yang dimaksud. Alhamdulillah nikmatnya menyantap nasi lemak disalah satu toko makanan (asli Malaysia).

Kia sudah makan, ortunya juga sudah kenyang makan sama camilan sama ngopi. Selanjutnya apa? Yuk kita eksplor Singapura.

Sekitar sore hari kami baru keluar dari bandara menuju Merlion Park, tempat wisata ikonik nomor wahid di Singapura. Sebelum keluar, kami mengisi tiga formulir yang kalau ngga salah berfungsi sebagai laporan bahwa tidak menetap/hanya transit di Singapura. Sempat juga kesulitan dalam hal mengisi, untung saja ada petugas seorang wanita berusia sekitar 45 tahunan, beliau membantu kami hingga selesai. Kemudian kami berikan form tersebut ke petugas pintu keluar. Petugas tersebut meminta kami (saya dan mas husband) untuk meletakkan jari diatas alat sidik jari. Kecuali bayi kami, Kia tidak melewati pemeriksaan apa-apa. Usai semua pemeriksaan, kami langsung keluar bandara menuju MRT.

Unik sekali, masih disekitar bandara, terdapat beberapa transportasi yang langsung bisa dipilih untuk memudahkan pengguna ketempat tujuan berikutnya. Ada MRT, ada bus dalam kota, ada bus antar kota,, semuanya masih di kawasan Changi Airport. Ada banyak cara menuju Merlion Park, bisa MRT bisa naik Bus. Tapi, yang paling mudah (dan yang diingat mas husband) adalah naik MRT. Yes yes, ini kali pertama saya dan Kia naik MRT.

Hal yang kami lakukan adalah membeli tiket yang berbentuk seperti sebuah kartu, digunakan untuk bepergian. Jamannya sudah cash less. Ada sebuah mesin yang dapat digunakan secara mandiri untuk menukar uang dengan kartu. Lagi-lagi, kami kurang mengerti bagaimana cara menggunakannya. Dan lagi-lagi selalu ada yang membantu, alhamdulillah.. Seorang wanita berusia 30-40an dengan muka blasteran India Eropa menanyakan tujuan kita dengan bahasa Indonesia, "mau kemana?". Ke Merlion. Oh Merlion. "pulang pergi?". Ya. Dengan cekatan beliau menekan tombol-tombol dan memberikan isyarat agar mas husband memasukkan uang. Karena uangnya masih bundar kertas (belum ada recehan koinya), dengan cekatan pula beliau mengambil uang dari dalam dompetnya yang nilainya setara dengan uang mas husband. Kemudian memasukkan uang sejumlah yang tertera dari layar mesin dan mengembalikan uang kembalian ke mas husband. Sembari menunggu proses mesin mengeluarkan tiket, beliau menggoda Kia. Alhamdulillah ya, boneka kecil kami ada yang menggoda..haha.

Tiket sudah ditangan dan kami diarahkan untuk masuk menggunakan tiket tersebut. Dan hanya menunggu tak sampai lima menit, MRT kami datang menjemput. Dalam MRT, Kia saya berikan camilan karena kasihan pasti perutnya kosong (anak doyan makan ya, kalau ngga dikasih camilan ya eman-eman). Lalu kami ditegur oleh seorang penumpang, beliau mengisyaratkan tidak boleh makan dalam MRT, kalau ketahuan petugas bisa didenda sejumlah uang (yang pastinya kami tidak mampu bayar saat itu juga euy). Sontak saya langsung memasukkan camilan Kia ke tas ransel lalu berterima kasih pada penumpang tersebut. Fiuh.

Waktu menunjukkan pukul 4, namun matahari masih bersinar terang seperti masih jam 2 siang. Can you imagine that?



bersambung...