Hari Ketiga, Pamekasan, Biru


Sumenep - Pagi hari membuka mata di homestay Giliyang sangatlah ringan ketimbang membuka mata di kamar sendiri. Tidak ada magnet tidur disini agar bisa tidur pulas melainkan bagai hawa kopi yang membuatku setiap saat terjaga. Tapi ini keuntungan sii, karena bangun sangat pagi sekali berguna untuk dapat nomor antrian kamar mandi paling depan hehehe.

Yap, setelah sesi curhat bergiliran semalaman, para ladies blogger masih asyik dengan mimpi indahnya. Terkecuali mbak Uniek dan mbak Indah Juli, beliau ini memang emak-emak panutan, selalu bangun lebih awal.

Suasana Homestay : Pendopo pertemuan

Homestay Laki-laki

Homestay Perempuan

Suasana dikamar homestay dan di halaman sudah sangat ramai ketika aku keluar dari kamar mandi. Memang benar, sudah waktunya untuk jalan ke tempat wisata berikutnya : tempat fosil ikan paus dan pantai ropet, untuk menikmati suasana matahari terbit dan sarapan ditepi pantai. Hmmm, so romantic.

Dorkas sudah siap mengantar kami menuju destinasi tersebut. Oya sampai lupa, jika ingin kesini, temans bisa menyewa dorkas dengan harga Rp 125.000/hari. Dorkas ini satu-satunya angkutan umum yang ada disini dan dapat mengantar kita ke tempat wisata di pulau Giliyang. Jangan berfikir bagaimana dorkas ini bisa sampai kesini yaa hihihi.

Mau tau perjalanan kami mengelilingi wisata di pulau Giliyang, langsung ajah ceki ceki video amatir berikut.


Sarapan ditepi pantai tebing ditemani teman-teman blogger Indonesia sungguh terlalu sangat amat mengasyikkan (kata-katanya dilebaykan dikit biar temans tau betapa mengasyikkan pengalaman ini). Menu yang disajikan oleh pak Ropet dan keluarga terlihat menggugah selera : menu dominan seafood. Disini aku merasa useless, soalnya tugas sie konsumsi #menduniakanmadura adalah membantu mempersiapkan makanan, namun disini tugas sie tidak berfungsi karena pasukan pak Ropet sudah menghandle semua penyajian makanan. Ahh..

Setelah sarapan kami langsung menuju homestay untuk bersiap menyeberang menuju destinasi berikutnya.


Tiba-tiba do’i mendatangi kamar homestay wanita, mbak Indah Juli meneriakiku, membuatku terbangun dari “ketiduran”.

“Lisaa, dipanggil masnyaaa” | “Iya mbak…”


Rupanya do’i meminjam motor warga untuk membawaku ke titik daerah dimana terdapat oksigen tertinggi di pulau Giliyang atau bahkan didunia. Waaahhh,, senangnyaaahh ♥ what a surprise! Aku mengambil barang-barang dan siap diangkut hehe.

“Sebenarnya maps titik ini masih dirahasiakan, hanya beberapa orang saja yang tau”, kata do’i bercerita sambil menyetir. “Waktu subuh aku dengar kalau mas Fadel sama Vicky mau ke titik oksigen ini, habis sholat subuh kok aku sudah ngga liat mereka, karena penasaran aku ikuti mereka. Bayangin, subuh-subuh ga ada penerangan gini, aku jalan sendirian. Aku telponlah mereka, aku takut nyasar. Gelap, mana ada makam, bikin merinding…”

“Kamu kayak jerit malam disini mas hahahah”

“Nah itu. Pas uda sampai, aku liat mereka jongkok disudut titik. Sumpah, kalau mereka ga ngelambaiin tangan, aku mana keliatan. Uda sampai, mereka langsung copot baju…”

“Lhoh ngapain?”, tanyaku penasaran!

“Mereka nyuruh aku juga copot baju”

“Lhoh heh! Kalian cowo-cowo pada ngapain!”

“Hahahahah. Kita ga boleh rame, nikmatin aja udara yang sengaja jatuh dari atas. Kayak kena angin AC, tapi ini lebih segar dari AC. Ini yang disebut dihembus oksigen. Kata orang, kalau setiap pagi kayak gini, kita bisa awet muda”

“Ooo.. Aneh juga ya”


Jalan yang kami lalui menuju titik oksigen tersebut adalah jalan tanjakan berbukit dan jaraknya lumayan jauh dari homestay, kira-kira satu sampai dua kilometer jauhnya. Dan.. hfuallah, inilah tempat titik oksigen tersebut.

Asyik!

Kabarnya, kalau menjelang siang angin disini tidak kerasa hembusannya. Dan benar saja ketika aku kesini sedikitpun tidak ada angin yang lewat. Tak apa, yang penting pernah kesini, belum tentu kedepannya bisa balik sini lagi. Dan kalaupun balik, akunya ngga mau deh nyoba malem-malem kesini. Serreeemmm. Bukan karena ada setan hantu ato apalah, melainkan…… (kalau diterusin ceritanya ga ada yang mau kesini nantinya :p). 

Lanjuutt.. Dan kita balik ke homestay dengan suasana hati yang bahagia ha ha #nggajelas. 

Dipersingkat saja, kami menyeberang meninggalkan Giliyang dan misterinya, menuju destinasi lainnya yang juga penuh misteri (karena belum pernah kukunjungi heheh). Bye bye Giliyang…

Cantiknya...

Applause buat Nila yang telah mengambil gambar ini  :*

Apa destinasi wisata #menduniakanmadura berikutnya? Bandar Udara Trunojoyo Sumenep. 


Yap, Sumenep punya bandara lho, jangan salah. Bandar Udara Trunojoyo ini melayani penerbangan destinasi terdekat di pulau Jawa seperti Bawean, Karimun Jawa, Semarang, Surabaya dan Sumenep.


Harganya pun tidak terlampau mahal temans dan serasa naik pesawat milik pribadi. Mau mencoba? Langsung aja datang kesini yak. 

Destinasi dan harga tiket pesawat

Masih muter-muter Sumenep, selanjutnya kita mengarah ke desa Tanjung kecamatan Saronggi. Ada apa disana?

Bagi temans perikanan dan kelautan yang sudah menjalani masa PKL dan KKN pasti sudah tau ada apa di kecamatan Saronggi. Kecamatan Saronggi merupakan daerah penghasil rumput laut jenis Euchema cottonii atau Kappaphycus alvarezii yang cukup besar dan hampir dipesisir pantainya terdapat rakit apung tempat budidaya – peletakkan bibit rumput laut. Dan aku sangat bersyukur bisa kesini ^^.

Bibit rumput laut yang siap dibudidayakan
Desa Tanjung Kecamatan Saronggi Sumenep merupakan penghasil rumput laut yang tidak boleh diremehkan keberadaannya. Pasalnya dari kegiatan budidaya rumput laut disini, hasil rumput laut yang dikeringkan (dengan dijemur) dijual kepada pengepul untuk diekspor lho. Selain itu, rumput laut yang tidak masuk seleksi untuk diekspor, kemudian diolah menjadi semacam cincau yang dicampur dalam es dan dibikin rujak. Nah kan, banyak manfaatnya. Kita bantu promosikan mereka ya ^^.

Rumput laut yang akan dijual basah

Rumput laut yang dijual kering

Hasil olahan rumput laut kecamatan Saronggi : puding rumput laut

Dari cuaca yang sangat panas dari kecamatan Saronggi – Sumenep, kami berpindah ke cuaca yang mendadak hujan deras di kecamatan Proppo – Pamekasan. Hujan yang mendadak mengguyur membuat kami segera berlarian dari kendaraan menuju tempat teduh, tidak terkecuali bapak-bapak polisi sektor kabupaten Pamekasan yang mengawal rombongan kami dari perbatasan kabupaten Sumenep-Pamekasan.


Di kecamatan Proppo tepatnya di desa Klampar, kami mengunjungi sebuah kawasan desa batik yang diberi nama desa batik Klampar. Dengan berbasah-basahan ria, kami disuguhi pemandangan para pengrajin yang sedang membatik selembar kain yang cukup lebar. Uniknya, mereka membatik tanpa adanya pola dikain tersebut, tak perlu diragukan lagi tangan-tangan mereka sangat ahli dan lihai memulas cating batik diatas kain.

Pengrajin batik Pamekasan

Puas belajar membatik dari tangan ibu-ibu desa wisata batik klampar, kami berpindah ke sebuah galeri dimana batik-batik tersebut dipajang dan dipasarkan. Letak galeri tersebut agak lebih masuk kedalam namun tak jauh dari area membatik.

Bapak Ahmadi pemilik galeri dengan ramah mempersilahkan kami untuk langsung beristirahat, mengambil makan siang sembari melihat-lihat galerinya. Batik yang dipajang beraneka ragam corak dan motif, sangat cantik. Harganya pun bervariasi, dilihat dari tingkat kerumitan membuat motif batiknya. Dan kalau menawar harga disini jangan terlalu murah ya guys, ingat lho membuat batik tanpa pola itu susah dan butuh tingkat kejelian yang tinggi.

Galeri, Fotografer dan Artisnya

Makan siang yang disajikan untuk kami begitu lezat dan beragam : 4 sehat dan sempurna (tidak ada menu susu jadi 5 nya tidak ada ha ha). Setelah makan siang, beberapa teman blogger membeli kain batik sebagai oleh-oleh, dan yang lain menjalankan sholat di masjid belakang galeri.

Masjid tempat kami menjalankan sholat Dhuhur dan Ashar begitu megah, indah dan sangat bersih. Pertama kali masuk kedalam masjid, aku mendengar tiga orang ibu-ibu sedang melantunkan ayat suci al Qur’an, tidak bohong jika aku mengatakan masjid ini menentramkan. Jika temans berkunjung ke desa batik ini, jangan lupa beribadah di masjid ini ya. Kami pamit diri pada bapak Ahmadi untuk lanjut ke destinasi selanjutnya.


Pamekasan, tinggallah seorang blogger santun, anggota plat M dan bagian dari blogger Indonesia yang diakui keahliannya dalam membuat desain grafis. Blogger tersebut bernama mas Slamet atau yang lebih dikenal dengan nama Slametux. Sebelumnya, pentolan-pentolan plat M telah mengagendakan akan berkunjung kerumah beliau saat rombongan berada di Pamekasan. Walaupun ketika rapat mereka merasa padatnya agenda perjalanan akan mengombang-ambingkan keinginan untuk berkunjung, namun pada akhirnya agenda kecil ini terealisasi juga. Plat M membuktikan bahwa saudara tidak boleh dilupakan.

Semula hanya beberapa orang yang mengenal dekat mas Slamet turun dari kendaraan, termasuk aku karena aku ingin tau dan melihat dari dekat bagaimana dan seperti apa mas Slamet itu. Beberapa menit kemudian semua blogger turun dari kendaraan untuk mencari tahu bagaimana keadaan mas Slamet. Aku terharu.

Hati aku jadi kalut saat menulis ini, jadi lebih baik di skip aja, aku akan menulis tentang mas Slamet dengan kata-kata yang jauh dari keadaan terharu.

Benar kata teman-teman, mas Slamet orang yang santun dan sangat hebat. Beliau tidak ada duanya dimuka bumi. Kami blogger Indonesia datang kerumahnya untuk memberikan dukungan dan semangat, tidak sedikit dari kami menginginkan beliau untuk kembali ke dunia perbloggingan, namun semuanya kembali pada keputusan mas Slamet.

We are Family : Blogger Indonesia

Mas Slametux

Kami berpamitan agar tidak merepotkan mas Slamet lebih jauh. “Membuatnya kaget dengan kedatangan rombongan perwakilan blogger Indonesia, itu sudah lebih dari cukup”, kata do’i. Daaan, saking semangatnya, do’i lupa mengembalikan sandal japit milik mas Slamet. Sebagai gantinya, sandal gunung milik do’i menginap dirumah mas Slamet. Huakakakak, kalau sudah kebiasaan ga perhatian sama barang-barangnya ituu, ya sudah ga bisa diubah ya, kalau saja telinga ga nempel gitu ya paling lupa ditaruh dimana wkwkwk.

Agenda selanjutnya adalah bertukar tempat duduk. Kegiatan apalagi itu? Hehehe, plat M selalu punya 1000 kejutan untuk peserta. Dari yang kemarin ada adegan carok dalam bis, kali ini ada pertukaran panitia dan peserta, untuk membuat kami semakin akrab. Aldi lah yang bertugas membagi siapa saja yang masuk mobil dan siapa saja yang masuk bis. Karena ini kejutan, banyak yang tidak tau siapa saja yang menjadi pilihan Aldi, termasuk panitianya hahahaha.

Di mobil 1 dari panitia yang pindah ke bus ada mbak Erna dan Nila, dan peserta yang masuk mobil adalah mas Edo (Palembang), Silvi (Kediri), mas Firman (Klaten) dan mas Fadel (Sumenep). Kami bertukar pikiran tentang acara #menduniakanmadura yang sudah berjalan selama 3 hari.


Tentu saja tukar pikiran ini diselingi dengan guyonan, agar tidak terkesan mengintimidasi #halah hehehe. Dari sini aku mendapat wawasan bagaimana cara mereka mengembangkan pariwisata atau bahkan hal-hal yang bermanfaat lainnya di wilayah Palembang, Kediri, Klaten dan Sumenep. Mereka orang yang hebat, aku? apalah aku, ga ada apa-apanya dibanding mereka.


Kendaraan kami berhenti di sebuah tempat tepi pantai yang mana lokasi tersebut dipilih secara mendadak. Tujuannya untuk mengambil video mannequin challenge! Bukan blogger rasanya kalau ga ngikutin hal-hal kekinian..hihihi. Liat ya video ini, ssstt bapak-bapak polisi pun juga mau lho diajakain bikin video mannequin challenge wkwkwk.



All right, kami lanjut menempuh perjalanan yang amat sangat panjang menuju ke timur Madura : Bangkalan. 



Sekitar 3 jam kemudian kami sampai di Desa Wisata Syariah Ketetang Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan, bis kami berhenti tepat di balai desa dan langsung disambut dengan letupan mercon. Kami memasuki balai dan disuguhi Kotel dan Kobbhu. Kotel adalah makanan khas Madura yang terdiri dari tahu dan semacam sewel (makanan Madura yang berbahan dasar udang dan tepung tapioka) yang disiram dengan petis udang khas Madura sehingga rasanya ada campuran asin dan asam. Sementara Kobbhu adalah minuman khas daerah yang rasanya unik sekali. Temans wajib coba!



Acara di balai aku rangkum dalam bentuk video amatir berikut, cekthisout!



Usai penyambutan di balai, kami dipersilahkan untuk sholat Maghrib sekaligus Isya di masjid Sunan Cendana yang letaknya tak jauh dari balai desa. Namun karena lokasinya sedang ramai, bis tidak diperkenankan untuk masuk ke lokasi, alhasil pengemudi mobil yang ditumpangi panitia harus rela bolak balik balai--masjid untuk mengantar dan menjemput peserta. Yang semangatt yaa kawan!


Dari balai kami langsung menuju dusun koalas rumah warga tempat kami menginap malam ini, malam terakhir bersama #bloggerIndonesia (hiks). Lah dalah, jarak dari balai menuju rumah warga yang akan kami tempati sangat–sangat jauh rupanya, harus melewati hutan yang tidak ada penerangan dengan satu dua rumah di kanan kirinya, kemudian memasuki kawasan rumah warga harus melewati jalanan sempit dan bergelombang dimana kanan dan kiri adalah hutan dan rawa, pun tidak ada lampu PJR pula. Tidak salah kalau mbak Erna mengatakan, “Kita nanti hidup semalam ala ala acara televisi Jika Aku Menjadi…”. I’m exciting!


Sesampainya dirumah warga, kami disambut dengan hujan rintik-rintik yang berpotensi akan deras menjelang malam. Kami panitia dan peserta wanita menginap di rumah paling besar, mereka menyebutnya rumah utama. Sementara yang pria menginap menyebar di rumah-rumah belakang rumah utama. Kamar mandinya pun letaknya menyebar dan lumayan jauh. Wow..

Warga telah menyiapkan semacam layar tancap semenjak kami datang, dan siap diputar saat malam. Aku mandi malam itu, bergantian menunggu dengan mbak Erna dan Nila, juga ada mbak Apri (Jakarta), kak Didik (Bojonegoro) dan mas Ndop (Nganjuk), jadi sembari menunggu giliran, kami saling bertukar cerita. Seperti biasa, aku lebih memilih mendengar cerita mereka ^^.

Saat kami kembali dari kamar mandi, rumah utama sudah ramai dengan blogger Indonesia dan beberapa warga. Kami makan malam dengan menu yang sangat lezat! Subhanallah… Dari 4 hari 3 malam ini, aku sama sekali tidak pernah merasa kelaparan atau bahkan mengeluh karena makanan tidak enak. Sudah dipastikan aku pulang dalam keadaan berat badan yang bertambah wkwkwk.

Setelah makan malam acara bebas, dan seperti biasa hal ini tidak ingin kulewatkan tanpa ngobrol dengan peserta. Tiba-tiba seorang bapak menawarkan untuk memperlihatkan cara menggoreng kerupuk dengan pasir, yang merupakan ciri khas dari desa ini. Mereka mempersiapkan peralatan dengan cekatan dan mempersilahkan kami untuk mencoba setelah seorang bapak memberikan contoh. Aku juga mencoba dan lumayan susah ya, lebih berat dibanding menggoreng kerupuk menggunakan minyak goreng. Ada videonya juga, ini dia…^^



Karena ini malam terakhir, aku putuskan untuk tidak tidur cepat. Aku gabung ngobrol dengan mbak Erna, mas Dito (Surabaya), mas Edo, mas Ipuy (Palembang), mas Wijayanto (Rembang), Vivi (Bangkalan), Sayadi, mas Eko dan Rosyid.


Senaaangg banget bisa ketawa ketiwi ngobrol ngalor ngidul sama mereka ^^. Obrolan ini berakhir pukul 1 dini hari, hoams.. Lanjut besok ya ceritanya..





Tidak ada komentar

Posting Komentar

Segitu dulu cerita kali ini. Terima kasih temans membaca artikel ini sampai akhir. Semoga bermanfaat.
Saya sangat ingin mendengar komentar temans setelah membaca. Silahkan, temans bebas berkomentar apa saja namun harap tetap menjaga kesopanan.
Sayang sekali komentar dengan subjek Anonymous akan terhapus otomatis, jadi mohon kesediaannya untuk memberi nama asli ya.
Terima kasih ^^.
Love, Lisa.