Menilik Pesona Imlek dan Festival Cap Go Meh Singkawang 2019

Source : google.

Nah, bertepatan dengan bulan Februari, bulan yang istimewa buat saya, ternyata juga menjadi bulan istimewa untuk Indonesia. Pasalnya terdapat salah satu event yang selalu booming tiap tahunnya, sebut saja Festival Cap Go Meh Singkawang. Festival ini juga mengungkap pesona wisata kota Singkawang dan mampu menarik banyak wisatawan. Bagaimana tidak, ada lebih dari 70.000 wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, yang datang dan menyaksikan festival ini.


Source : google.
Apa sih Cap Go Meh itu?

Bagi sebagian temans pasti ada yang merasa asing dengan nama itu. Nih saya kasih tempe tahu, Cap Go Meh ini adalah hari istimewa buat suku Tionghoa di kota Singkawang serta kota-kota di Indonesia. Konon katanya, dalam dialek hokkien Cap berarti sepuluh, Go berarti lima dan Meh berarti malam. Jika diartikan secara keseluruhan, pada hari ke-15 dari bulan pertama, suku Tionghoa percaya bahwa para dewa akan berkumpul sehingga merupakan waktu yang baik untuk bersyukur dan berdoa secara bersungguh-sungguh untuk tahun yang lebih baik.

Cap Go Meh di Singkawang, Kalimantan Barat ini terbilang yang paling meriah perayaannya. Apalagi sejak tahun 2009, perayaan Cap Go Meh di Singkawang telah dimasukkan dalam agenda tahunan wisata nasional.


Mengapa di Singkawang?

Singkawang adalah kota terbesar kedua di Provinsi Kalimantan Barat dan memiliki suasana oriental dimana ditemukan ratusan klenteng Cina hampir di setiap sudut kota. Yaiya dong, lebih dari 70% penduduk Singkawang adalah keturunan Tionghoa sih. Perayaan Cap Go Meh begitu meriah di Singkawang karena selain mayoritas penduduknya dari etnis Tionghoa, juga ada campuran budaya lokalnya yakni suku Dayak. Sehingga perpaduan budaya terlihat jelas di perayaan Cap Go Meh dan ini menjadi daya tarik khusus bagi wisatawan mancanegara.


Apa yang bisa dilihat dari perayaan Cap Go Meh di Singkawang?

Banyak!

Sebelum Cap Go Meh dilaksanakan, sehari sebelumnya dilakukan Ritual Cuci Jalan oleh beberapa tatung. Tujuan dari ritual ini adalah untuk menghilangkan hal-hal negatif sebelum parade digelar keesokan harinya. Selama ritual berlangsung, ratusan tatung membawa iring-iringan dan menabuh genderangnya sepanjang jalan yang akan dilewati parade nantinya menuju Vihara tertua (Vihara Tri Darma Bumi Raya) kota Singkawang yang terletak di pusat kota.

Perayaan Cap Go Meh dibagi menjadi beberapa hari dan puncak acaranya dilaksanakan pada tepat hari ke-15 bulan pertama. Pada puncak acara terdapat parade spiritual tatung, simbal tarian singa, tarian naga, choi lam sin dan banyak lainnya. Selama puncak acara ini, Singkawang penuh sesak oleh orang-orang yang ingin menyaksikan keunikan dari parade ini salah satunya parade spiritual tatung.

Tatung adalah media utama ritual Cap Go Meh untuk menolak roh jahat. Selama ritual tatung, partisipan akan melakukan beberapa aksi yang tidak bisa diterima oleh akal pikiran manusia. Pasalnya, partisipan akan mengalami kesurupan kemudian menginjak pedang atau menusukkan paku ke pipi dan masih banyak aksi lainnya. Tatung ini tidak akan terluka maupun kesakitan walau disiksa bagaimanapun. Luarrr biassaahh yaa.

Yang tidak kuat, jangan melihat. Source : google.

Selain kita bisa memanjakan mata dengan keunikan parade Cap Go Meh, kita juga bisa mengambil hikmah bahwa Indonesia ini mempunyai keragaman budaya, kita wajib bersyukur dan menjaga keragaman ini. Lho kok jadi mellow ini paragraf. Lanjut.

Kita juga bisa mengambil foto dan mempostingnya di berbagai media sosial, kasih caption bagus ya, dengan begitu Festival Cap Go Meh di Singkawang ini mampu mendunia dengan keindahan-keindahan postingan temans. Buat saya yang kini berada di Taiwan, festival ini cukup membuat saya melotot sembari membatin, kapan ya saya bisa ke Singkawang untuk merasakan keramaian Cap Go Meh dan perayaan Imlek nya.


Dimana ada gula disitu juga ada semut. Dimana ada keindahan, pasti juga punya potensi untuk menarik wisatawan. Selain keindahan juga harus ada akses untuk mempermudah wisatawan. Karena Festival Cap Go Meh ini dilaksanakan rutin tahunan dan mendapat banyak antusias dari wisatawan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan perekonomian daerah, pemerintah pun mulai sibuk menggarap sarana dan infrastruktur menuju Singkawang. Baik tol maupun bandara, keduanya sama-sama bermanfaat jika bisa mempermudah wisatawan datang ke Singkawang, yee kaaan.

Selain itu, meningkatnya jumlah wisatawan yang datang ke Singkawang tahun ini daripada tahun lalu, membuat semakin banyak investor yang tertarik untuk ikut membangun kota Singkawang menjadi kota modern dengan penginapan dan fasilitas terbaik. Lengkap sudah! Singkawang yang dahulunya hanya sebuah desa kini berubah menjadi sebuah kota modern!

Festival Lampion Singkawang. Source : google.

Source : google.


Yang tidak kalah terkenalnya dari perayaan Cap Go Meh adalah lampionnya!. Mengapa lampion selalu ada saat perayaan Imlek dan Cap Go Meh? Konon dulu, cahaya lampion berfungsi untuk mengusir binatang buas yang hidup didasar lautan dan suka mengancam penduduk, binatang buas tersebut bernama Nian. Cahaya lampion yang merah temaram ini memiliki arti simbol pengharapan agar di tahun mendatang akan ada banyak kebahagiaan, keberuntungan dan rejeki.


Festival Lampion di Taipei.

Ada kesamaan antara Singkawang dan Taipei dalam hal perayaan Imlek, yakni adanya festival lampion. Jika di Singkawang digelar parade lampion yang begitu meriah, lain halnya dengan Taipei. Dinamakan Taipei Lantern Festival dimana terdapat berbagai lampion yang dibentuk menyerupai ikon-ikon wisata di Taiwan.

Taipei 101



 
Begitu indahnya perayaan Imlek dan Cap Go Meh di Singkawang. Semoga suatu hari saya mendapat kesempatan untuk melihat dan merasakan semaraknya Pesona Imlek dan Festival Cap Go Meh di Singkawang.

Nuansa Tiga Merah di Chiang Kai-Shek Memorial Hall (中正紀念堂)

Saat baru menginjakkan kaki di Taiwan, I was so exciting. Belum-belum sudah bersemangat memikirkan tempat dan daerah mana saja yang bisa kami bertiga untuk jelajahi di akhir minggu atau hari libur atau jika kami mood untuk jalan-jalan. Karena mas husband sudah pernah tinggal di Taipei selama dua semester atau sekitar hampir satu tahun untuk menyelesaikan double degree nya, jadi saya berfikir wah nanti kami tidak akan kesulitan lagi nih jika jalan-jalannya menelusuri ulang perjalanan mas husband.

Saya dan mas husband dari semasa pacaran hingga sudah punya anak satu ini memiliki kesamaan dalam bidang hobi : jalan-jalan dan jajan. Kalau jalan-jalan selalu jajan, kalau jajan ya harus sekalian jalan-jalan. Kebiasaan selama di Indonesia ini sedikit demi sedikit mengalami adaptasi di Taiwan, adaptasiii ???. YAAA. Karena kalau di Indonesia semisal kami berdua pergi, orang tua kami pasti melarang Kia untuk ikut, karena masih bayi bangets alesannya. Nah kalau disini, ngga mungkin dong Kia ditinggal di apartemen sendirian. Mikir begitu aja saya sudah merasa ngenes apalagi melakukannya. Jadi sudah tentu pasti, kami selalu jalan sepaket, bertiga.

Bulan September ini, di Taipei, kami (terutama saya dan Kia) sudah menjelajahi beberapa tempat. Pelan-pelan akan saya ceritakan di blog ini. Pertama kali kami berwisata ke tempat ini, tempat yang historikal banget buat warga Taiwan, saya rasa kalian sudah tau apa nama tempatnya, atau bahkan sudah pernah jalan-jalan kesini.




Adalah Chiang Kai-Shek Memorial Hall (中正紀念堂) tempat wisata yang ngehits ngets dan selalu jadi jujukan wisatawan kalau pergi ke Taiwan. Yaa kalau dicari di google sudah banyak yang posting sih. Tapi, teteuplah foto yang diambil sendiri memiliki keunikan dan sudut pandang yang berbeda. Semoga suka ya.


~~~


Chiang Kai-Shek Memorial Hall (中正紀念堂) terdiri dari beberapa bangunan cantik yang menjadi sebuah tanda penghormatan untuk Chiang Kai Shek, pendiri sekaligus presiden pertama Taiwan. Sejarahnya bisa langsung googling ya temans biar lebih akurat. Lho bukannya kesini tujuannya wisata sejarah? Indeed.. Tapi karena masih terkendala bahasa, jadi kami kesini tujuannya hanya untuk memanjakan mata.

MRT C.K.S Memorial Hall, exit 5.



Chiang Kai-Shek Memorial Hall,
No. 21號, Zhongshan South Road, Zhongzheng District, Taipei City.
MRT Chiang Kai-Shek (red line), exit 5.
Open 09.00-18.00, everyday.


Guide.

Arsitektur dari empat bangunan yang saya sorot disini sangat unik, terlihat gagah dan kokoh, masih terjaga keasliannya dan tidak ada tangan jahil yang merusak keindahan bangunan. Keempat bangunan ini saling berhadapan membentuk persegi panjang dengan luas 250.000 meter persegi dan bangunan yang berhadapan memiliki warna yang senada.

Liberty Square Gate

Bangunan pertama adalah (semacam) pintu gerbang atau gapura tempat masuk utama yang disebut Liberty Square Gate. Gapura ini memiliki tinggi 30 meter dan lebar 80 meter serta berjarak 470 meter dari Memorial Hall. Bangunan kedua dan ketiga letaknya berdekatan-berhadapan dan memiliki kemiripan bentuk gedungnya, nama bangunan ini adalah National Theater dan National Concert Hall. Bangunan keempat adalah bangunan utama : Chiang Kai-Shek Memorial Hall, jika dilihat dari atas bentuk atapnya seperti payung (yang terbuka) dan berwarna biru, jika dilihat secara horisontal bangunan mirip sebuah benteng yang gagah dan besar. Bangunan utama ini memiliki tinggi 70 meter.

Sayangnya ketika kami berwisata, sedang dilakukan renovasi bangunan utama sehingga pengunjung tidak diperbolehkan masuk. Untung saja belum naik tangganya ya. Fiuh, membayangkan saja sudah kecewa, naik tangga ngos-ngosan eeh ngga boleh masuk bangunan utamanya. Tapi sekilas kabar, didalam bangunan utama ini kita bisa menikmati berbagai macam peninggalan dari Chiang Kai-Shek serta foto dokumentasi berbagai kegiatannya. Juga ada patung Chiang raksasa dengan warna keemasan. Penasaran sih, tapi ya mau gimana lagi. Lain waktu aja main ke dalamnya.

Mendung sudah menyelimuti langit area Chiang Kai-Shek Memorial Hall, kami menikmati berfoto sebentar dipelataran.





Kemudian kami lanjut menjelajah National Theater dan National Concert Hall. Kami mulai dulu dari National Concert Hall.

National Concert Hall
Dari pintu masuk utama lantai dasar (bawah gedung), kami disuguhkan etalase yang menjajakan berbagai macam oleh-oleh dan souvenir dari tempat wisata sejarah Chiang Kai-Shek ini. Ada berbagai macam bentuk keramik, sumpit, gantungan kunci, stiker, postcard dan masih banyak jenisnya. Semua dihargai dengan mata uang dolar Taiwan lho ya hehe, atau yang bisa kita sebut dolar NT. Agak masuk kedalam, terdapat cafe dan semacam tempat kolaborasi antara perpustakaan dan stationery. Unik banget. Kesan mewah dan harum kopi dan ornamen klasik ala Asia Timur begitu kental. Di tempat ini pengunjung juga bisa menemukan berbagai macam bentuk oleh-oleh yang unik dan ngga ada duanya, tentunya oleh-oleh tersebut bergaya Taiwan ya. Gimana sih gayanya, hmm, kesini deh, rugi kalau ngga kesini. Kami tidak naik ke atas karena sudah terlanjur puas dengan nuansa bawah gedungnya, jadi kami langsung lompat ke gedung didepannya.


Ornamen gedung bagian luar National Theater dilihat dari dekat.

Berbeda dengan kembarannya, bawah gedung National Theater dimulai dari pintu masuk sudah terlihat satu restoran yang ramai pengunjung. Kemudian masuk kedalam terdapat toko aksesoris (yang lumayan tidak ramah di kantong kami ha ha), high class gitu. Semakin kedalam terdapat semacam musium tempat memamerkan alat musik biola.

Denah pada dinding.
Kami iseng turun ke bawah (ini sudah dibawah gedung, eh masih ada bawah tanahnya, eksplor lah kami). Anak tangganya begitu mewah, semakin mewah dengan adanya karpet berwarna merah yang tak putus-putus melapisi dan mengikuti alur anak tangga. Di dinding tangga pun ada yang bergambar denah gedung. Sampai di lantai paling dasar dan kami tidak menemukan apa-apa selain orang-orang berjas hitam, kami bergegas menuju atas, takut jikalau kami melewati ruangan yang tidak diperkenankan oleh pengunjung. Maklum sih, kurang petunjuk dengan huruf latin, kebanyakan petunjuk disini ditulis dengan bahasa Zhongwen.

Selesai menjelajah gedung kami berjalan menuju sebuah taman dekat National Concert Hall, karena Kia sudah ngga sabar minta mikcu. Hahaha, ngga ada breastfeeding room sih, di ruangan tertutup malah banyak pengunjungnya, yaudah pindah ke taman deh. Sayangnya abis Kia mikcu, mas husband minta langsung pulang karena hari sudah sore dan anginnya kencang, jadi tidak sempat mengabadikan taman yang indah ini.


~~~


Dari bulan September hingga bulan Februari ini, Chiang Kai-Shek Memorial Hall menjadi tempat favorit kami untuk dikunjungi. Bukan hanya karena gedungnya, tapi juga pelatarannya. Di pelataran ini kami bisa berjemur dikala matahari nyentrong (mohon maklum, akhir tahun bagi kami Taipei dingin sekali, jadi ketika matahari sedang bersinar kami 'khususnya saya' tidak ingin melewatkan untuk menikmati hangatnya sinar matahari), Kia juga bisa berjalan bebas, kami pun juga suka berpiknik disini pemandangannya luas tak terhalang tembok beton.

Kami juga memulai Vlog pertama di tempat ini, kalian kalau mau lihat, langsung aja klik disini.

Sekian artikel saya, sampai jumpa di artikel selanjutnya :).

Selamat Berumur Satu Tahun Kia

Assalamualaikum, semuaaa.
Halo halo, apakah masih ada pembaca setia disini? Yah, jangan-jangan pembaca setianya adalah laba-laba dan sarangnya huft.

Ya begini ini resiko blog tak pernah update, update nya kalau ada yang bayar doang ha ha. Engga begitu juga sih, saya terlalu jujur.

Dari bulan November hingga Februari ini blog ini tidak produktif, pasalnya yang punya pun juga ikut tidak memproduktifkan blog, yang ada hanya draft draft dan draft, publishnya ngga tau kapan. Asal temans ketahui, saya produktif lho, produktif menumpuk draft cerita selama di Taiwan ha ha. Jujur, setiap usai pergi ke tempat baru bersama mas husband dan Kia, saya langsung mencicil cerita di blog. Tapi ini nih kejelekan saya, kalau sudah asyik nulis artikel, kemudian ke-distrak sama sesuatu (kebanyakan Kia yang minta perhatian sih), mood untuk menulis kembali dilain waktu jadi menurun dan bahkan jadi hilang. Belum lagi kalau asyik menulis artikel ya, bisa-bisa cucian jadi mengantri untuk disetrika. Hmmm, sudah deh, hilang deh tuh keinginan untuk menulis.

Teman ada yang gitu juga ngga sih? Bagi tips n trik dong buat ngilangin rasa malas menulis blognya...


Nah, kali ini saya bulatkan tekad untuk kembali menulis.

Dari bulan November hingga bulan Februari (total empat bulan ya) ini ada banyak tempat dan banyak cerita yang ingin saya bagi diblog. Tapi satu-satu ya. Artikel ini mau saya buat ringan-ringan saja, ringan menurut saya maksudnya, karena pembuatannya pun harus kilat dan harus selesai saat itu juga (agar tidak ke-distrak lagi). Ini cerita artikel kali ini...



~oOo~


Bulan Desember adalah bulan yang spesial untuk saya dan mas husband, pasalnya di awal bulan ini kami mendapat anugrah luar biasa dari Allah SWT, anugrah yang diinginkan sebagian orang. Yaps, Kiasatina Andini Alamsyah lahir dibulan ini. Dan tahun ini Kia genap berumur satu tahun. What a time! Ngga kerasa gitu dia udah mulai jalan, ngocehnya makin banyak dan ngga kalah banyak juga porsi makannya, alhamdulillah banget bibirnya mungil tapi dia doyan makan.


Flashback, setahun kebelakang, saya ingat waktu itu saya merasa menjadi orang paling merana didunia ketika dokter dan paramedis memutuskan bahwa Kia harus dikeluarkan dengan cepat dari perut saya. Padahal belum genap dia sembilan bulan jumpalitan di perut, eh dia uda bosan, maunya langsung melihat dunia,, itulah kalimat sugesti yang terus saya benamkan dipikiran bahwa dia akan keluar dari perut dengan selamat walau dengan cara SC (Sectio Cesar).

Walau saya merana, pikiran positif yang saya bangun selama kurang lebih tujuh bulan kehamilan ini masih terpatri dipikiran. Bayi saya keluar dari perut dan langsung terdengar tangisan, badannya paling kecil diantara teman-teman seperjuangannya di ruangan NICU, beratnya hanya satu kilogram, dan banyak sekali alat-alat yang terpasang dibadan mungilnya selama dia menjadi murid intensif NICU.

Saya berikan dia sentuhan saat berada diinkubator, saya berikan dia kasih sayang, oh my own little child. Selepas dia diberikan kebebasan untuk bisa dibawa ke ruang laktasi, saya berikan dia ASI dan dia doyan. Saya belajar bagaimana cara menggendong kangguru, dari semula saya tidak bisa apa-apa hingga gantian saya yang mengajari beberapa ibu-ibu baru tentang gendong kangguru. Ketika saya menggendong Kia dengan gendong kangguru, saya selalu berucap, sehat ya nak, jadi teman Ibu terus ya nak, terus sama Ibu ya nak. Dan rupanya dia mendengarkan. Dia menunjukkan bahwa dia adalah bayi teraktif di NICU, dia paling banyak minum susu, dia paling kenceng tangisannya dan dia paling aktif gerakannya. Lalu Kia diperbolehkan pulang dari NICU oleh DSA (Dokter Spesialis Anak) 23 hari kemudian. Disinilah saya merasakan menjadi Ibu, merawat dan menyediakan semua keperluan Kia, tentunya dengan dibantu mas husband dan Ibu saya.


Saya merasakan menjadi Ibu yang seutuhnya untuk Kia adalah saat kami bertiga pindah ke Taiwan. Mas husband pergi kuliah dan bekerja, sementara saya mengurus rumah dan semua keperluan Kia. Rasanya capek tapi amazing. Banyak hal baru yang saya pelajari dan akhirnya bisa saya lakukan semua.


Tidak ada yang tidak bisa saya kerjakan, kecuali jika rasa malas menghampiri.


Bulan Desember sangatlah worth jika mas husband ingin merayakan setahun kehadiran Kia dikehidupan kami, tentunya dengan cara islami. Kami mengadakan acara tumpengan disela-sela kegiatan rutin malam Jum'at "Ngaji Bareng" oleh mahasiswa-mahasiswi Indonesia di NTUST (kampus mas husband - National Taiwan University of Sains and Technology).


Bikin tumpeng sendiri? How? Alhamdulillah mas husband punya kenalan mbak TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang bisa dimintai tolong bikin tumpeng.

Perfect day. Alhamdulillah. Kia senang ketika bertemu banyak orang. Dia anaknya berani dan lincah, baru beberapa menit di ruangan pertemuan sudah merangkak kesana kemari. Terima kasih juga untuk anggota "Ngaji Bareng NTUST" yang sudah bersedia datang dan mendoakan Kia.


Selamat ulang tahun, anaknya Ibu, sayangnya Ibu, Kia. Tetap sehat ya, tetap lincah, jadilah anak yang solehah sehingga bisa menjadi penyelamat ketika Ibu dan Ayah ada di akhirat. Kami selalu sayang Kia.