Sebuah Kesadaran Dari Seorang Anak

Menjadi guru dan melihat perkembangan anak didiknya itu bagi saya sangat menakjubkan. Walaupun seringnya ketika dihadapkan dengan dilema antara ke-modernisasi-an dan kepatuhan terhadap hukum Allah. Seketika saya sangat bersyukur bisa mengenyam pendidikan agama yang mumpuni yang banyak sekali saya serap sedari kecil, dan tidak mengenal arti ke-modernisasi-an yang sedikit menyesatkan ketika tidak tau dasarnya.

Sebut saja Egi, murid saya yang dibesarkan di keluarga sangat berkecukupan, bersekolah di sekolah islam "modern", yang dalam hidupnya memiliki fasilitas lengkap dan serba tidak kekurangan, yang dalam hidupnya mengenal gadget lebih dari agama.

Saya mengikuti perkembangannya selama tiga tahun ini dari mulai dia kelas 4 SD hingga kini dia bersekolah di SMP Negeri 1 Surabaya. Dia pintar, sangat pintar, hanya saja kurang diarahkan kepada ilmu agama,, dan seringnya saya mengatakan jangan ini jangan itu tidak boleh ini tidak boleh itu dilarang ini dilarang itu padanya. Rasa sayang seperti layaknya kepada seorang adik membuat saya ingin memberi warna baik dalam hidupnya, yang tidak dia dapat dari keluarga maupun lingkungan sekolahnya.

Beberapa hari yang lalu, ditengah belajar untuk UAS Matematika keesokan harinya, dia memulai pembicaraan santai, "Mbak, tau ga, permen UHA itu ternyata ga halal ya"
"Memang", jawabku singkat. Berharap dia paham kalau sekarang waktunya belajar bukan mengobrol.
"Tapi lho mbak, temenku itu uda tau itu ga halal malah dimakan, malah diminta juga punyaku. Aku sayang sama dia mbak, tapi dia ga mau nurut sama yang aku bilang"
"Yasudah kalau begitu, kewajiban kamu sebagai teman hanya bisa mengingatkannya sebanyak tiga kali. Kalau dia tetap tidak mau mendengar, berarti itu sudah bukan urusan kamu lagi. Biarkan dia berurusan sama Allah"
Dia terdiam kemudian melirik matanya ke arah buku matematika yang ada didepannya.

Sejenak dia berkata lagi, "Aku jadi takut mbak, kok kayaknya banyak makanan diluar sana yang gak halal ya"
Selanjutnya aku membuka paket data dan browsing makanan yang diharamkan Allah untuk mengembalikan ingatanku akan hadits tentang makanan yang haram untuk dimakan.
Sembari menunggu website yang dituju muncul, saya bertanya, "Berapa prosentase kamu makan di restoran?"
"Dulu sering mbak, soalnya ada mama. Sekarang mama pindah kerja ke Madura jadinya ga ada yang ngajak jalan-jalan. Mungkin seminggu satu sampe dua kali"
"Sebenarnya lebih aman makan seafood kalau kamu sering keluar jalan-jalan"
"Iya ya mbak, aku suka itu, kepiting, udang, kerang hmmmhh enak itu mbak. Tapi aku baru tau lho mbak kalau kepiting itu ga boleh dimakan..."
"Memang"
"Lho mbak Lisa uda tau kok gak beri tau aku seehh"
"Ellho"
"Katanya kepiting itu ga boleh dimakan karena hidup didua alam. Yang tak makan kok kayaknya gak halal semua. Terus aku mau makan apaaa???!!"


"Naahh", kataku sambil menunjukkan hasil browsingan tadi. "Merujuk Al Qur'an surat Al Maidah ayat ke tiga. Diharamkaatas kamu memakan bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala....."
"Sek mbak sek mbak, tak catetnya...", dia membuka buku bagian belakang dan mulai mencatat.
"Jadi kamu ga boleh makan bangkai, kecuali bangkai ikan dan bangkai belalang. Lalu hewan yang tercekik, terpukul, jatuh, yang tertusuk oleh tanduk binatang lain, yang diterkam binatang buas juga"
"Sabar tho mbak, pelan-pelan.. Masih nyatet ini"
"Oke", aku menggerakan kursor hape ke bawah.
"Lha kalau kayak KFC sama MCD itu mbak? Kan kita ga tau itu bangkai ayamnya disembelih dengan nama Allah atau engga.."
"Disini disebutkan, jika makanan tersebut berasal dari negara Al Kitab yakni negara yahudi dan nasrani, makanan tersebut boleh dimakan ASALKAN kita tidak mengetahui bahwa dalam penyembelihannya mereka menyebut nama selain Allah dan kita tidak mengetahui bahwa penyembelihan tersebut syar'i atau tidak"
"Jadi kalau kita tau itu, maka hukumnya sudah haram. Kalau ngga tau, masih ga apa-apa"
Aku mengangguk.

"Terus mbak"
"Kita juga diharamkan makan darah atau nanah..."
"Lha mbak", dia menyela. "Aku pernah sariawan disini, itu nanah kayaknya mbak, terus tak pencet ya ga kerasa tak isep mbak.."
"Mbak lisa juga dulu sering menguliti kulit ari kering dibibir, sampe bibirnya mbak lisa berdarah, terus aku hisap. Tapi lama-lama ya ga enak, jadi sekarang mbak lisa sering nempelin tissu untuk menghisap darahnya"
"Lha kalau gitu gimana mbak?"
"Tadi sudah dijelaskan, diharamkan makan darah yang mengalir dan nanah. Tapi jika kita melakukan itu dalam kondisi tidak tau, itu masih diperbolehkan"

"Selanjutnya daging babi, umat islam itu DIHARAMKAN makan babi. Juga menurut website ini kita tidak diperbolehkan makan hewan buas yang memiliki taring untuk menyerang mangsa seperti macan; singa; buaya, burung yang memiliki cakar untuk mencengkeram mangsa seperti elang; hewan jalalah yakni hewan seperti unta sapi kambing ikan yang diberi konsumsi najis atau kotoran misalnya ikan lele yang diberi pakan kotoran, kemudian hewan yang disyariatkan untuk dibunuh itu haram untuk dimakan seperti cicak; ular; tokek; tikus; kalajengking; anjing dan burung gagak, yang terakhir hewan yang tidak diperbolehkan untuk dibunuh maka diharamkan untuk dimakan seperti semut; lebah; burung hudhud dan burung shurad"
Setelah menuturkan penjelasan hasil browsingan, Egi bercerita tentang pengalamannya. Karena keluar dari konteks bahasan, saya tidak menuliskannya disini. Saya pun menyetop dia bercerita dan kembali ke bab matematika, karena jika dia sudah bercerita mungkin sampai besok cerita itu tak akan selesai. Tapi saya salut atas kesadarannya terhadap makanan yang dilarang untuk dimakan oleh umat islam.

Anak-anak memang menakjubkan, memiliki rasa ingin tahu serta tingkat kesadaran yang tinggi itu baik daripada anak yang pasif dan tidak peduli. Tapi tetap, tugas kita sebagai orang yang lebih dewasa adalah mengarahkannya sesuai dengan ajaran agama, tidak boleh asal dan tidak boleh mengarang. Semoga kita yang sudah dewasa ini bisa mengajarkan yang baik dan sesuai dengan hukum ketetapan agama islam yang bersumber dari Al Qur'an dan hadits. Semoga kelak anak seperti ini bisa lebih baik menjalani hidup dan selalu berpedoman kepada Al Qur'an dan hadits. Aamiin.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Segitu dulu cerita kali ini. Terima kasih temans membaca artikel ini sampai akhir. Semoga bermanfaat.
Saya sangat ingin mendengar komentar temans setelah membaca. Silahkan, temans bebas berkomentar apa saja namun harap tetap menjaga kesopanan.
Sayang sekali komentar dengan subjek Anonymous akan terhapus otomatis, jadi mohon kesediaannya untuk memberi nama asli ya.
Terima kasih ^^.
Love, Lisa.