Pito's Wedding Story part 2

Satu minggu kemudian, resepsi pernikahan "yang kedua" digelar di Malang, tepatnya di hotel Solaris Singosari, Malang. Aku tidak langsung bercerita pada hari H nya ya, tapi aku akan memulai cerita pada behind the scene nya. Masih mau dengar kan...? Duduk manis dulu ya, dan jangan lupa siapkan senyum kamu sembari membetulkan posisi duduk terbaikmu ^^. Here we go...

H-1 Wedding at Solaris Hotel
Aku dan adik tiba di rumah bu Cicik dan om Agus sekitar pukul 11 siang. Kebetulan dirumah ada bude Anik dan Ayu. Wah,, kalau ada dua chef ini sudah dipastikan akan ada makan besar disini. Ketambahan Asri pula, wes sipp kelas berat semua ini, maksudnya masakannya yang berat lho ya hehehe.

Benar juga bakal ada makan besar, rencananya bude akan memasak soto daging yang diberi kecambah untuk makan malam nanti dan besok pagi. Dalam hati bertanya-tanya, kenapa dikasih kecambah, bude? Kalau di Surabaya, soto dikasih gubis. Dan ternyata jawaban beliau adalah karena ini soto klasik asli Malang sodara sodaraa, huahahaha. Lalu untuk makan siang, Ayu buat tempe kacang goreng khas bikinannya, sesuai permintaanku #asyeeekkk. Asri ngulek sambal terasi. Lalu aku dan bu Cicik...bagian ngincip-incipnya huehehehe.

Marilah kita skip cerita.
Pada jam sembilan malam teng, kami bersembilan (Ibu; Bapak; bu Cicik; om Agus; bude Atin; Ayu; Asri; Nuril dan aku) dengan dua mobil menuju ke hotel Solaris untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Sebelum ke hotel, kami menjemput mbak Ita terlebih dulu. Mbak Ita juga termasuk sepupu tertua aku, beliau dipasrahi bu Cicik sebagai penanggung jawab alat-alat dan makanan di joglo luar.

Sesampainya disana kami membagi tugas. Kebanyakannya untuk mempersiapkan peralatan makanan di area joglo luar sih, karena area joglo merupakan area makanan tambahan sebagai cadangan -- agar nantinya para hadirin dan tamu bisa menikmati makanan ringan yang lebih memanjakan lidah. Ada bakso Malang, tahu campur, siomay, salad dan es campur. Hmmm, tomorrow will be great.

Buramnya foto bukan karena kesalahan pada layar anda, melainkan karena keletihan si pemegang kamera
Mengangkat rak piring dan mangkok, membersihkan piring dan mangkok, menata tissue sendok dan garpu, mendiskusikan bagaimana jalannya makanan saat acara besok, menata letak meja buffet dan kursi,, semua itu dilakukan hingga tidak terasa waktu menunjukkan pukul 11 malam.


Kami tidak sendiri, disini juga ada petugas dari hotel yang sedang menata piring dan mangkok untuk besok. Saat kami baru datang pun, juga ada pesuruh hotel yang sedang menata red carpet, meja yang digunakan untuk penerima tamu dan menyelesaikan dekorasi resepsi di keseluruhan ruang hotel yang dipakai untuk resepsi Pito dan Wulan. Semuanya terlihat bersemangat untuk acara besok ^^.

Hahaha
Masih muda, tidak pernah tidak semangat ^^
Aku suka banget sama dekorasi pelaminannya. Dekorasi pelaminan dibuat atas ide dan permintaan bu Cicik. Permainan warna antara warna bunga, warna gorden dan putihnya tempat duduk mempelai dan orang tua serta tatanan mahkota bunga pada paling atas pelaminan merupakan rancangan dan ide bu Cicik. Kata bu Cicik, "Ini desain kuno tapi sama pembuat bunganya dibuat jadi model masa kini dan modern agar tidak terkesan jadul". Ini dia pelaminannya.

Masih 70% jadi
Setelah dirasa semua sudah siap dan bisa ditinggal, tepat pukul 12 lebih 37 menit kami bertolak dari hotel menuju rumah. Sama seperti di awal, kami mengantar mbak Ita pulang sampai kerumahnya.

Bisa dibayangkan ya, perjuangan bu Cicik dan om Agus begitu dahsyat untuk mewujudkan resepsi anaknya yang begitu apik dan elegant. Kantong mata bu Cicik yang menebal dan mata om Agus yang memerah menandakan keletihan mereka. Tidak terkecuali semua raut wajah Ibu, Bapak dan bude Atin. Aku salut dengan beliau-beliau ^^.

At The Day, Gold
Kami para ladies berangkat menuju hotel sekitar pukul setengah 7 pagi. Acaranya dimulai pukul satu siang, namun harus berangkat pagi-pagi sekali untuk mengantri di make up. Sementara untuk para pria siap-siap dua atau satu jam sebelum pukul 1 siang pun tak masalah karena persiapannya tak se-ribet wanita haha. Para pria hanya pakai jas, pakai sepatu plus rambut disisir rapi, sudah oke. Lha wanita? Perjuangannya untuk melukis wajah, me-nge-pas-kan dress yang dipakai saja sudah memakan banyak waktu. Belum lagi yang berjilbab harus di bulet-bulletin jilbabnya biar kece. Lalu yang ga berjilbab, rambutnya harus di hair do dulu sama penata riasnya. Wanita itu emang rempong ya.

Benar juga, saat kami datang ruang rias masih sepi. Penata riasnya serius tapi santai dalam me make up kami. Beberapa menit kemudian, ladies dari keluarga Malang dan Japanan berdatangan, membuat ruang make up ramai riang sekaligus sesak ha ha. Penata rias merias ibu mantennya terlebih dahulu, setelah itu merias among tamunya, kemudian yang lainnya secara bergiliran. Untuk mantennya, dirias di ruangan lain di lantai dasar.
Kalau sama dia selalu ajakannya, "Ayo ca, selfie syek!". Btw, aku yang mana haiyoo xixixi
Sembari menunggu satu persatu para ladies di make up, kami bersantai di depan joglo.


Sisanya, berfoto di depan pintu masuk aula.




Susah juga punya kaki ga bisa diam. Bawaannya pingin jalan melulu, padahal ya pake wedges cantik yang ga mengharuskan si pemakai berjalan lama lho. Tetep aja ga bisa menghalangi maksud hati ingin meng-explore tiap-tiap sudut tempat.
Sudah siap!
Alhasil aku main ke tempat mantennya dirias deh. Si Pito sedang berdiri sambil memandang hapenya di depan kamar ketika aku baru datang. "Masuko ca", kata dia setelah tau aku datang, seolah-olah dia tau apa yang akan aku tanyakan, padahal aku belum bilang apa-apa cuma nyengir doang. Eumh eumh. Main-main ke kamar pengantin, kalau Asri ada disini, pasti dia uda curi-curi bunga melati yang dipakai si pengantin deh. Sempet-sempetin deh selfie sama Wulan xixixi.


Menurut pendapat para ladies di ruang rias tadi : manten perempuannya bisa tersenyum lebar hari ini, jika dibandingkan pas di Lamongan minggu kemarin dia ga bisa senyum--senyumannya terpaksa. Dan aku pun membahas ini sama Wulan, ternyata waktu acara di Lamongan, dia ga cocok sama penata rias dan riasannya. Ga salah deh kalau salah satu penata rias nya mengeluh ke kami semua, begini ancaman yang dilontarkan Wulan pada penata riasnya, "Pokoke lek make up e ketebelen, terus mukaku diapak-apakno, tak uculi, tak copoti kabeh iki". Wkwkwkwk kamu emang metal, lan! Kamu bikin ibu kepala penata riasnya bingung dan  geleng-geleng sambil berkata, "Iki kuwi sing manten sopo. Kok manten ambek among tamune, ayuan among tamune". Wkwkwk xD.

Lima jam pun terlewati, tamu undangan mulai berdatangan. Kami semua mulai bersiap untuk prosesi awal.


Mempelai pria dan wanita yang diikuti oleh keluarga mempelai wanita menaiki anak tangga menuju aula. Sementara keluarga mempelai pria berbaris rapi berhadap-hadapan (sesepuh berdiri paling dekat dengan tangga, sementara yang termuda berdiri dekat dengan pintu masuk aula). Kemudian keluarga mempelai pria mengikuti kedua mempelai masuk ke aula. Musik gamelan jawa khas kemantenan disertai arahan dari mas Ivan (selaku MC) mengiringi langkah kaki rombongan mempelai hingga kedua mempelai dan orang tua mereka duduk diatas pelaminan. Setelah mempelai dan orang tua mereka duduk diatas pelaminan, kami iring-iringan membubarkan diri untuk bertugas ditempat yang sudah ditentukan. Aku dan kelima saudara sepupu termuda langsung cus ke lantai dasar dan berjaga dibalik meja penerima tamu.

Singkat cerita, selama hampir satu jam lebih kami menerima tamu; memandu tamu undangan untuk mengisi buku tamu dan memberikan sebuah kartu yang nantinya dapat ditukar dengan souvenir di pintu keluar, sebelum kami semua dipanggil ke aula untuk ikut berpartisipasi pada acara lempar bunga manten.

Baca juga ya : Cuplikan Scene, Lemparan Bunga dari Manten

Setelah acara lempar bunga, kami kembali bertugas menerima tamu hingga menjelang ashar dan sampai para tamunya habis. Lelah badan hayati, bang #ngeeekkk.

There Is Family Story Between Wedding Story
Yes, indeed!
Kedekatan keluarga memang makin terasa ketika ada sebuah acara besar nan penting yang menyatukan seluruh lapisan keluarga seperti contoh sebuah acara pernikahan. Dan bahkan kita tidak akan bisa menilai seberapa besar, akrab dan hangatnya keluarga besar kita sebelum merasakan kebersamaan walau hanya berlangsung singkat. Ya kan?

Kekompakan kami menunjukkan betapa besarnya keluarga Malang, Japanan dan Surabaya. Kekompakan kami diwujudkan secara gamblang walau nampaknya terlihat sepele : keseragaman kostum yang kami kenakan. Warna dominan emas untuk para ladies dan jas hitam untuk para pria.






Alhamdulillah, keseluruhan acara berjalan dengan baik, lancar dan tidak ada kurang satu apapun yang bisa menghambat acara.
Baik, sampai disini dulu ya. Terima kasih sudah membaca cerita Pito's Wedding Story dari awal hingga akhir ^^.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Segitu dulu cerita kali ini. Terima kasih temans membaca artikel ini sampai akhir. Semoga bermanfaat.
Saya sangat ingin mendengar komentar temans setelah membaca. Silahkan, temans bebas berkomentar apa saja namun harap tetap menjaga kesopanan.
Sayang sekali komentar dengan subjek Anonymous akan terhapus otomatis, jadi mohon kesediaannya untuk memberi nama asli ya.
Terima kasih ^^.
Love, Lisa.