Preklampsia dan Kia (part 3)

Inilah pengalaman pertama berada dimeja operasi. Sendiri dan tidak ditemani suami. Hanya berbekal doa dan bernafas.



Memasuki ruangan operasi membuat hati sedikit berdebar. Ditambah saya tidak diberi kesempatan bertemu mas husband yang saat itu juga berada di pintu ruang operasi berbincang dengan salah satu paramedis pria yang memakai baju operasi, sebelum masuk ke ruang operasi. Ya itu tadi, hanya berbekal doa dan bernafas, karena dari bahu ke kaki tidak bisa digerakkan karena suntikan obat bius di tulang punggung.

Sepanjang operasi, hanya rasa sesak yang saya rasakan. Mencoba calm namun susah sekali. Pandanganpun sedikit kabur dan saya putuskan untuk merem melek tidur noleh ke kanan dan ke kiri. Lalu terdengar dokter senior (yang tadi menyuntik bius saya) bicara, "Ibu ini tekanan darahnya tinggi, mungkin pas masuk dia cemas...". Saya menoleh ke beliau dan hanya pandangan kabur yang terlihat, tidak nampak wajah beliau selain merasakan bahwa beliau berumur sama seperti Ibu saya.

Tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi, tidak keras, namun terdengar dia bersuara kuat. Alhamdulillahirobbil 'alamiin. Welcome separuh jiwa Ibu..

Operasi selesai dan saya dipindahkan ke ruang transit. Langit-langit ruangan kembali menjadi tujuan saya memandang. Saya kedinginan. Seorang paramedis (yang belakangan saya ketahui adalah dokter bagian anestesi) menyuntik paha kiri saya. Saya tidak merasa sakit akibat obat biusnya.

Tak lama seorang perawat memindahkan saya ke ruang paviliun pasca secar yang dalam tiga hari kemudian menjadi tempat pemulihan tubuh. Ruangan yang bagus dan privat. Mas husband yang mengurus semua, memutuskan setiap pilihan-pilihan, seorang diri, sangat bersyukur dia ada disamping saya. Dia memang paling jempolan.


NICU

Hari Senin saya mulai dapat berjalan walau sedikit tertatih. Saya kira saat ini saya begitu manja karena masih belum bisa mengatasi rasa sakit pasca secar. Namun semangat untuk menemui si kecil di ruang NICU membuat badan saya tidak ingin merasakan sakitnya.

Di ruang NICU, hanya saya yang boleh masuk dan menjenguk si kecil. Perawat mengajarkan memerah ASI agar ketika si kecil sudah bisa mengecap, akan diberikan ASI saya. Setelah belajar memerah ASI, saya menemui si kecil.

Memang sangat kecil bayi saya, beratnya hanya 1,039 kilogram. Bayi terkecil di NICU dengan banyak alat bantu hidup yang terpasang ditubuhnya. Seharusnya dalam tujuh bulan ini si kecil memiliki berat diatas 1,5 kilogram, namun karena PEB yang saya derita membuat dia kekurangan nutrisi sehingga memiliki berat rendah.

Saya tidak bisa berpikir apa-apa selain berharap si kecil dapat bertahan dan dapat melanjutkan hidup. Dari balik inkubator, saya hanya bisa memandang. Malam Senin saya pulang tanpa membawa si kecil. Jangan ditanya perasaan saya saat itu...

Dua hari setelah saya pulang, kami ditelpon dan diberi tau bahwa si kecil sudah mau dan bisa minum ASI. Alhamdulillah..

Setiap hari mas husband mengantarkan ASI yang saya pompa dari rumah. Setelah dipompa, ASI saya masukkan dalam botol. Dan botol tersebut wajib dimasukkan dalam kulkas agar ASI tidak cepat rusak.

Dokter Monique selaku dokter anak menyarankan agar saya setiap hari menjenguk si kecil dan intens melakukan sentuhan. Dan setiap hari saya menjenguk si kecil. Mengajak bicara si kecil dari balik inkubator dan menyentuh dia. Dalam hati, saya lega dan tidak merasakan kasihan pada dia seperti para keluarga ketika memandangnya, karena saya yakin si kecil akan survive.


Tercetuslah nama Kiasatina Andini Alamsyah

Berunding dengan mas husband tentang nama bayi, masa' di NICU seringnya dipanggil "bayi nyonya Lisa". Saya ingin memberi nama si kecil dengan nama depan Catia, bahasa Yunani yang berarti perempuan. Namun mas husband kurang setuju, dia mengajukan beberapa nama. Dua hari kami membicarakan nama bayi, akhirnya tercetuslah nama Kiasatina Andini Alamsyah. Kiasatina dalam Bahasa Arab berarti bijaksana pilihan mas husband, Andini dalam Bahasa Jawa berarti patuh pilihan saya, dan Alamsyah nama belakang mas husband. Panggilan si kecil sekarang Kia.


Gendong Kangguru

Sekitar dua minggu setelah lahir, alat bantu satu persatu dilepas. Dokter Monique menyarankan agar Kia segera di KMC (Kangoroo Mother Care) alias digendong menggunakan gendongan kain yang dijahit menyerupai kantong kangguru. Tantangannya adalah tubuh Kia tidak boleh dingin agar dia tidak kena hipotermia, Kia boleh digendong di ruang laktasi, sementara blower ruang laktasi di NICU sungguh amat kencang, buat dingin satu ruangan. Oleh karenanya tiap dua jam harus diukur suhu tubuhnya.


Boleh Pulang

Alhamdulillah organ-organ dibadan mungil Kia selama didekat saya mengalami kemajuan. Semangat minum susunya membuat berat badannya terus meningkat. Kia terkenal diantara paramedis NICU dengan sebutan bayi terkecil dan teraktif dengan minum ASI terbanyak.

Dokter Monique mengijinkan Kia pulang walau berat badannya kurang dari 1,3 kilogram. Dengan catatan saya harus menjalankan apa yang boleh dan tidak melakukan pantangan yang disarankan dokter dan paramedis NICU. Dan Kia pulang dengan membawa serangkaian obat yang harus dia minum di jam-jam tertentu.


Alhamdulillah, Berat Badan Kia Kian Naik

Kia lulus sekolah NICU dihari ke 24 setelah dia lahir dan diperbolehkan pulang saat pergantian tahun, tanggal 1 Januari. Dan harus kontrol kali pertama tanggal 5 di poli bayi RSU Haji Surabaya. Alhamdulillah berat badan Kia menjadi 1,4 kilogram pas. Minum susu tiap dua jam sekali, minum obat dan vitamin di jam-jam tertentu, harus intens gendong kangguru. Semua dilakukan agar tubuh Kia menunjukkan peningkatan pertumbuhan.

Dua minggu kemudian waktunya Kia kontrol kali kedua, berat badan naik menjadi 1,9 kilogram. Waktunya suntik hepatitis B. Nangis kenceng memang, tapi langsung reda ketika minum ASI dan saya peluk erat. Satu minggu kemudian kontrol lagi berat naik jadi 2,1 kilogram.



Sekarang Kia sedang menikmati hari-hari bertumbuh di kamar saya yang saya sulap menjadi inkubator (dan mas husband sering banjir keringat hahaha). Sakitnya saya, capeknya saya hilang langsung ketika mengurus si kecil. Ya, everything about Kia saya yang mengurus. Namun tidak lupa saya sangat berterima kasih dan bersyukur karena sang Ibu dan mas husband selalu ada disamping saya, mendukung dan membantu mengurus keperluan Kia.

Semuanya yang bisa saya ucapkan hanyalah Alhamdulillah... Terima kasih ya rabb... Semua telah terlewati. Dan jalan Kia masih panjang, saya berjanji akan melakukan yang terbaik untuk Kia.

1 komentar

  1. Setelah baca semua cerita mba, air mataku netes, serius mba. Jadi ibu itu perjuangan dan pengorbanannya besar. Rasa sakit karena perut habis dibedel jadi hilang karena pengen segera ketemu si kecil. Duh mba, semangatmu merawat Kia membuat aku jadi mellow banget gini. Semangat terus ya mba, demi Kia. Semoga sehat dan bahagia selalu. :*

    BalasHapus

Segitu dulu cerita kali ini. Terima kasih temans membaca artikel ini sampai akhir. Semoga bermanfaat.
Saya sangat ingin mendengar komentar temans setelah membaca. Silahkan, temans bebas berkomentar apa saja namun harap tetap menjaga kesopanan.
Sayang sekali komentar dengan subjek Anonymous akan terhapus otomatis, jadi mohon kesediaannya untuk memberi nama asli ya.
Terima kasih ^^.
Love, Lisa.