Kemewahan?



"Aku suka kemewahan.."

Begitu statement mas husband saat jalan bareng KKAI (Keluarga Kecil Alam Istimewa) di salah satu mall elite di tengah kota Surabaya. Dia teringat saat kami iseng jalan berdua (Baby Kia masih sekolah di NICU) untuk mencari bantal khusus Kia yang nantinya akan diletakkan di rumah sepulangnya Kia dari NICU. Kami berkeliling mencari bantal khusus tersebut di ACE Hardware dan Informa East Coast Mall. Kebetulan saat itu tanggal 31 Desember tahun kemarin, kami berkeliling begitu lama hingga tak sadar waktu semakin malam dan mall semakin ramai, membuat kami terjebak dalam mall karena kawasan perumahan elite yang menjadi pintu masuk mall ditutup polisi. Tidak terasa waktu cepat berjalan karena mas husband dan saya asyik melihat berbagai properti mewah disana. Pilihan sight-seeing nya mewah ya, karena ya itu tadi, mas husband suka kemewahan. 

Suka kemewahan tadi akhirnya menular ke saya. Mau ngga mau ya, kami tinggal serumah, bertukar inspirasi dan berdiskusi setiap hari, berbagi pendapatpun tiap waktu, otomatis kami saling menulari sifat dan sikap masing-masing. 

Menjadi istri sekaligus ibu yang kesehariannya selalu berada dalam rumah, awalnya membuat saya stress dan hampir tidak waras. Mengapa, begitu seringnya saya keluar rumah untuk berkegiatan, menimba ilmu pengalaman lapangan dan menjelajah tempat baru (sendiri maupun beramai-ramai) pada saat masih single membuat saya jarang sekali berada di rumah. Terus terang jaman dulu saya selalu merasa bosan di rumah. Namun kehidupan saya kini, berubah 180 derajat. Dari semula begitu luas kemudian menjadi sempit bergerak. Anehnya kini, karena ada Kia, saya jadi kurang menyukai yang namanya bepergian keluar rumah dalam waktu yang lama. 

Beruntung mas husband adalah seorang “manusia hebat”, yang memiliki wawasan luas dan kemampuan yang patut ditepuktangani sepanjang hari, yang menulari wawasannya yang berbeda setiap hari sehingga kebosanan saya sedikit berkurang. Mas husband ini juga membuka wawasan saya tentang topik studi yang dia dalami, Sistem dan Teknologi Informasi, sehingga saya yang cenderung tradisional ini (kurang menyukai narsisme lewat foto selfie dan memainkan sosial media) berubah sedikit demi sedikit menjadi semi modern dan belajar menyukai apa yang tidak saya sukai tersebut (semoga tidak menjadi keranjingan yang berlebihan ya). 

Ya harus belajar, orang sekarang cuma di rumah, pegangannya selain peralatan bayi, setrika dan kompor, juga cuma smartphone dan laptop. 

Kalau “DONE” atau “TIRED” dengan tugas rumah, saya langsung lari ke smartphone atau laptop. Belajar, bermain dan belanja. Hahaha, itulah aktifitas saya ketika sedang menghadap layar smartphone. 

Kembali ke statement kemewahan tadi, otomatis saya tertular sifat kemewahan mas husband. Selera akan barang menjadi lebih tinggi dari sebelumnya. Untungnya, walau selera meningkat, saya tetap suka barang diskonan hihi. Namanya juga sudah jadi bu-ibu ya, kudu semakin selektif kalau pilih kualitas dan harga. Kadang nih saking sukanya lihat barang diskonan yang ada di E-commerce, sampai suka bandingin mana yang murah tapi berkualitas mana yang tidak, kalau kepo nya tidak sampai detail dan memuaskan, dijamin saya belum bisa membeli barang tersebut.

Entah bagaimana, suka kemewahan tadi berubah menjadi gemar mengoleksi. Ya, ketika saya memiliki barang yang berharga yang merupakan pemberian dari orang tercinta, saya akan mendandani dan menjaganya sebaik mungkin. Dari mendandani inilah saya kemudian menjadi hobi mengoleksi, entah pernak-perniknya entah aksesorisnya.

Saya teringat saat saya dibelikan motor Vario oleh Ibu, karena STNK dan BPKB semua atas nama saya otomatis semua hal tentang motor tersebut adalah menjadi tanggung jawab saya. Saya selalu membelikan Pertamax 98 (kala itu--sekarang Pertamax Turbo) ketika bensinnya habis. Saya rajin servis dan mencuci motor saya. Saya belikan spare part yang bagus (dan sesuai dengan kantong mahasiswa saya). Saya juga strik kalau sudah menyangkut keamanan motor. Apapun akan saya lakukan untuk menjaga motor Vario tersebut.

Kemudian saya juga dibelikan handphone Sony Ericsson T707 berwarna pink lilac sebagai kado ulang tahun yang kala itu baru release di tahun 2009. Saya juga dibelikan laptop Samsung tahun 2010 berwarna pink candy sebagai keperluan perkuliahan. Dan flashback jauh kebelakang, saya pernah dibelikan pigura cantik nan unik berwarna pink berbentuk hati oleh Bapak disalah satu mall di Surabaya. Ketiga barang tersebut saya perlakukan dengan baik, saya belikan aksesorisnya, saya buat sendiri pernak-perniknya. Dan alhamdulillah semuanya masih berfungsi dengan baik dengan fisik yang utuh hingga sekarang.

Tahun lalu, saya menyentil mas husband untuk memperbaiki Samsung S7 Edge yang tergeletak mati dilaci kamarnya. Bayangkan, di tahun 2017 ada S7 Edge nganggur di kamar. Kemudian mas husband berupaya sejadi-jadinya agar S7 Edge ini hidup dan berfungsi. Tiga minggu lamanya membuat S7 Edge menjadi berfungsi dengan baik. Dan S7 Edge ini diberikan untuk saya. Uhuiyy, handphone baru.

Kemewahan lagi, iya. Kemewahan mendapat smartphone yang saat itu harganya mencapai 11juta. Kebiasaan "open-primpen-ngramut" saya kembali lagi. Open Primpen dan Ngramut dalam bahasa Jawa berarti menjaga sebaik mungkin. Iya dong harus dijaga sebaik mungkin. E bigimana...

Mulailah ada keinginan membuat S7 Edge hitam ini berubah tampilan menjadi warna kesukaan saya : Pink. Ada 3 baju untuk S7 Edge. 1 baju bawaan asli S7 Edge, yakni Original LED View Cover berwarna hitam klasik. Dan 2 baju tambahan berupa 2 softcase. Salah satu softcase kembaran sama mas husband yang desainnya saya buat sendiri.



Baca juga : Happy Anniversary



Kebetulan softcase punya mas husband sudah ada dua baret pecah, jadi saya berpikir untuk ganti dengan yang baru. Bosan dengan softcase, saya cari hardcase yang bisa dijadikan kembaran, S7 Edge punya saya dan Z5 Compact punya mas husband. Lagi-lagi saya ngga bisa ngga kembaran sama mas husband. Cari cari cari, saya dapat S7 Edge Hardcase dengan bumper dan back mirror, semuanya berwarna Rose Gold. Kesampaian deh punya gadget dengan tampilan Rose Gold. Sementara punya mas husband proses pencarian hingga mendapat barangnya butuh hampir sebulan lamanya. Smartphone Sony ya, elite nan mahal, sampai-sampai hardcasenya pun susah dicari.

Oke, kemewahanpun sudah didapat. Seperti ini.










Akhir kata, tabik.

Note : Artikel ini memang sangat tidak penting. Namanya juga opini, jadi saya mengeluarkan apa yang ada dikepala saya. Maafkanlah...



Tidak ada komentar

Posting Komentar

Segitu dulu cerita kali ini. Terima kasih temans membaca artikel ini sampai akhir. Semoga bermanfaat.
Saya sangat ingin mendengar komentar temans setelah membaca. Silahkan, temans bebas berkomentar apa saja namun harap tetap menjaga kesopanan.
Sayang sekali komentar dengan subjek Anonymous akan terhapus otomatis, jadi mohon kesediaannya untuk memberi nama asli ya.
Terima kasih ^^.
Love, Lisa.