Mom Machine

Sudah sejak dahulu kala, selalu ada perdebatan tentang wanita karir atau wanita rumahan. Wanita karir adalah wanita yang walaupun sudah berkeluarga lengkap (punya suami dan anak) dalam kesehariannya dia aktif bekerja di luar rumah. Sementara wanita rumahan, ya, wanita yang selalu ada di rumah. Mengurus rumah, mengurus anak dan mengurus suami, bahkan ada juga yang mengurus orang tua atau mertuanya yang sudah sepuh.

Pilihan sedari kecil, saya ingin seperti Ibu saya. Seorang wanita karir yang sukses dengan pekerjaannya. Walau beliau sukses dalam bekerja, beliau tak pernah lupa dengan kewajibannya mengurus rumah-tangga, melengkapi rumah dengan perabotan, membelikan saya dan adik barang-barang yang mampu membuat teman seusia kami iri, mengatur fashion Bapak yang kala itu tak terlalu memikirkan penampilan (saking sibuknya dengan usaha percetakannya yang kala itu sedang ramai-ramainya). Walaupun Ibu terlihat sempurna, tetap, ada kelemahannya. Saya kecil waktunya selalu dihabiskan dengan pembantu dan Ibu kadang membawa emosi pekerjaannya ke rumah.

Itulah sebabnya, saya yang sebenarnya anak kedua ini jadi anak pertama dengan watak yang keras tapi punya fisik lembut. Adik saya kebalikannya, punya watak lembut tapi fisiknya kelihatan garang.

Kenapa ingin menjadi seperti Ibu? Karena menurut saya keren. Keren? Ya keren, keren bisa belanja sendiri, bisa kasih-kasih barang ke orang lain, bisa menjadi mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.

Ibu saya pun mendidik saya dengan cukup keras. Pendidikan adalah nomor wahid dan yang utama. Sampai suatu waktu saat SMP, bakat terpendam saya muncul secara otodidak : bisa main piano. Ingin konsisten bermain piano, saya minta pada Ibu untuk memasukkan saya ke les piano. Dan... Ditolak mentah-mentah. Ujung-ujungnya, saya banting setir ikut ekskul Pencak Silat, meneruskan ekskul saat SD. Untuk apa? Untuk melupakan keinginan bermain piano.

Pendidikan nomor wahid tertanam dalam-dalam dalam otak terdalam dan akhirnya menjadi kebiasaan hingga kuliah. Belajar sungguh-sungguh, kalau diajak "main" sama teman banyak nolaknya, aktif berorganisasi, aktif bersosialisasi, ujian tidak pernah menyontek, target nilai harus bagus. Biar lulus kuliah bisa masuk PNS dan kerja dengan rutinitas. Itu semua yang saya idam-idamkan. Kalau dilihat-lihat, semua sepupu-sepupu saya (dari keluarga Ibu) semua sukses dan tak ada cela. Saya juga ingin seperti mereka.


Ingin ini, ingin itu, banyak sekaliii~  [soundtrack film Doraemon]


Siapa sangka saya kini hidupnya hanya dirumah. Selesai kuliah, setahun kemudian menikah lalu punya anak, lalu ikut suami lanjut studi di Taiwan. Dan saya jadi wanita rumahan.

Saya menyesal? Ya, pada awalnya saya sangat menyalahkan diri sendiri, kenapa bisa begini kenapa bisa begitu. Tapi lama-lama, menyalahkan diri sendiri hanya semakin memperburuk pikiran dan keadaan, hanya bikin hati tambah ngga ikhlas dan akhirnya "stuck" kayak pepatah hidup segan mati tak mau.

Saya bangkit karena saya tidak bisa membiarkan suami saya berjuang sendiri. Saya pun punya anak yang rentan dan masih kecil yang hidupnya sangat bergantung pada saya. Tegakah saya meninggalkan mereka jika ada jalan kembali lanjut studi dan menjadi wanita karir? Saya yakin pasti ada waktunya.

Saya menjadi wanita rumahan bukan berarti bisa bersantai sepanjang waktu. Tidak. Yang menyangka ibu rumah tangga banyak santainya berarti dia "keminter" sehingga kurang wawasannya.

Aktivitas ibu rumah tangga, in case Saya, mulai dari membuka mata, ada bayi mungil yang siap dimandikan. Tentu ada peralatan yang harus dipersiapkan. Setelah mandipun peralatan harus dibersihkan dan dikembalikan ke tempat semula. Saya orangnya detail, sangat tidak suka jika ada barang yang tidak pada tempatnya. Saya juga orangnya terlalu bersih, hal ini yang selalu saja jadi hal yang bikin hati "nggondok" saat suami saya meletakkan barang seenaknya dan selalu menyamakan antara barang bersih dan kotor atau bekas pakai. Sampai kadang suatu saat saya nggondoknya memuncak jadi mengungkapkan kekesalan ke suami. Tapi ya gitu, tetep aja suami mengulangi hal yang sama. Kata dia : gue kemproh dari lahir. Zzz.

Setelah memandikan bayi saya harus menyuapi makanan bayi. Tapi biasanya Kia masih asyik dengan mainannya, jadi saya sela dengan menyapu lantai terlebih dahulu. Setelah lantai bersih dan cucian piring juga sudah beres, barulah saya menyuapi si kecil. Saya harus bisa lihat sela. Jika bayi belum bangun, saya harus menanak nasi dulu kemudian memasukkan baju ke mesin cuci dan bikin sarapan buat suami. Dan saya berusaha untuk menyempatkan mandi pagi lebih dulu sebelum bayi bangun. Karena kadang kalau bayi terlebih dahulu bangun, saya pasti akan mengesampingkan mandi. Tapi saya punya tagline sendiri : lebih baik tidak makan daripada tidak mandi.

Lama bayi saya makan sekitar setengah hingga satu jam. Menurut saya tidak apa lama, asal dia masih mau melahap makanannya. Selama menunggu bayi mengunyah makanannya, saya menyelipkan beberapa kegiatan : menjemur baju dan membuat MPASI bayi. Kadang kalau masih sempat, saya pun memasak dan juga ikut makan. Rasanya lega bisa mengerjakannya secara berurutan.

Usai makan, dalam beberapa menit kemudian biasanya bayi saya akan mengantuk. Kalau sudah begitu, dia pasti akan rewel agar segera dikasih mikcu (nenen). Bayi saya akan tidur beberapa menit setelah mikcu.

Selama bayi tidur, apakah saya ikut tidur? Kadang iya, kadang tidak. Banyak tidaknya sih. Masa? Ngga tau ya, ngga kebiasa tidur siang juga. Jadi apa yang dikerjakan selama bayi tidur? Setrika baju (kalau ada) atau makan (kalau sebelumnya tidak sempat masak dan makan) atau mandi (jika sebelumnya tidak sempat mandi) atau bikin artikel atau santai sejenak sambil mainan smartphone atau baca buku, dan jika waktunya sudah dhuhur saya harus menyegerakan sholat sebelum dia bangun. Apapun kegiatannya saya tidak boleh terlalu berisik, karena bayi saya telinganya terlalu peka. Ada suara sedikit, dia langsung bangun. Kalau sudah dia bangun, hilanglah sudah waktu bersantai saya.

Bayi bangun, raga saya harus ikut on. Saya mempersiapkan camilan untuk dimakan bayi, biasanya buah-buahan. Setelah nyamilnya selesai, bayi saya bermain dengan mainannya, saya pun juga harus stay ikut bermain. Kalau ngga, dia pasti akan merengek dan mengikuti (nggandol) saya kemanapun saya pergi. Satu hingga dua jam berlalu, waktunya bayi makan siang. Ada persiapan sebelum dan membersihkan peralatan setelah makan yang semua harussaya handle. Biasanya kalau bayi saya makan siang sampai jam 2 lebih, saya akan membiarkan dia bermain sampai saatnya jam 3 atau jam 3 lebih, waktunya mandi.

Usai mandi, bayi saya minta mikcu hingga dia tertidur lagi. Bayi tidur, saya harus membersihkan mainannya, mencuci piring kemudian mandi dan sholat Ashar. Bayi bangun, saya sudah siap dengan camilan berikutnya, biasanya roti atau biskuit. Setelahnya, saat dia asyik dengan mainannya, saya tinggal sholat Maghrib. Selesai sholat, biasanya dia minta mikcu lagi. Kadang setelah mikcu dia tertidur kadang juga ngga. Tergantung suhu udara di Taiwan.

Suami pulang dan bayi makan malam disuapin suami. Suami juga sangat berperan membantu pekerjaan saya. Kalau bayi dipegang suami, saya bisa leluasa mengerjakan pekerjaan rumah. Kadang, saya sedih ketika terlalu capek dan mager sehingga suami yang membereskan rumah. Walau hanya mencuci piring, kadang saya juga tak enak hati. Suami kuliah dan kerja, dalam seminggu tidak ada waktu libur barang sehari. Waktu liburnya hanya setengah hari dan itupun kalau dipakai jalan-jalan, harus buru-buru pulang maghrib agar dia bisa istirahat dan mulai kerja lagi keesokan paginya. Bisa saya katakan jadi suami dengan segala aktivitasnya itu ngga gampang, dan jadi istri yang mendampingi suami (pergi ke luar negeri untuk suatu keperluan dan harus stay selama beberapa tahun) dan membesarkan bayi jauh dari keluarga itu lebih tidak gampang lagi. Tapi, kembali lagi, semua harus disyukuri, semua harus ikhlas dijalani, semua harus dianggap sebagai pengalaman hidup dan sebagai pembelajaran. Biar lancar semuanya.

Setelah kami bertiga makan malam, kami bersantai. Kadang saya setrika malam hari (saat suami dan anak sedang santai) jika seharian tidak sempat menyentuh pekerjaan yang melelahkan ini. Selesai semua baju disetrika, saya membersihkan tempat tidur dan kami semua siap pergi ke pulau kapuk.

Begitu riweuh nya pekerjaan seorang wanita rumahan ini, sempat buat saya frustasi di awal kepindahan. Semua serba berantakan dan membingungkan. Untuk makan dan mandi dengan nikmatpun saya tidak sempat. Juga tidak ada niat sekalipun atau kepikiran untuk refreshing, ke salon atau bahkan belanja online seperti kebiasaan saya waktu di Indonesia hahaha. Wanita modern Surabaya gitulo. Being wanita rumahan benar-benar mengubah hidup dan kebiasaan saya.

Namun seiring berjalannya waktu saya mulai belajar menata. Menata waktu, menata rumah, menata perabotan, menata kebutuhan untuk bayi dan suami. Saya mulai terbiasa bangun pagi dan membersihkan rumah. Saya mulai ahli dalam memasak apapun. Dan yang paling super gokil, adalah ketika saya mengerjakan lebih dari tiga pekerjaan sekaligus dalam satu waktu. Saya mengatai diri sendiri sebagai MOM MACHINE.



Jadi apakah nanti ketika bayi sudah bisa ditinggal, saya akan kembali ke sekolah dan menjadi wanita karir?

Harapan terdalam saya adalah bisa kembali ke sekolah dan meraih pendidikan setinggi-tingginya. Dan menjadi wanita karir saat anak sudah bisa ditinggal adalah suatu hal yang pas. Tapi kembali lagi, siapa yang tau hal-hal dimasa depan? Kita lihat saja.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Segitu dulu cerita kali ini. Terima kasih temans membaca artikel ini sampai akhir. Semoga bermanfaat.
Saya sangat ingin mendengar komentar temans setelah membaca. Silahkan, temans bebas berkomentar apa saja namun harap tetap menjaga kesopanan.
Sayang sekali komentar dengan subjek Anonymous akan terhapus otomatis, jadi mohon kesediaannya untuk memberi nama asli ya.
Terima kasih ^^.
Love, Lisa.