Ketika Nelayan Greges Tidak Berhenti Berharap...

Sabtu pagi, saya mengunjungi salah seorang yang istimewa dalam hidup saya. Jika ditanya, mengapa istimewa? Karena beliau telah membangkitkan salah satu potensi saya. Seperti yang sudah pernah saya ceritakan pada salah satu artikel diblog ini, potensi saya tergali karena adanya kesempatan dilirik orang. Kesempatan yang tidak saya dapatkan ketika mengenyam pendidikan di kampus. Ya, kesempatan untuk langsung terjun di lapangan, seorang diri.



Perempuan, tak menghalangi niat saya untuk belajar pada beliau. Karena ya itu tadi, belajar hanya di kampus, saya rasa itu saja tidak cukup. Hanya berbekal lillahi ta'ala, tiap dibutuhkan saya siap "nyebrang" ke tengah laut untuk meninjau ikan kerapu cantang yang beliau pelihara. Tiap dikatai, kamu kok mau-maunya, kamu kok berani-beraninya, yang dipikiran saya cuma lillahi ta'ala, membantu orang. Yang saya pikirkan adalah untuk tidak mengecewakan orang yang percaya penuh pada saya. Sesuatu yang sangat mahal.




Tiga tahun terlewati, tak terdengar kabar, beliau memiliki usaha lain, usaha yang tidak jauh-jauh dari laut. Berniat silaturrahmi sekaligus meliput kegiatan nelayan (untuk sebuah majalah perikanan), saya dan suami datang mengunjungi tempat yang berjarak sekitar 15 hingga 20 kilometer dari rumah saya.

Beliau adalah Bapak Toha, seorang penggagas dan penggerak sekaligus ketua kelompok nelayan Greges, yang juga menjadi pelatih lapangan saya ketika terjun belajar mengenai mangrove.

Ketika ditemui, beliau sedang bersantai bersama keluarga, melepas penat usai melaut menjaring ikan dimalam hari. Awal perjumpaan terasa kikuk, namun ketika beliau memanggil saya seperti biasa dengan panggilan "wek", suasana jadi mencair. Wek kepanjangannya "cewek", panggilan saya saat mendampingi beliau dulu. Dipanggil begitu karena ketika itu saya merupakan perempuan satu-satunya.

Kami berdialog, saling menanyakan kabar dan aktivitas. Kemudian Pak Toha bercerita tentang kegiatannya. Selain menjaring ikan, nelayan Greges juga mendirikan cager dan rumpon. Ibarat investasi, hasil dari rumpon dan cager yang dipanen setiap 1,5 – 2 bulan mampu mengimbangi hasil tangkapan di laut yang tak menentu. Tak banyak basa-basi, beliau langsung mengajak kami untuk naik kapalnya dan melihat bagaimana bentuk cager dan rumpon.

Pak Toha, kapal fibernya dan cager

Temans ada yang sudah tahu tentang cager dan rumpon?

Pada dasarnya rumpon dan cager memiliki bahan yang sama, yakni bambu; waring dan jaring. Perbedaannya ada di bentuk, cara kerja dan bahan tambahannya. Temans ingin tau lebih jauh? Kali aja bisa dibuat referensi usaha (asal usaha kalian nantinya tidak mematikan usaha nelayan kecil kayak Pak Toha lho ya).

Bisa dibilang rumpon merupakan alat tangkap sekaligus wadah budidaya, menangkap dan memenjarakan ikan (terdengar sadis ya, tapi dipenjara ini, ikan tumbuh dan bisa gemuk lho). Rumpon memiliki misi yang panjang kedepannya. Rumpon dibuat dari bambu yang dirangkai menjadi berbentuk tabung, ada juga yang berbentuk hati, semua bentuknya tidak memiliki atap ataupun alas. Diameter rumpon bisa mencapai lima meter, dengan tinggi dua hingga tiga meter. Rumpon yang sudah siap, ditancapkan sedalam satu meter keperairan yang memiliki kekuatan arus sedikit lebih rendah daripada cager. Dasar rumpon diberi benda-benda plastik yang tidak terpakai seperti ban kendaraan, jirigen dll., gunanya sebagai habitat buatan untuk ikan nantinya.

Ikan yang terperangkap dirumpon saat air pasang tidak bisa keluar dengan mudah. Dasar rumpon yang dipenuhi lumut dan kawan-kawan menjadi habitat ikan. Ikan tumbuh dan berkembang dalam rumpon, sembari mengambil makanan dari plankton dan ikan-ikan kecil yang bebas berkeliaran diperairan (dengan begitu ikan akan tumbuh dan jadi gemuk). Menurut Pak Toha, nelayan dapat membuat sekitar 10 rumpon yang disebar berjauhan.

Cager disini hanya berfungsi untuk menjaring ikan. Ikan yang berenang terbawa arus ke daratan saat pasang dan ikan yang terbawa arus ke laut ketika air surut terjaring dicager. Selain beberapa jenis ikan yang terjaring, terdapat kepiting; rajungan; udang dan kerang-kerangan yang ikut terjaring karena terbawa arus. Oleh sebab itu cager diletakkan dengan posisi menghadang arus.

Cager dibuat dari bambu dan waring yang disusun berjajar memanjang menyerupai pagar. Bambu yang disusun memiliki jarak satu meter, dan ditiap beberapa bambu diselipkan bubu yang nantinya diletakkan ditikungan (eh ada tikungan). Bubu adalah anyaman bambu yang dibuat berbentuk hati (lhooo) yang memiliki pintu masuk (namun tidak ada pintu keluar, eh) sehingga ikan; udang maupun kepiting tidak bisa dengan mudah keluar.

Jika rumpon membutuhkan benda-benda plastik sebagai dasar atau alasnya yang juga berfungsi sebagai habitat ikan, maka cager membutuhkan kumpulan lumpur yang padat sebagai dasar tegakannya. Dengan kata lain butuh lumpur yang dikeruk meninggi sebagai pondasi dasar cager. Tinggi cager dibuat sekitar dua meter dan panjangnya bisa mencapai ratusan meter tergantung dari pembuat cager. Oleh sebabnya, cager dibagi menjadi dua, cager perorangan dan cager kelompok. Semakin banyak anggota dalam satu kelompok, maka semakin panjang cager yang dibuat.

Bagaimana dengan hasil tangkapannya? Bagaimana bisa cager dan rumpon diibaratkan sebagai investasi, sumber pemasukan disamping hasil menangkap ikan?

"Rumpon dapat dipanen sekitar 1,5 hingga 2 bulan setelah peletakkan rumpon, sekali panen mendapat kurang lebih 35 kg. Sementara cager dipanen 2 bulan setelah peletakkan, hasil penjualan dari tangkapan cager lebih beragam ketimbang hasil dari rumpon, dan hasilnya lebih banyak dari rumpon. Apalagi jika cager kelompok dipanen, hasil penjualannya bisa mencapai gaji UMR di Surabaya, wek. Tapi ya gitu, hasilnya harus dibagi perorangnya", jelas Pak Toha.

Pak Toha membelokkan kapal fibernya ke arah daratan, pulang - karena matahari sudah mentereng diatas kepala, dan melewati cager kelompok yang panjangnya hampir 300 meter. WOW.



Rumpon maupun cager bisa dinilai tergantung dalam satu kondisi : pembersihan dari hama dan sampah. Lumut dan trintip hidup menempel dan dapat merebak bagai jamur ketika berbagai jenis sampah tersangkut di rumpon dan cager. Jika rumpon dan cager kotor, maka hasil tangkapanpun tidak akan sebaik dan sebanyak rumpon dan cager yang bersih. Mengapa? Karena hama dan sampah ini dapat menyebabkan ikan yang semula ingin tumbuh gemuk menjadi sakit, kurus bahkan membusuk. Nilai jualpun akan menurun.

Begitu besar harapan nelayan di utara Surabaya ini, tantangan demi tantangan harus dihadapi demi mendapat penghasilan dari hasil melautnya. Berkurangnya hasil tangkapan akibat menyempitnya Teluk Lamong, tidak menyurutkan usaha mereka untuk bertahan hidup. Mereka tak pernah berhenti berharap serta berusaha untuk tetap terus hidup dilingkungan Greges.

Kami, terutama saya, pulang membawa informasi, ilmu serta wawasan. Tiada lain dan tiada bukan karena belajar dari orang yang lebih ahli.



õOõ



Artikel ini merupakan ringkasan dari tulisan saya yang dimuat dalam Majalah Trobos Aqua edisi 61, tahun VI, Juni-Juli 2017.




Harapan ditulisnya artikel ini didua tempat (Majalah Trobos Aqua dan blog limaura.com) adalah agar beberapa orang penting melirik geliat usaha yang dilakukan oleh nelayan tradisional seperti Pak Toha. Dan semoga kedepannya, Pak Toha serta teman-teman nelayan memperoleh kesejahteraan.

25 komentar

  1. hay ka lisa limaudi.R/limaura
    slamat pagi,pagi ini cerah ya.
    asik ya target blognya sangat aku senangi.
    Slamat berteman ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kunjungannya.
      Selamat berteman juga ^^

      Hapus
  2. Ada banyak hal yang aku dapat dari tulisan ini. Ada istilah-istilah dalam dunia nelayan yang baru aku dengar sekarang dan angguk-angguk saat mengetahui artinya. Terlepas dari itu, aku ikutan berharap nelayan di sana terus melaju dan nggak pernah berhenti. Amiiin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harapan terbesar saya juga begitu mas. Terima kasii suda berkunjung ^^

      Hapus
  3. Wahh terkait cager dan rumpon ini sering banget aku jumpai di kampung nelayan di tempat saya tinggal, lebih banyak digunakan sebagai budidaya sih. Aku cuma penasaran untuk setiap cager dan rumpon yang dipasang itu apakah ada kepemilikannya tidak ya, seperti tanah atau bangunan di daratan atau siapapun bisa memasangnya tanpa terikat pada suatu surat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau cager dan rumpon ada pemiliknya mas, biasanya perorangan atau kelompok. Nah kalau tentang perairan yang dipasangi, kan milik negara ya, sejauh yang saya tau ngga perlu surat untuk mendirikan cager atau rumpon. Mungkin disetiap tempat aturannya berbeda ^^

      Hapus
  4. Terima kasih untuk tulisan tentang keuletan Pak Toha dan nelayan2 Greges yang sangat menginspirasi ini.. salam sukses semuanya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih juga mbak Mechta sudi mampir ke blog saya ^^

      Hapus
  5. Aku jadi tau sekarang mengenai cager dan rumpon. Aku jujur baru tau istilah ini. Pak Toha benar2 inspire

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pak Toha memang jempolan mbak ^^.
      Anyway terima kasih suda berkunjung ya ^^

      Hapus
  6. Wahh baru tau mengenai istilah rumpon dan cager ini mba… Banyak juga ya sekali panen dari rumpon ini bisa mencapai 35 kg. Semoga para nelayan Greges terus semangat yaa mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak ^^. Terima kasi suda berkunjung yaa ^^

      Hapus
  7. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  9. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  11. Wah, ilmu baru buat saya nih mbak. Sebelumnya saya nggak tahu apa itu cager dan rumpon. Baca ini jadi lebih melek soal hal apa saja yang ada di alam nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasiii suda berkunjung mbak, semoga ada manfaatnya tulisan saya ^^

      Hapus
  12. Mbak kamu keren mau terjun langsung begini, aku salut lho, jadi bisa nambah pengalaman ya. dan aku baru tau istilah cager dan rumpon.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buat saya tantangan mbak hehe, kerjanya anak perikanan ya begini sebenernya, langsung terjun ke lapangan ^^. Terima kasii suda berkunjung mbak Radiani ^^

      Hapus
  13. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  14. saya baru pertama kali mendengar kata cager dan rumpon ini. Semoga para nelayan ini selalu diberi kesehatan agar lebih giat bekerja dan mendapat kesejahteraan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga nelayan Indonesia sukses sukses ^^. Terima kasi suda berkunjung mbak Ira ^^

      Hapus
  15. panjang banget ya mbak itu rumponnya. saya pikir selama ini nelayan itu cuma yang pergi ke laut tengah malam trus nyari ikannya pakai jala gitu ternyata ada yang pakai sistem kayak gini juga yaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biasanya kalau ke laut hanya menjaring, kadang ngga tentu hasilnya mbak, karena faktor cuaca terutama. Tapi kalau pakai cager dan rumpon hasilnya sudah pasti dan langsung bisa dibawa pulang ^^.

      Hapus

Segitu dulu cerita kali ini. Terima kasih temans membaca artikel ini sampai akhir. Semoga bermanfaat.
Saya sangat ingin mendengar komentar temans setelah membaca. Silahkan, temans bebas berkomentar apa saja namun harap tetap menjaga kesopanan.
Sayang sekali komentar dengan subjek Anonymous akan terhapus otomatis, jadi mohon kesediaannya untuk memberi nama asli ya.
Terima kasih ^^.
Love, Lisa.