Merayakan Hari Kemenangan di Taiwan

"Ayy, lebaran besok kita pulang ato gimana?"
"Disini aja lebaran bu, belum setahun juga kita. Ayah mau ngerasain lebaran di Taiwan..."

BAIQLAH.

Jauh-jauh hari saya sudah membayangkan bagaimana hari-hari puasa di Taiwan, bagaimana juga sholat Idul Fitrinya, bagaimana persiapannya, apakah nanti bisa dijalani ato engga, ribet ato engga. Ditambah juga pikiran : wah berarti saya juga harus bisa bangun sendiri 2-3 jam sebelum waktu Subuh Taipei. Harus menyiapkan sendiri makanan dan sebagainya untuk dua bayi (si kecil Kia dan si besar Mas Husband). Bisa engga ya ngatur waktu, bisa engga ya ngurus rumah sendirian?


Baca juga : Ikut Suami Lanjut Sekolah di Taiwan? Siapa Takut!


Foto bersama Wakil Walikota Taipei dan Staf (tapi yang memakai kopiah entah siapa dia tiba-tiba ikut nongol di foto ha ha).

Kenyataannya SAYA BISA.

Walaupun hari-hari diwarnai dengan Kia yang rewel makan karena tumbuh gigi, mas husband yang manjanya jadi berkali-kali lipat saat dibangunkan sahur, dua jari tangan kiri yang tiba-tiba jadi abnormal karena alergi dan sakit sekali kalau sudah bertemu dengan irisan bawang atau perasan air jeruk nipis, lalu di hari-hari terakhir kami bertiga bersamaan kena influenza berat. TAPI saya bisa melewati bulan Ramadhan di negeri orang. Tentunya karena dukungan dari mas husband dan si kecil yang bisa kooperatif kalau dibilangi sesuatu, dan mereka berdua juga bisa jadi "amuser" sehari-hari saya. Semuanya terasa mudah, dan semoga tahun depan dapat menjalani ramadhan lagi disini, in sya allah.

Saya ingin sekali menulis tentang hari-hari ramadhan di Taipei tapi kali ini saya tak bisa berjanji. Biarlah kali ini terserah waktu dan jemari tangan yang menentukan, mohon jangan ditunggu. Tapi di artikel ini saya akan bercerita tentang Merayakan Hari Kemenangan di Taiwan. Boleh disimak sampai habis ya, monggo duduk yang manis dulu.


~oOo~


Kia yang sedang sakit pilek dan batuk, tidak bisa tidur nyenyak di malam hari raya. Sehingga pukul satu dini hari (waktu Taipei - Rabu 5 Juni 2019), saya pun ikut terbangun karenanya, padahal baru jam 11 saya bisa tidur. Jelas sudah, kalau Kia bangun, dia pasti rewel dan manja luar biasa. Kia bangun karena kesulitan bernafas dan sudah jadi tugas saya menenangkan dan meringankan beban lendir di jalur nafasnya.

Kia sudah aman dan bisa tidur nyenyak dua jam kemudian, saya mau tidur juga kok ya takut kebablasan. Lalu saya pun ngutak-atik sesuatu di dapur, satu jam kemudian jadilah Opor Ayam permintaan mas husband untuk dibawa saat sholat nanti. Dibawaaa???

Beberes-beberes-beberes, pukul enam pagi waktu Taipei saat matahari sudah bersinar terang, kemi keluar apartemen. Foto narsis dulu, walau bawa tripod tapi karena males ngeluarin dari dalam tas akhirnya minta bantuan sama stroller Kia. Beginilah hasilnya.

Kami tinggal di paling atas sebelah kiri.

Kami bertetangga dengan sahabat mas husband saat do'i ambil S2 double degree di ITS Surabaya dan NTUST (Taiwan Tech / Guólì Táiwān Kējì Dàxué / 國立臺灣科技大學). Namanya mas Saide. Yaaa, karena mas Saide inilah mas husband terpacu untuk mengejar S3 nya di NTUST lagi. Mas Saide kembali melanjutkan S3 di Taipei setelah menikah dan membawa serta istrinya, mbak Herza. Kalau temans sering pantau IG saya yang ini atau yang ini, maka disitu juga ada foto couple date kami.

Kami ber empat setengah bersama-sama pergi ke tempat dilaksanakannya Sholat Idul Fitri.

Tidak menyangka, ada banyak tempat pelaksanaan Sholat Ied di Taiwan, sekitar 23 tempat tersebar di penjuru kota di Taiwan. Di Taipei sendiri ada tiga tempat pelaksanaan Sholat Ied : Masjid Besar (Taipei Grand Mosque / Táiběi Qīngzhēn Dàsì / 臺北清真大寺), Masjid Kecil (Taipei Cultural Mosque / Táiběi Wénhuà Qīngzhēnsì / 台北文化清真寺) dan Taipei Main Station (Táiběi Chēzhàn / 台北車站).

Mas husband memutuskan untuk sholat di Taipei Main Station karena perkiraan yang mewadahi pelaksanaan Sholat Ied disana adalah dari organisasi PCINU Taiwan, jadi nanti jika ada khutbah pasti memakai Bahasa Indonesia. Sementara di masjid besar dan masjid kecil, menurut pengalaman do'i pas sholat Jum'at disana, khutbah Jum'at memakai Zhongwen atau bahasa penduduk Taiwan. Sementara mas Saide ikut keputusan mas husband, mungkin karena beliau dan istri sudah merasakan 2x sholat Ied disini..hihihi.

Dari apartemen kami naik bus 262 dan turun di seberang Taipei Main Station. Matahari yang bersinar terang membuat muka saya bercahaya dan setengah gosong. Ditambah pula hawa kota Taipei yang pengap tak ada angin segar yang lewat, bikin baju pula setengah basah karena keringat. Berbeda dengan Indonesia ya, walau mataharinya kuat bersinar tapi juga selalu ada angin segar yang menyertai. Ya begitulah.

Diseberang, terlihat jamaah wanita sedang mengantri untuk mendapat tempat sholat

Pelaksanaan Sholat Ied di Taipei Main Station ada tiga gelombang, pukul 06.30, 07.15 dan 08.00. Kami kira akan kebagian sholat di gelombang kedua, rupanya saat kami datang sholat belum dimulai. Kami berpisah untuk mencari shaf sholat, mas husband dan mas Saide menuju shaf sholat paling depan, lalu saya dan mbak Herza bertemu dengan dua orang anggota PCINU Taiwan. Karena saya kenal, beranilah saya bertanya bolehkah sholat di luar batas? Orang pertama yang berpakaian seragam seperti tentara--yang belakangan saya baru ingat kalau itu seragam BANSER NU--beliau berkata dengan sopan dan bahasa yang halus tapi tegas, bahwa tidak boleh sholat di luar batas dan bisa mengikuti sholat gelombang kedua.

Kami berdua langsung putar balik berjalan ke belakang--tetap kekeuh ikut sholat gelombang pertama dan mencari barangkali ada shaf yang kosong untuk kami berdua dan stroller si kecil. Kemudian saya berpapasan dengan seorang anggota PCINU Taiwan yang kebetulan juga kenal, saya kembali bertanya, mohon maaf pak apakah boleh saya sholat disini (luar batas)?. Beliau berfikir sebentar kemudian menjawab dengan cepat, boleh mbak monggo. Baik, saya dan mbak Herza langsung membeber koran dan sajadah, sementara si kecil saya taruh disamping. Alhamdulillah, si kecil anteng selama sholat berlangsung.

Jamaah wanita mayoritas penduduk Indonesia.

Saya tidak sempat mendengarkan khutbah secara khusu` lantaran beberapa jamaah wanita tidak sabar untuk berbicara dan ada yang terburu-buru meninggalkan tempat. Karena sedikit jamaah yang terburu-buru meninggalkan tempat membuat beberapa jama'ah wanita lain membereskan barang-barangnya dan ikut meninggalkan tempat. Terpaksa saya pun juga turut berberes-beres dan harus segera meninggalkan tempat, jika tidak saya bisa kena srudug.

Buru-buru pergi.

Saya pun jadi maklum, karena kebanyakan jama'ah wanita adalah para pekerja yang menjaga nenek jadi mereka tidak bisa meninggalkan neneknya lama-lama. Bahkan disini juga ada nenek yang ikut pembantunya. Sungguh pemandangan yang tak biasa buat saya.

Sungguh luar biasa nenek ini, rela berjemur demi menunggu si mbak Sholat Ied.

Yang memakai kursi roda ini pun juga nenek - nenek yang ikut si mbak Sholat Ied.

Aula Taipei Main Station adalah tujuan kami berikutnya. Hohoho, banyaknya penduduk Indonesia disini seakan-akan menyulap aula TMS menjadi aula terminal Purabaya, kalau kata mas husband : Ini aula mirip pasar Blok M aja. Saking banyaknya orang Indonesia, sampai-sampai penduduk lokal banyak yang mengabadikan dengan kamera mereka dan memberi caption "Welcome to the Southest Asia" dan sebagainya. Tak sedikit pula yang ikut melongo keheranan, mungkin pikir mereka hari ini kan bukan hari Minggu, kenapa ada banyak sekali orang Indonesia disini, hahaha.

Aula TMS dijadikan ajang berkumpul sanak saudara. Hampir semua orang disini memegang handphone untuk berkomunikasi dengan keluarga di Indonesia.

Tak jarang juga ada yang piknik disini.

Tak terkecuali kami ber empat setengah. Aula TMS ini didesain sangat nyaman dan sejuk (dibanding luar aula yang masya allah panasnya) sehingga membuat semua orang betah berlama-lama disini. Kami mendapat spot duduk yang nyaman dan bersih. Langsung lah kami membuka makanan yang dibawa dari rumah, yap, Opor Ayam!

Makan sambil ngobrol, ngobrol sambil makan. Kami berempat layaknya saudara jauh yang dipertemukan dalam mencari ilmu di Taiwan. Walau kami bertetangga, bukan berarti kami banyak ngobrolnya, tidak, kami saling menjaga privasi. Jadi, waktu yang seperti inilah waktu yang pas untuk mengobrol, dan ya, saking banyaknya obrolan sampai lupa ujung dan pangkal obrolannya apa.

Keluarga kecil NTUST di Yonghe.

Selang beberapa menit, ada rombongan orang lokal Taipei datang dengan kamera dan spanduknya yang datang menyapa dan menyalami orang-orang di aula. Beberapa bu-ibu berjilbab pun terlihat genit tak sabar minta foto dengan rombongan tersebut. Siapakah rombongan itu? Artis Taiwan?

Dan jawabannya adalah BUKAN.

Rombongan ini adalah rombongan orang-orang pemerintahan Taipei, yang saya dengar dari salah satu penerjemahnya bahwa bapak laki-laki berkemeja putih ini adalah Wakil Walikota Taipei. WOW.

Saat saya merekam pergerakan mereka dengan kamera #S7EdgeLisa , beliau yang berkemeja putih lantas menghampiri tempat duduk kami, rombongan pun turut serta mengikuti.

Wakil Walikota Taipei menyapa mas husband.

Beliau melihat Kia yang sedang tertidur dan bertanya pada mas husband yang sedang menggendong Kia. Beliau melontarkan beberapa pertanyaan dan diterjemahkan oleh seorang wanita paruh baya namun masih terlihat cantik yang selalu berada disampingnya. Pertanyaannya dimulai dari berapa umur Kia dan kamu sedang bekerja atau belajar. Mas husband yang sedikit banyak mengerti Zhongwen pun kadang ikut menjawab dengan bahasa serupa. Terakhir, para kru menyarankan untuk berfoto bersama sebelum Wakil Walikota Taipei beranjak ke tempat berikutnya.

Sesi wawancara, eh.

Saya salut terhadap pemerintah Taipei dan Taiwan yang sudah memfasilitasi kami penduduk Indonesia pada khususnya (sehingga bisa berkumpul dengan nyaman di aula TMS) dan sebagai umat muslim di Taipei pada umumnya (sehingga bisa menunaikan Sholat Idul Fitri dengan tenang dan tertib).

Waktu hampir berteriak "sudah siang woiy", mengingatkan kami bahwa ini bukanlah Weekend tapi hari Kamis, dan hari ini pun tidak libur seperti di Indonesia. Karena mas husband hari ini minta libur kerja, jadilah kami merencanakan untuk pergi ke dokter untuk memeriksa Kia sepulang dari sholat Ied, sementara mas Saide dan istri ada kesibukan di kampus. Jadilah kami berpisah sekitar pukul 10.

Dengan begitu usai sudah cerita hari kemenangan. Hari Kemenangan Idul Fitri sungguh hari yang menyenangkan. Tradisi sholat Ied pun tidak ketinggalan. Hanya saja berkumpul dengan sanak saudara lah yang berkurang. Namun semakin tambah jaman, semakin pula ke-modern-annya. Jarak tak dapat menghalangi untuk berkomunikasi. Sore harinya kami bergantian menelepon keluarga di Indonesia untuk meminta maaf dan meminta ke-ridhoan untuk menuntut ilmu.


~oOo~


Jadi, jika ditanya lagi, siapkah menghadapi ramadhan tahun depan jauh dari keluarga? Saya dengan lantang menjawab, IN SYA ALLAH SIAP. Entah dua, tiga, empat atau beberapa tahun mendatang hidup merantau di Taiwan, in sya allah saya siap menjalaninya, karena saya punya Allah; mas husband; dan Kia. Semoga Allah pun meridhoi.

Akhir kata saya ingin mengucapkan, Mohon Maaf Lahir dan Batin, banyak salah kata banyak kekhilafan yang saya dan kami perbuat, mohon kiranya dapat dimaafkan.

Sampai jumpa di artikel berikutnya ^^.

2 komentar

Segitu dulu cerita kali ini. Terima kasih temans membaca artikel ini sampai akhir. Semoga bermanfaat.
Saya sangat ingin mendengar komentar temans setelah membaca. Silahkan, temans bebas berkomentar apa saja namun harap tetap menjaga kesopanan.
Sayang sekali komentar dengan subjek Anonymous akan terhapus otomatis, jadi mohon kesediaannya untuk memberi nama asli ya.
Terima kasih ^^.
Love, Lisa.