Part 4 - Bye Jakarta

Kalau kemarin tiba di bandara Sukarno Hatta (CGK) kami dijemput oleh utusan EO yang bekerja sama dengan KEMENDAG, untuk hari ini kami pulang tidak diantar melainkan diberi uang transport dan harus mencari sendiri kendaraan yang tepat agar bisa sampai bandara tepat waktu. Sempat geger pula ketika aku menyampaikan berita ini pada ibu kemarin malam. Tapi lumayanlah, suara ibu bisa meramaikan suasana kamarku yang sepi hihihi, semoga tidak mengganggu kenyamanan tetangga.
 
Sempatlah kekhawatiran berlebihan sang Ibu keluar disertai dengan nada marah-marah, itu yang membuat malamku semakin meriah (selain ada pesta kembang api juga). Untung saja, saat aku baru mengetahui (jika pulang tidak diantar oleh pak Sule karena lokasi bandara kami ber4 berbeda) ketika berbincang dengan pak Sule di sela kemacetan perjalanan bandara-hotel Grand Alia, aku langsung meminta arah petunjuk ke bandara Halim Perdanakusuma (HLP) jika dari hotel Aryaduta pada mas Yanto melalui pesan whatsapp dan dibalas dengan detail dua jam kemudian. Pak Sule pun yang baik hatinya bersedia memberi ancer-ancer naik apa dan harus kemana, jika berangkat dari hotel Aryaduta menuju bandara Halim Perdanakusuma.
 
Sang Ibu yang saat malam kemarin sedang mempersiapkan keberangkatan ke Jakarta (karena kebetulan ada urusan juga di Jakarta selama kurang lebih 10 hari), mengaku bingung dan tidak bisa berfikir selain kecewa pada pihak penyelenggara lomba. Aku menjelaskan pada beliau,, jika aku masih berumur belasan tahun maka Ibu wajib kecewa pada mereka karena mereka menelantarkanku yang masih kecil itu, namun sekarang aku sudah dewasa dan umur hampir mendekati seperempat abad, aku bisa maklum kalau Jakarta se-padat ini dan pak supir pun tidak mau mengantar ke dua bandara yang berbeda walau dibayar berapa pun, jadi ibuku sayang plisss, marilah kita berfikir maju dan mencari solusi..
 
Nada tinggi sang Ibu mulai merendah dan beliau menyuruhku untuk menghubungi mas Yanto atau mbak Ira. Hmmm, sang Ibu sih marah-marah melulu, tanpa sadar anaknya sudah beberapa langkah lebih maju #halah. Dengan informasi dari pak Sule dan mas Yanto plus saran agar ikut pulang dengan mbak Ira, aku bisa menuju bandara tanpa salah kendaraan dan tanpa salah arah.
 
~
 
Setelah berpamitan dengan pemenang lain dan mbak Riyas, aku berencana ikut pulang dengan mbak Ira. Sempat bimbang juga, karena ternyata sebelum pukul 11 siang acara kami sudah selesai dan diperbolehkan pulang, sementara pesawat yang aku tumpangi baru take off jam 7 malam. Kemudian Nola, Arinta dan Haikal mengajak ke Monas bareng-bareng. Jarak Hotel Aryaduta dan Monas pun cuma 300 meter (kata pak Sule, tapi benar juga dari Aryaduta, Monas terlihat dekat). Tapi,,, ah engga ah,, kembali ke rencana semula saja, pulang dengan mbak Ira. Daripada sang Ibu (dengan bapak dan Bude Han) berangkat ke Jakarta dengan perasaan kalut, lebih baik pulang bersama mbak Ira saja. Pun aku juga bisa berbincang banyak dengan blogger senior seperti beliau ^^.
 
Aku berganti pakaian (yang lebih simpel dan tidak terlihat mencolok) sebelum keluar dari hotel. Mbak Ira yang baik, bersedia menungguku, senangnya ^^. Mbak Ira menawarkanku dua alternatif kendaraan yang akan kita naiki menuju stasiun Cikini : kopaja atau bajaj. Untuk kopaja bayar Rp 4.000,- dan bajaj bayar Rp 15.000,-. Wah kalau ditawari seperti itu, aku cenderung lebih suka membayar yang murah hehehe. Tapi belum sempat mengatakan naik kopaja saja, mbak Ira bilang begini, "Baru pertama ke Jakarta ya, naik bajaj aja ya". Ellho. Baiklah, aku ya manut saja mbak ^^.

Kami keluar dari hotel Aryaduta dan berjalan ke seberang, ke tempat halte dekat Tugu Tani. Kemudian kami menunggu datangnya bajaj yang lewat.

Hotel Aryaduta tampak dari seberang (halte dekat Tugu Tani)
Mbak Ira setia menunggu jemputan bajaj #ehh
Bajaj kosong yang lewat kebanyakan tidak berhenti di halte. Entah karena sudah ada yang pesan atau tidak melihat sedari tadi mbak Ira melambai-lambaikan tangan. Karena menunggu hampir 10 menit, akhirnya mbak Ira memberikan pilihan lagi, mana yang paling cepat menghampiri antara kopaja atau bajaj yang kosong, dia yang akan kita tumpangi. Ternyata beberapa detik kemudian, ada bajaj kosong yang berhenti karena lambaian tangan kami berdua. Kami bergegas masuk kedalamnya.


Wah, ini seperti bajaj yang ada di sinetron jaman dahulu : Bajaj Bajuri. Bedanya kalau di sinetron bunyi mesin bajaj nya kencang sekali, sementara bajaj yang ini bunyi mesinnya halus. Mungkin bajaj di Jakarta sudah pakai pertalite ya hehehe :p. Bapak supirnya baik hati, beliau mengingatkanku untuk meletakkan tas pinggangku kedalam (tidak boleh diletakkan disamping pintu) karena suka ada jambret yang tiba-tiba narik tas penumpang. Baik pak, aku menurut. Sambil menunggu sampai di stasiun Cikini, aku dan mbak Ira iseng bikin video. Sayangnya, video nya terlalu banyak yang gerak, fiuh ga jadi posting sini ah...malu.

Bajaj membutuhkan waktu sekitar 5 menit perjalanan antara Tugu Tani sampai ke stasiun Cikini. Alhamdulillah jalanan Jakarta siang ini ga seperti kemarin malam ya. Lancar semuanya.

Sesampainya di stasiun Cikini, aku harus mengikuti prosedur yang aku belum pernah tahu hihihi. Ke beberapa destinasi di Jakarta ga pernah naik kereta...ini yang bikin aku terlihat katrok ketika mengikuti petunjuk yang diberikan mbak Ira. Pertama aku harus mengantri ke loket tiket, kemudian membayar Rp 12.000,- dan diberi kartu untuk masuk ke gate. Mbak Ira sudah memiliki kartu bertuliskan e-money jadi tidak perlu mengantri di loket karena kartu tersebut bisa menggantikan kartu elektrik kereta. Setelah mendapatkan kartu, kami melewati gate masuk kereta. Kami naik eskalator menuju lantai atas tempat kereta diparkir.


Kami menunggu kereta sekitar 20 menit lamanya. Alhamdulillah kereta yang datang kemudian tidak sepadat yang kami pikirkan. Kami masuk ke KRL segera setelah pintu kereta terbuka lalu duduk diseberang pintu.

Yang penting happy
KRL Commuterline yang kami naiki berada di jalur merah dan memiliki rute Jakarta kota - Depok - Bogor. Menuju ke bandara Halim Perdanakusuma, mas Yanto menyarankan untuk berhenti di stasiun Cawang dan selanjutnya bisa naik taxi. Sementara mbak Ira tetap melanjutkan keretanya menuju Depok.

"Nanti, setelah turun kereta kamu keluar lalu naik ke atas dan bisa menghadang taxi disitu. Taxi nya dari arah kanan ke kiri. Lalu kalau sudah dapat taxi, kamu masuk dulu ke taxi nya lalu bilang kamu mau kemana. Jadi jangan bilang tujuanmu kalau kamu masih diluar taxi, nanti kamu ketahuan kalau bukan orang Jakarta dan bisa jadi ada yang ngincar kamu. Pura-puranya kamu adalah orang Jakarta yang sudah tahu apapun yang di Jakarta. Jangan menunjukkan bahwa kamu orang asing disini.". Begitulah nasehat-nasehat yang diberikan mbak Ira selama di kereta. Matur nuwun bangeettt mbak ^^.

Kereta melalui stasiun Manggarai dan berhenti agak lama. "Ini mungkin karena berbarengan sama kereta dari bawah", kata mbak Ira. Setelah stasiun Manggarai, kami melewati stasiun Tebet, kemudian di pemberhentian terakhirku stasiun Cawang. Aku bersiap dan berpamitan pada mbak Ira, semoga bisa berjumpa lagi dilain kesempatan.

Keluar dari kereta aku sempat kebingungan karena ada dua pintu, belok kiri atau belok kanan. Kuputuskan untuk belok kanan. Aku keluar melalui gate dan menuju loket untuk menukarkan kartu kereta dengan uang sejumlah Rp 10.000,-. Aku celingukan kesana kemari dan tidak melihat adanya tangga naik keatas. Rupanya keputusanku untuk belok kanan adalah salah. Ah, sial, sudah dilihatin orang-orang karena membawa dua tas dan papan pemenang lomba, salah jalan pula. Akhirnya aku kembali ke loket untuk membeli tiket kereta dan kembali ke dalam untuk menyeberang gate sebelah kiri.

Setelah mendapat kartu dan tiket kereta, aku masuk ke gate kemudian menyeberang ke sisi lain dari stasiun. Dan aku menemukan jalan keatas, yeah, finally. Aku segera berlari ke loket untuk menukarkan kartu kereta dengan uang dan langsung cus naik ke atas.

Ini karena tangganya yang terlalu tinggi atau karena barang bawaanku ya, terasa capek sekali pas sudah sampai diatas. Alhamdulillah, ketika aku baru akan sampai di halte nya ada taxi yang baru berhenti dan menungguku. Aku pun mengangguk. Aku mengikuti saran mbak Ira untuk masuk kedalam taxi dan menutup pintunya baru mengatakan tujuan. Pak Sopirnya bertanya setelah aku mengatakan tujuan, "keberangkatan kapan mbak?". Aku menjawab, "sebentar lagi pak". Sontak pak Supir langsung mengebut sejadi-jadinya. Ya ampuuunn hahahahaha.

Waktu tempuh dari halte sampai bandara cuma 20 menit. Kukeluarkan uang agar mempersingkat waktu dalam taxi, kalaupun ada kembalinya, wes buat pak taxi aja. Aku keluar dan mengambil nafas sejenak. Serem juga ya kalau berbohong sama pak supir taxi, ya begini jadinya, deg-degan karena orangnya ngebut. Aku sampai di bandara Halim Perdanakusuma jam 1 lebih 10 menit.

Penerbangan masih harus menunggu lima jam lagi, belum kalau seandainya ada keterlambatan, tapi semoga saja tidak. Aku jalan-jalan mengukur lebar bandara ini, sebenarnya malu juga dilihatin banyak orang karena mereka tertarik melihat papan yang aku bawa, tapi cuek sajalah, yang penting aku jalan-jalan dan ngelurusin kaki. Kemudian aku lanjut jalan ke kantor bank yang ada di bandara untuk memasukkan uang hadiah, agar pulang ga bawa banyak uang sih. Tak lama setelah keluar dari bank, sang Ibu menelepon, mengabarkan beliau masih dalam perjalanan ke bandara bersama bapak dan bude Han. Penerbangan beliau ke Jakarta sekitar jam 3 lebih. Baiklah.. Berarti harus menunggu lama. Aku tak tahan dengan perut lapar, alhasil aku mampir deh makan di A&W.

Singkat cerita aku menunggu sambil terkantuk-kantuk sampai sekitar jam 4 lebih. Dilihatin orang-orang "lagi" karena aku sering jalan-jalan (untuk menghilangkan rasa kantuk) sambil membawa papan, seperti anak ilang deh. Kalau dihitung sudah ada lima orang yang bertanya karena tertarik sama papan besar yang aku bawa, "lho mbak, menang lomba apa?". Padahal ya sudah kupastikan tulisannya aku tutupi dengan kaki.

Tepat saat aku sedang membeli roti untuk makan di pesawat, mas Yanto menelepon, beliau sudah sampai di bandara untuk menjemput Ibu, Bapak dan Bude Han. Akhirnya, aku ada temannya...biar ga ngantuk juga. Mas Yanto nyamperin aku di roti boy dan berbincang sebentar. Ahhahaha, mas Yanto abis nge-foto aku dengan papan pemenang, kemudian ngajakin welfie pakai papan itu. Duh akunya yang malu...


"Lho ga papa icha, kamu harusnya bangga, ini tak kirim ke mbak Iif biar semua pada tau kalau kamu menang lomba karya tulis nasional", kata mas Yanto. Ellho, aku cuma nyengir. Kami pindah ke pintu kedatangan karena pesawat Citylink dari Surabaya sudah tiba sedari mas Yanto datang tadi.

Betul saja, bude Han sudah menunggu di depan pintu kedatangan bersama dengan seorang temannya (aku memanggil beliau pakde), sementara ibu dan bapak masih mengambil barang yang masuk bagasi. Aku menjemput ibu dan bapak yang mengambil barang (jadi aku masuk pintu kedatangan dari arah luar - untung ga ada penjaganya hihihi) dan membantu membawakan satu barang beliau. Bude Han mengajak semuanya ke tempat makan milik pakde.

Nama tempat makannya : Pawon Limbuk, tempat makan dengan masakan khas Solo, chef nya adalah istri dari pakde ini. Kami diberikan daftar menu. Bude Han, Ibu dan Bapak masing-masing pesan lontong cap gomeh, mas Yanto pesan nasi pecel dengan lauk tempe bacem, sementara aku tidak pesan makanan karena masih kenyang. Aku hanya pesan minum es teh tarik, ibu dan bude pesan jeruk hangat, bapak es teh manis, dan mas Yanto es teh tawar. Pegawainya pakde mencatat semua pesanan kami. Sembari menunggu pesanan, kami disuguhi sosis solo dan risoles, lalu pakde mengabadikan kebersamaan lewat foto..hihihi.


Sang Ibu geli kalau melihat aku pulang sambil bawa papan pemenang sebesar ini, jadi beliau minta koran ke pakde untuk menutupi papan. Kemudian ibu dan mas Yanto berdebat tentang papan itu. Mas Yanto menyarankan agar papan nya dipajang ditembok rumah, sementara ibu ga mau, malu-maluin aja kata beliau. Aku setuju dengan ibu, kalau papan nya tidak tertera nominal hadiah, aku masih mau menggantungnya dirumah. Kemudian aku menawarkan, kalau mas Yanto kerso (mau), monggo papan nya buat mas Yanto saja, monggo dibawa pulang saja. Mas Yanto bilang, "Lho? Gapapa? Ya aku langsung pajang buat motivasi si Kahfi sama Taki". Ooh dengan senang hati monggo silahkan dibawa. Sang Ibu pun sangat setuju dengan usulanku.

Sembari makan sembari mengobrol. Masakannya sedap sekali kawan-kawan, sungguh! Ini masakan asli Solo, halal, bersih dan nikmat. Aku incip-incip makanannya bude yang ndak habis hehehe, jadi eman kenapa tadi kok ndak pesan makanan juga ya :p. Jadi, usut punya usut, pakde ini adalah teman dari adiknya bude Han yang bernama bude Min dan masih satu almamater SMA dengan bude Han. Pakde menunggu kedatangan bude Han beserta rombongan karena bude Min mengabarkan jika bude Han akan datang nitih (naik) pesawat dan turun di Halim Perdanakusuma. Setelah pakde pensiun, beliau langsung mendirikan bisnis tempat makan bersama sang istri. Dan Alhamdulillah sampai sekarang Pawon Limbuk ini semakin laris manis. Yang sedang di bandara Halim Perdanakusuma, mampir dan makan di Pawon Limbuk ya.

Waktu mendekati pukul 6 sore dan aku berpamitan masuk untuk check in. Sebelumnya, Pakde menyarankan setelah check in kembali lagi kesini karena masih lama take off nya. Tapi, Ibu dan Bude menyarankan langsungan saja daripada bolak-balik lalu ketinggalan pesawat saking asyik ngobrol disini. Benar juga, aku berpamitan pada semuanya, kemudian langsung masuk untuk check in dan menunggu di ruang tunggu. Tak lama menunggu, terdengar dari pengeras suara kalau pesawat QG 809 yang aku tumpangi sudah sampai dan penumpang dipersilahkan untuk masuk pesawat. Wow, keberangkatannya lebih cepat 20 menit.

Aku mendapat tempat duduk 26 E, namun duduknya di 26 D karena dua kursi sebelah sudah diisi oleh penumpang lain. Karena sudah malam, aku sedikit tidak berminat untuk mengobrol dengan penumpang sebelah. Nampaknya virus lelah sedang menjangkiti semangatku di akhir hari ini. Gapapa lah, yang penting hari ini sudah berakhir dan waktunya kembali ke rutinitas di Surabaya.

Betewe, aku lebih suka penerbangan malam ini dibanding dengan penerbangan kemarin. Saat take off, sang pilot menarik tuas kemudi dengan halus, jadi tidak terasa mual. Selama diudara pun tidak banyak manuver tajam yang dilakukan pilot untuk menghindari turbulensi. Sang co pilot juga sering berbicara langsung melalui pengeras suara tentang cuaca dan jika akan melakukan tindakan (seperti akan take off, bermanuver dan landing). Ketika landing pun sungguh tidak terasa benturan antara roda dan landasan pacu pesawat, sangat halus, tiba-tiba saja sudah sampai daratan kemudian berhenti. Tapi, yang membuatku kurang ngeh adalah pramugari-pramugarinya, duh itu kenapa pakaian adiknya masih dipakai sih, sengaja pamer lekuk tubuh atau bagaimana sih, sampai seorang bapak yang duduk disisi seberang sengaja memfoto salah seorang pramugari dari jarak dekat sekali, entah apa yang difoto bapak itu dari si pramugari. Kemudian parfumnya itu lho masya allah, apakah mereka menghabiskan satu botol dalam sekali pakai, wanginya bikin pusing. Apalagi aku yang duduk ditengah kabin, ketika mereka lewat pusinglah kepalaku kena wanginya. Duh duh...

Pesawat sampai di hanggar sangat tepat waktu, pukul 8 tepat. Kami dipersilahkan turun dari pesawat dan segera menuju bus untuk diantar ke pintu kedatangan.



Alhamdulillah sampai Surabaya dengan selamat dan tidak kurang suatu apapun. Si adik bersedia menjemputku malam ini, jadi ya aku lebih Alhamdulillah lagi karena pulangnya tidak perlu naik kendaraan umum.

~

Perjalananku seorang diri ke Jakarta ini penuh dengan rasa syukur Alhamdulillah. Berkenalan dengan orang asing yang baik, mendapat undangan, mendapat hadiah, bertemu dengan teman-teman yang baik hatinya, dibantu oleh orang asing lagi dan lain sebagainya. Semuanya itu datangnya dari Allah SWT yang senantiasa melindungiku, aku merasa sangat bersyukur. Terima kasih untuk semuanya ^^.

Satu lagi yang membuatku sangat bersyukur, memiliki sang Ibu yang begitu perhatian dan selalu menjaga anak-anaknya. Terima kasih Ibu ku ^^

1 komentar

  1. Waaah, postingan ini bisa menjadi petunjuk bagi saya bila suatu saat ke Jakarta. Duluuu... di tahun 90-an saya pernah ke Jakarta, jaman masih kuliah. Setelah itu, belum pernah lagi :)

    BalasHapus

Segitu dulu cerita kali ini. Terima kasih temans membaca artikel ini sampai akhir. Semoga bermanfaat.
Saya sangat ingin mendengar komentar temans setelah membaca. Silahkan, temans bebas berkomentar apa saja namun harap tetap menjaga kesopanan.
Sayang sekali komentar dengan subjek Anonymous akan terhapus otomatis, jadi mohon kesediaannya untuk memberi nama asli ya.
Terima kasih ^^.
Love, Lisa.